Direktur Puskepi, Sofyano Zakaria menyatakan, ada pihak swasta yang diduga mengincar bisnis avtur yang selama ini dilayani oleh BUMN PT Pertamina.

"Bisnis avtur dinegeri ini selama ini dilayani oleh BUMN Pertamina, karenanya tidak tertutup kemungkinan ada pihak swasta yang mengincar bisnis ini, apalagi ketika soal harga jual dipermasalahkan," kata Sofyano Zakaria dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Kamis.

Hal ini terindikasi dari adanya suara-suara yang mempermasalahkan soal harga avtur Pertamina yang selama ini sudah mengikuti Keputusan Menteri ESDM Nomor 17K/10/MEM/2019 tanggal 1 Februari 2019 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakat Minyak Umum Jenis Avtur  yang disalurkan melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.

Badan usaha apapun tanpa terkecuali BUMN Pertamina pasti menetapkan harga jual avtur mengacu kepada ketentuan yang ditetapkan pemerintah yaitu Kepmen ESDM Nomor 17K tahun 2019 tersebut, katanya.

"Jika Pertamina menetapkan harga jual avtur diatas ketentuan tersebut sudah pasti akan mendapat peringatan dari pemerintah, oleh karenanya menyatakan bahwa harga jual avtur Pertamina mahal tentunya itu bisa diartikan menyatakan Kepmen ESDM tersebut yang bermasalah," ungkapnya.

Untuk diketahui, harga jual avtur di beberapa bandara baik dalam negeri maupun diluar negeri, perbandingan harga jual (Posting Price) Avtur/liter (ralam rupiah) rata September 2019, diantaranya Narita Rp14.647,20; kemudian di Manila Rp12.200; Sentani Rp11.923,43; Singapore Rp10.853,95; Hongkong Rp10.102,81; Denpasar Rp9.772,58; Kuala Lumpur Rp9.594,29; Surabaya Rp9.585,07; Bangkok Rp9.267.17; Jakarta Cengkareng Rp8.658,55.

Komponen pada harga avtur di negeri ini juga sangat berbeda dengan Singapura. Pada avtur Pertamina ada komponen PPN sebesar 10 persen, tak hanya itu, avtur yang dijual Pertamina masih dibebani PPh dan Iuran BPH Migas, katanya.

Pajak dan pungutan tersebut tidak ada  di Singapura. "Hal ini lah yang bisa membuat harga BBM apapun jadi lebih mahal. Namun demikian kenyataannya dari posting price harga avtur, misalnya pada bulan september 2019 terbukti harga avtur Pertamina tidaklah mahal sebagaimana dipermasalahkan oleh Menhub," ujarnya.

Terkait harga avtur, untuk Posting Price avtur atau pun untuk jenis BBM umum lainnya seperti solar non subsidi industri marine, sangat biasa pada transaksi yang terjadi masih bisa ada diskon dan ini bisa tergantung hasil nego, volume, dan cara pembayaran. 

Jadi harga transaksi bisa lebih rendah dari harga posting tersebut. Namun untuk di Indonesia harga itu masih harus ditambah PPn, PPh dan iuran BPH Migas, sementara di luar negeri tidak  ada biaya-biaya tersebut. "Jadi pajak dan pungutan itulah yang sesungguhnya bikin harga avtur di negeri ini jadi mahal dan ini justru timbul akibat kebijakan pemerintah, bukan semata disebabkan oleh pebisnis avtur itu sendiri," kata Sofyano.

Soal harga avtur juga sangat berpengaruh dengan volume pembelian dan lokasi bandara. Sebagai contoh, kata dia, di Singapura penjualan avtur sehari mencapai 14.500 kiloliter dengan lokasi kilang berjarak 10 kilometer yang disalurkan lewat pipa. Sementara di Indonesia, sehari penjualan 15.000 KL dengan  jumlah penyebaran 68 titik penjualan/DPPU yang  tersebar di berbagai daerah. 

Dia menambahkan, harus diingat juga bahwa penyaluran avtur di daerah daerah remote dengan volume kecil ini juga membuat biaya penyaluran menjadi mahal, dan ini tidak terjadi di luar negeri apalagi seperti di Singapura. Jadi menurut dia, wajar saja jika harga untuk itu agak sedikit mahal dari Singapura.

"Menteri perhubungan sebaiknya memahami hal hal ini dan tidak terburu terburu bicara akan mencari pemain baru avtur yang ini bisa terkesan sebagai mengancam BUMN Pertamina jika tak bisa turunkan harga jual avtur," katanya.

Selain itu, Menteri BUMN pun harus pula bersikap bijak terhadap hal ini sehingga tidak membuat peran BUMN Pertamina menjadi bermasalah apalagi penyediaan avtur di seluruh wilayah negeri ini sudah lama bisa terwujud karena peran BUMN dan selama ini tak ada swasta yang mau melirik bisnis ini . 

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019