Singkawang (Antaranews Kalbar) - Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Singkawang mencatat 22 kasus demam berdarah dengue (DBD), khususnya pada awal 2019.
"Jumlah ini merupakan laporan dari pihak rumah sakit dan puskesmas," kata Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Singkawang, A Kismed, di Singkawang, Selasa.
Ia menyebut dari angka itu, tidak ada penderita yang meninggal dunia.
Mereka yang terkena DBD, katanya, rata-rata anak usia sekolah, seperti anak usia 5-15 tahun tercatat 15 orang, usia 1-5 tahun tercatat tiga orang, dan usia di atas 15 tahun tercatat tiga orang.
Berdasarkan data setiap tahunnya, kata Kismed, kasus DBD yang paling banyak ditemukan di Kecamatan Singkawang Selatan dan Tengah.
"Untuk Kecamatan Singkawang Selatan adalah Kelurahan Sedau, sedangkan Kecamatan Singkawang Tengah adalah Kelurahan Roban," ujarnya.
Untuk mencegah penyebaran penyakit itu, diharapkan masyarakat selalu memperhatikan kebersihan lingkungan, terutama saat musim pancaroba seperti sekarang ini.
"Pastikan tidak ada tempat-tempat penampungan air yang dapat membuat nyamuk bertelur dan berkembang biak, sehingga pemberantasan nyamuk tidak hanya dilakukan di dalam rumah saja, tapi juga di sekitar lingkungan rumah," katanya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang Djoko Suratmiarjo mengatakan pihaknya sudah melakukan upaya penanggulangan dan pencegahan penyakit DBD.
"Jika ada kasus langsung kita tangani untuk melakukan epidemologi di rumah penderita, kemudian kita pantau jarak 100 meter dari rumah si penderita. Jika ada satu kasus saja (penderita DBD lain atau terduga atau lima persen saja ditemukan ada jentik-jentik di dalam rumahnya, red.), maka tindakan yang akan dilakukan adalah `fogging` (pengasapan, red.)," katanya.
Akan tetapi, lanjutnya, jika tidak memenuhi kriteria di atas maka rumah penderita yang bersangkutan cukup diberikan abatisasi dan penyuluhan.
Upaya pencegahan, kata dia, sebagai hal penting ketimbang memberikan penanganan. Upaya pencegahan sudah dilakukan sejak Januari 2017.
Khusus daerah yang selalu ada kasus DBD, pihaknya mendorong masyarakat menggalakkan gerakan 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) apabila memasuki musim penghujan.
Di samping itu, katanya, pemberian abatisasi dalam setahun empat kali mengingat abate hanya efektif sampai tiga bulan.
"Pemberian abatasisasi ini kita gunakan para kader, karena sasarannya bukan hanya pada rumah tapi juga sekolah-sekolah," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Jumlah ini merupakan laporan dari pihak rumah sakit dan puskesmas," kata Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Singkawang, A Kismed, di Singkawang, Selasa.
Ia menyebut dari angka itu, tidak ada penderita yang meninggal dunia.
Mereka yang terkena DBD, katanya, rata-rata anak usia sekolah, seperti anak usia 5-15 tahun tercatat 15 orang, usia 1-5 tahun tercatat tiga orang, dan usia di atas 15 tahun tercatat tiga orang.
Baca juga: Wisatawan Eropa - Amerika sensitif DBD
Berdasarkan data setiap tahunnya, kata Kismed, kasus DBD yang paling banyak ditemukan di Kecamatan Singkawang Selatan dan Tengah.
"Untuk Kecamatan Singkawang Selatan adalah Kelurahan Sedau, sedangkan Kecamatan Singkawang Tengah adalah Kelurahan Roban," ujarnya.
Untuk mencegah penyebaran penyakit itu, diharapkan masyarakat selalu memperhatikan kebersihan lingkungan, terutama saat musim pancaroba seperti sekarang ini.
"Pastikan tidak ada tempat-tempat penampungan air yang dapat membuat nyamuk bertelur dan berkembang biak, sehingga pemberantasan nyamuk tidak hanya dilakukan di dalam rumah saja, tapi juga di sekitar lingkungan rumah," katanya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang Djoko Suratmiarjo mengatakan pihaknya sudah melakukan upaya penanggulangan dan pencegahan penyakit DBD.
Baca juga: Dinkes Pontianak ajak masyarakat cegah DBD
"Jika ada kasus langsung kita tangani untuk melakukan epidemologi di rumah penderita, kemudian kita pantau jarak 100 meter dari rumah si penderita. Jika ada satu kasus saja (penderita DBD lain atau terduga atau lima persen saja ditemukan ada jentik-jentik di dalam rumahnya, red.), maka tindakan yang akan dilakukan adalah `fogging` (pengasapan, red.)," katanya.
Akan tetapi, lanjutnya, jika tidak memenuhi kriteria di atas maka rumah penderita yang bersangkutan cukup diberikan abatisasi dan penyuluhan.
Upaya pencegahan, kata dia, sebagai hal penting ketimbang memberikan penanganan. Upaya pencegahan sudah dilakukan sejak Januari 2017.
Khusus daerah yang selalu ada kasus DBD, pihaknya mendorong masyarakat menggalakkan gerakan 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) apabila memasuki musim penghujan.
Baca juga: Dinkes Pontianak fokus berantas perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti
Di samping itu, katanya, pemberian abatisasi dalam setahun empat kali mengingat abate hanya efektif sampai tiga bulan.
"Pemberian abatasisasi ini kita gunakan para kader, karena sasarannya bukan hanya pada rumah tapi juga sekolah-sekolah," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019