Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yambise saat melakukan kunjungan kerjanya di Pontianak, Kalbar, Senin, mengatakan, pihaknya mendorong penyelesaian kasus penganiayaan Au (pelajar SMP) dengan UU Perlindungan Anak.
"Saya sudah ingatkan pada Kejari Pontianak, agar penyelesaian kasus tersebut dengan UU No. 35/2014 atas perubahan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak," kata Yohana Susana Yambise di Pontianak.
Ia menjelaskan, dalam UU tersebut pasti akan ada "diversi" (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana) dan mediasi karena dalam UU Perlindungan Anak, yang hukumannya dibawah tujuh tahun sudah pasti dilakukan diversi dan mediasi.
"Hari ini saya sudah ketemu dengan ketiga terduga pelaku, dan intinya kasus ini viral gara-gara industri digital sehingga sangat mempengaruhi perilaku anak-anak," ucapnya.
Ia menambahkan, dari hasil pertemuan tadi, pelaku bukan termasuk anak-anak yang nakal dan hanya terpengaruh sesama teman sehingga bisa melakukan itu. "Saya sampaikan intinya kami merangkul anak tanpa diskriminasi, baik terhadap pelaku mau pun korban," ujarnya.
Menurut dia, anak-anak harus dilindungi oleh negara karena mereka masih mempunyai masa depan yang panjang. "Kami harus merangkul keduanya, baik itu korban dan pelaku, karena kami yang membuat UU Perlindungan Anak tersebut. Dan fokus kami dalam hal ini pencegahan agar hal-hal ini jangan sampai terjadi kembali dikemudian hari," tuturnya.
Dia tetap memberikan semangat kepada anak-anak tersebut, karena mereka masih punya masa depan yang panjang, dan mereka harus berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi, sehingga fokus pada belajar dalam mencapai cita-citanya.
Sementara itu, Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Muhammad Anwar Nasir mengatakan, terhitung hari ini (Senin, 15/4) pihaknya sudah meningkatkan penanganan kasus hukum dugaan penganiayaan pelajar SMP oleh tiga siswa SMA menjadi P21 atau berkas perkaranya sudah lengkap sehingga segera dilimpahkan ke Kejari Pontianak.
"Dengan ditetapkannya P21, maka kami siap-siap akan melimpahkan kasus ini ke Kejari Pontianak, yakni melimpahkan barang bukti dan termasuk tiga ABH (anak berhadapan hukum)," ujarnya.
Ia menjelaskan, pelimpahan kasus tersebut, tinggal menunggu koordinasi dengan Kejari Pontianak. "Begitu pihak Kejari Pontianak sudah siap, maka kasusnya segera kami limpahkan," ungkapnya.
Sebelumnya, Polresta Pontianak, Rabu malam (10/4) telah menetapkan tiga terduga penganiayaan menjadi ABH (anak berhadapan hukum), yakni masing-masing berinisial FA atau Ll, TP atau Ar dan NN atau Ec (siswa SMA) atas dugaan kasus penganiayaan seorang pelajar SMP Au di Kota Pontianak.
Kepala Bidang Dokkes Polda Kalbar, Kombes (Pol) dr Sucipto mengatakan, dari hasil pemeriksaan dokter, hasilnya tidak seperti yang diberikan di media sosial yang menyatakan pada area sensitifnya dianiaya.
"Intinya masih utuh, tidak ada robekan atau luka, dan tidak ada trauma fisik pada area sensitif tersebut," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Saya sudah ingatkan pada Kejari Pontianak, agar penyelesaian kasus tersebut dengan UU No. 35/2014 atas perubahan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak," kata Yohana Susana Yambise di Pontianak.
Ia menjelaskan, dalam UU tersebut pasti akan ada "diversi" (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana) dan mediasi karena dalam UU Perlindungan Anak, yang hukumannya dibawah tujuh tahun sudah pasti dilakukan diversi dan mediasi.
"Hari ini saya sudah ketemu dengan ketiga terduga pelaku, dan intinya kasus ini viral gara-gara industri digital sehingga sangat mempengaruhi perilaku anak-anak," ucapnya.
Ia menambahkan, dari hasil pertemuan tadi, pelaku bukan termasuk anak-anak yang nakal dan hanya terpengaruh sesama teman sehingga bisa melakukan itu. "Saya sampaikan intinya kami merangkul anak tanpa diskriminasi, baik terhadap pelaku mau pun korban," ujarnya.
Menurut dia, anak-anak harus dilindungi oleh negara karena mereka masih mempunyai masa depan yang panjang. "Kami harus merangkul keduanya, baik itu korban dan pelaku, karena kami yang membuat UU Perlindungan Anak tersebut. Dan fokus kami dalam hal ini pencegahan agar hal-hal ini jangan sampai terjadi kembali dikemudian hari," tuturnya.
Dia tetap memberikan semangat kepada anak-anak tersebut, karena mereka masih punya masa depan yang panjang, dan mereka harus berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi, sehingga fokus pada belajar dalam mencapai cita-citanya.
Sementara itu, Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Muhammad Anwar Nasir mengatakan, terhitung hari ini (Senin, 15/4) pihaknya sudah meningkatkan penanganan kasus hukum dugaan penganiayaan pelajar SMP oleh tiga siswa SMA menjadi P21 atau berkas perkaranya sudah lengkap sehingga segera dilimpahkan ke Kejari Pontianak.
"Dengan ditetapkannya P21, maka kami siap-siap akan melimpahkan kasus ini ke Kejari Pontianak, yakni melimpahkan barang bukti dan termasuk tiga ABH (anak berhadapan hukum)," ujarnya.
Ia menjelaskan, pelimpahan kasus tersebut, tinggal menunggu koordinasi dengan Kejari Pontianak. "Begitu pihak Kejari Pontianak sudah siap, maka kasusnya segera kami limpahkan," ungkapnya.
Sebelumnya, Polresta Pontianak, Rabu malam (10/4) telah menetapkan tiga terduga penganiayaan menjadi ABH (anak berhadapan hukum), yakni masing-masing berinisial FA atau Ll, TP atau Ar dan NN atau Ec (siswa SMA) atas dugaan kasus penganiayaan seorang pelajar SMP Au di Kota Pontianak.
Kepala Bidang Dokkes Polda Kalbar, Kombes (Pol) dr Sucipto mengatakan, dari hasil pemeriksaan dokter, hasilnya tidak seperti yang diberikan di media sosial yang menyatakan pada area sensitifnya dianiaya.
"Intinya masih utuh, tidak ada robekan atau luka, dan tidak ada trauma fisik pada area sensitif tersebut," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019