Pontianak  (Antaranews Kalbar) - Seluas 1.800 hektare koridor KEE (Konservasi Ekonomi Esensial) yang merupakan jalur lalu lalang orangutan dan satwa dilindungi lainnya, kini kelangsungannya terancam dengan telah dipotongnya koridor tersebut oleh aktivitas pertambangan PT Laman Mining, di Kabupaten Ketapang, Kalbar.
   
Kini Koridor KEE tersebut mulai terancam dengan aktivitas pembukaan lahan, yang sudah dilakukan berupa pengurukan jalan menggunakan tanah merah dengan lebar 30 meter dan sepanjang 1.469 meter yang memotong jalur lalu lalang orangutan dan satwa yang dilindungi tersebut.
   
Luas lahan koridor tersebut sekitar 1.800 hektare dimana sekitar 1.110 hektare berada didalam konsesi PT Gemilang Makmur Subur (anak usaha Bumitama Gunajaya Agro Group), yang kini sudah mulai ditanami pohon baru yang sebagian besar sebagai pakan orangutan dengan luas sekitar 400 hektare.
   
Kemudian, sisanya masuk dikawasan PT Kayong Agro Lestari (Austindo Nusantara Jaya Group) juga memiliki konsesi di kawasan tersebut, yang kedua perusahan itu merupakan perusahaan kelapa sawit sebagai anggota RSPO yang memiliki amanat untuk mengelola area konservasi di dalam konsesi, atau HCV.
   
Tetapi, kini koridor KEE tersebut mulai ternacam oleh aktivitas PT Laman Mining, sebuah perusahaan tambang bauksit, yang juga telah memiliki izin konsesi pertambangan yang diduga tumpang tindih dengan izin kedua perusahaan sawit tersebut. 
   
"Saat ini memang ada kegiatan operasi pertambangan yang masuk dalam kawasan Koridor KEE tersebut, dan telah memotong kawasan koridor satwa sekitar 1.200 hektare," kata Manajer Bumitama Biodiversity Community Project, Edward Tang.
   
Perusahaan tersebut telah membuka hutan selebar 30 meter, sepanjang 1.469 meter, bahkan pembukaan lahan telah mencapai area sempadan sungai setempat, yang seharusnya menjadi area perlindungan setempat menurut panduan mengenai RTRW Kabupaten Ketapang.
   
Pembukaan Koridor KEE tersebut, telah mengancam kelangsungan hidup sebanyak 120 individu orangutan, owa Kalimantan, lutung merah, buaya senyulong, dan masih banyak lagi, dan belum lagi tanaman endemik yang kebanyakan sudah langka di Kalimantan.
   
"Untuk sementara ini, dampak pembukaan lahan itu, sangat mengancam atau telah memutus jalur satwa dan akan berdampak pada ekosistem, kemudian bisa juga terbukanya aktivitas perburuan satwa yang dilindungi tersebut," ungkapnya.
   
Koridor satwa yang dibangun PT GMS tersebut, menghubungkan antara ekosistem gambut Sungai Putri dan Hutan Lindung Gunung Tarak serta Taman Nasional Gunung Palung, kedua lokasi tersebut merupakan habitat dengan populasi orangutan terbanyak di Kalbar yang telah terpisah. Diharapkan dengan adanya kegiatan koridor satwa liar yang dibangun, ke depannya kedua lokasi tersebut akan tersambung dan menyumbang keanekaragaman hayati di Kalbar dan Indonesia.
   
Sementara itu, Ketua RT Dusun Nekdoyan, Bandi, menyatakan pihaknya sangat keberatan dengan keberadaan PT Laman Mining yang telah merusak kawasan Koridor KEE tersebut. "Perusahaan tambang tersebut melakukan aktivitasnya tanpa melakukan sosialisasi kepada kami yang tinggal di sekitar kawasan Koridor KEE yang selama ini juga sangat bergantung pada lestarinya lingkungan yang kini terancam rusak tersebut," ujarnya.
   
Sebagai masyarakat, menolak kalau kawasan konservasi lalu dialihkan ke tambang. "Karena selama ini kami menjaga kawasan itu agar tidak dirusak, kini malah ada perusahaan tambang yang dengan terang-terangan akan menghancurkan` Koridor KEE tersebut," ujarnya.
   
Hal senada juga diakui oleh, Jamri (57) tokoh masyarakat Dusun Nekdoyan. "Aktvitas pertambangan tersebut masuk begitu saja, tanpa ada sosialisasi sebelumnya, yang diperkirakan masuk awal Juli 2018," katanya.
   
"Kami selama ini menjaga agar pohon dikawasan tersebut tidak ditebang, dan tidak melakukan perburuan terhadap satwa yang dilindungi di kawasan Koridor KEE tersebut," katanya.
   
Sehingga, dia sangat menyesalkan dengan adanya perusakan hutan oleh aktivitas pertambangan tersebut, sehingga dia berharap pemerintah segera menghentikan aktivitas pertambangan itu.
   
Fransiskus Jaka (26) seorang masyarakat yang ikut menanam berbagai jenis bibit pohon yang mulai langka di kawasan Koridor KEE juga menyesalkan aktivitas pertambangan itu. "Tanaman bibit pohon yang kami tanam belum juga besar sudah mereka babat lagi, sehingga kesal juga dibuatnya," katanya.
   
Sebelumnya, Pemprov Kalbar dan Kabupaten Ketapang menggarap program konservasi besar di kawasan antara Gunung Tarak, Gunung Palung dan hutan rawa gambut Sungai Putri, karena termasuk kawasan berhutan dan gambut dalam yang merupakan habitat satwa endemic dilindungi. Program konservasi tersebut digagas lantaran kawasan tersebut terancam pembalakan liar, pertambangan, dan kebakaran hutan.
   
Kawasan tersebut diusung menjadi KEE melalui SK Gubernur No: 718/Dishut/2017. Konsepnya adalah menggunakan pendekatan lansekap dengan melibatkan masyarakat serta pemerintah daerah dan para pemerhati konservasi untuk penanganannya yang bertujuan selain untuk kelestarian alam, juga untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
   
KEE tersebut menghubungkan delapan desa dengan total populasi sekitar 11.000 jiwa, dengan harapan desa-desa tersebut, akan menjadi desa yang memiliki hutan dengan konsep pengelolaan yang lestari dengan pengelolaan terbaik.
   
Di dalam program ini juga akan dibentuk koridor satwa. Koridor tersebut merupakan jembatan yang menyatukan Kawasan Gunung Tarak, Kawasan Gambut Tebal Sungai Putri dan Taman Nasional Gunung Palong di Kabupaten Ketapang, Kalbar.

                                                                          Terancam tambang
Kini Koridor KEE tersebut terancam oleh aktivitas tambang dari PT Laman Mining yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dari Bupati Ketaang, yang tertuang dalam SK No. 68/DISTAMBEN – C/2012, mencakupi areal seluas 13.460 hektare di Kecamatan Matan Hilir, Kabupaten Ketapang Kalbar. 
   
Permen ESDM 5/2017 memang membuka peluang ekspor untuk bauksit yang telah dicuci (washed bauxite) dengan kadar A12O3 lebih dari 42 persen, yang tidak terserap oleh smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral) di dalam negeri. Dalam aturan itu, pemegang IUP operasi produksi bauksit yang telah melakukan pencucian dan telah atau sedang membangun smelter bisa mengekspor komoditasnya maksimal lima tahun sejak peraturan itu terbit.
   
PT Laman Mining, menurut Direktorat Pengusahaan Pembinaan Mineral Batubara Kementerian ESDM, termasuk perusahaan yang paling banyak progresnya dalam pembangunan smelter, yakni sebesar 4,18 persen. Kementerian ESDM juga telah menerbitkan rekomendasi ekspor bauksit untuk PT Laman Mining pada 14 September 2017 lalu. 
   
Rekomendasi ekspor bauksit diberikan kepada PT Laman Mining di Ketapang, Kalbar, dengan kuota 2,85 juta ton. Rekomendasi untuk jangka waktu satu tahun. PT Laman Mining disebutkan memiliki sekitar 200 juta ton cadangan bauksit di Kalbar. Sedianya, perusahaan ini juga berencana membangun kilang alumina dengan kapasitas tahunan dua juta ton.
   
Kepala Bidang Mineral dan Batubara, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Sigit Nugroho mengaku dirinya belum mengetahui posisi lokasi jalan yangg dibuat oleh PT Laman Mining.
   
"Namun PT Laman Mining boleh membuat jalan di lokasi dalam wilayah izin usaha pertambangan dan sesuai dengan RKAB yang dibuat. Apabila ada atau akan memanfaatkan lokasi diluar WIUP untuk sarana dan prasarana penunjang kegiatan, maka PT Laman Mining diperbolehkan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari pemerintah daerah sesuai ketentuan yang berlaku," katanya.
   
Apabila, kegiatan mereka di luar WIUP dan belum mendapat persetujuan atas lokasi tersebut, maka aktivitasnya harus dihentikan, katanya.

Sementara itu, Direktur PT Laman Mining Beni Bevly mengatakan, tidak ada aturan yang dilanggar dalam kegiatan operasional perusahaannya. "Kami membuat jalan di area izin usaha pertambangan kami, dan area ini sudah ada lebih dulu dari konsep KEE," katanya.
   
Ia juga mempertanyakan mengapa masalah jalan tambang itu mencuat ke permukaan, padahal tiga perusahaan itu sudah menandatangani nota kesepahaman bersama, yang ditandatangani di depan, pemerintah daerah dan anggota legislatif Kabupaten Ketapang.
   
Penandatanganan nota kesepahaman itu dilakukan, 2 April 2018 lalu. "Isinya, semua masalah yang terjadi akan diselesaikan secara business to business. "Sehingga, tudingan bahwa perusahaannya melakukan pengrusakan lingkungan harus dilihat dari perspective yang berbeda," ujarnya.
   
Beni juga memperlihatkan sebuah peta terbaru keluaran Pemerintah Kabupaten Ketapang, yang keluarkan, 3 Augustus 2018.
   
Di peta tersebut, tergambarkan jalan yang dibuat PT Laman Mining akan menjadi jalan poros yang menghubungkan masyarakat Ketapang yang dipisahkan Sungai Tolak. "Jalan sepanjang 26 kilometer ini akan membuka pertumbuhan ekonomi bagi banyak desa yang dilewati, yang selama ini dipisahkan oleh sungai. Kami akan bikin jembatan di sana," tambahnya.
   
Tokoh masyarakat Laman Satong, Chanisius Kuan menambahkan, keberadaan investasi seharusnya dalam menjadikan solusi bagi pemerataan ekonomi di pedesaan. "Banyak membantu kami, seperti jalan bisa bagus, bisa beli kebutuhan hidup," katanya. 
   
Pada prinsipnya, dia mendukung investasi baik kebun maupun tambang di daerahnya. Prinsip konservasi pun seharusnya tidak mengesampingkan masyarakat sekitar kawasan.

                     
                                                                                       Perlu mediasi
Dari hasil diskusi diinisiasi oleh lembaga Aidenvironment, berbagai pihak menyatakan, terkait masalah tersebut, perlu dilakukan mediasi untuk menyelamatkan Koridor KEE tersebut.
   
Adi Susilo, dari BKSDA Seksi I Ketapang mengatakan, wilayah Koridor KEE tersebut merupakan lokasi monitoring satwa rutin pihaknya. BKSDA Kalbar sendiri telah melakukan penandatangan kesepahaman Bersama dengan Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Group, terkait kegiatan patroli perbatasan cagar alam, pelatihan, sosialisasi dan penanganan konflik dan koridor satwa liar, serta penanganan kebakaran lahan.
   
Community Forest Coordinator Yayasan Palung, Desi Kurniawati mengatakan, perlu keterbukaan informasi dari semua pihak terkait upaya konservasi hingga ke tingkat tapak, terutama terkait dengan koridor satwa. "Informasi tingkat tapak menjadi penting, terkait data peta dan lain sebagainya, sehingga pemahaman masyarakat menjadi jelas," katanya.
   
Sementara itu, Jessica, mewakili Bappeda Kabupaten Ketapang menyatakan, Bappeda memiliki tim sinergisitas investasi yang dapat memfasilitasi ketiga perusahaan untuk duduk bersama. "Namun fasilitasi tersebut harus dilandasi laporan dari pihak-pihak berkepentingan untuk bisa ditindaklanjuti," ujarnya.
   
Menurut dia, 30 Maret 2018 lalu, Bappeda Kabupaten Ketapang beserta jajaran terkait sebenarnya telah melakukan peninjauan pada areal yang dicanangkan sebagai KEE tersebut. 
   
"KEE yang berada di dalam konsesi BGA Group ini merupakan kerja sama multi pihak, termasuk Pemda, yang sangat positif bagi keanekaragaman hayati wilayah setempat dan fasilitas pertanian terpadu yang ada pada kawasan ini dapat juga bermanfaat bagi masyarakat lokal," ujar Plt Kepala Bappeda Ketapang, Akia dalam keterangan tertulisnya.
   
Pada prinsipnya, dilakukan upaya untuk mendorong terwujudnya kerja sama antarpihak pada pengelolaan lanskap. Termasuk mendorong sinergitas kebijakan dan implementasi program pembangunan baik pemerintah, swasta dan masyarakat.
   
Donatus Rantan, dari Perkumpulan Mitra Pembangunan, mengatakan, kondisi konsesi yang tumpang tindih dimungkinkan akibat peralihan kewenangan dari kabupaten ke provinsi, sehingga perlu ada pertemuan dengan semua pihak, agar permasalahan lebih jelas.
   
"Selain itu, pola pendekatan pun harus sesuai dengan kebutuhan desa setempat. Di Kabupaten Ketapang saat ini telah ada 12 desa, yang masuk dalam program Desa Fokus. Desa Fokus adalah salah satu program kebijakan pemerintah saat ini untuk pembangunan kawasan perdesaan," katanya.
   
Untuk meminimalisir konflik antara investasi, konservasi dan kesejahteraan masyarakat, Haryono Sadikin, dari Aidenvironment menyatakan bahwa pembangunan lansekap dan wilayah perdesaan di Kabupaten Ketapang merupakan upaya yang harus diusung secara terintegrasi oleh seluruh pihak di kabupaten, baik perusahaan, dinas pemerintah, maupun yayasan nirlaba.
   
Pemkab Ketapang juga menyatakan bahwa koridor yang menggunakan pendekatan lansekap ini menyediakan tempat bagi masyarakat sekitar untuk belajar pertanian terpadu, seperti budidaya pertanian organik, budidaya jamur, budidaya ikan keramba, peternakan dan lainnya.
   
"Prinsip dalam pendekatan ini adalah keseimbangan ruang untuk pembangunan, perlindungan dan kesejahteraan masyarakat, legalisasi dan akses masyarakat lokal, tanggungjawab pengelolaan bersama," katanya.
   
Program pendekatan juga harus dapat membangun rasa kepemilikan terhadap kawasan tersebut, serta memanfaatkan kawasan lindung yang berkelanjutan, mengoptimalkan jasa-jasa lingkungan dan melakukan promosi terhadap potensi produk unggulan, katanya.
 

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018