Di sebelah Utara Provinsi Kalimantan Barat, terdapat satu ladang minyak dan gas yang nilai cadangan gasnya terbesar di Indonesia.
Pertama kali ditemukan oleh Agip, perusahaan migas asal Italia yang mengumumkan telah menemukan cadangan gas di blok East Natuna, pada tahun 1973. East Natuna atau yang dulu bernama Natuna D-Alpha dinilai tidak ekonomis karena kandungan CO2 yang tinggi.
Tahun 1980, pengelolaan blok yang ada di perbatasan Laut China Selatan itu diambil alih Exxon. Namun pada 2007, Exxon mengembalikan pengelolaannya ke pemerintah dengan alasan yang sama. Tidak ekonomis.
Berdasarkan berbagai sumber, cadangan minyak di Blok East Natuna mencapai 318 juta standar tangki barel (mmstb). Potensi gasnya lebih banyak yakni 222 triliun kaki kubik (TCF). Cadangan gas terbuktinya sebesar 46 TCF.
Dapat dibandingkan dengan Blok Mahakam di Kalimantan Timur yang cadangannya mencapai 29,85 TCF. Tapi saat ini gas di East Natuna sulit dikembangkan karena kandungan CO2 dalam sumber daya ini terhitung tinggi, yaitu sebesar 72 persen. Dampaknya tentu saja ke biaya yang harus dikeluarkan untuk investasi di sektor gas tersebut.
Blok East Natuna, secara posisi lebih dekat dengan Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Ketimbang dengan Kepulauan Riau, selaku induk dari Kabupaten Natuna. Titik terdekat daratan Kalimantan dengan Natuna ada di Kabupaten Sambas, tepatnya di Desa Temajuk, Kecamatan Paloh.
Paloh merupakan salah satu daerah dengan pantai landai sepanjang puluhan kilometer yang menjadi lokasi penyu bertelur.
Setelah sekian puluh tahun ditemukan tanpa pernah di eksplorasi, nasib blok Natuna D-Alpha atau East Natuna, mulai menunjukkan rencana yang lebih pasti. Pertamina selaku pemegang pengelolaan satu-satunya di blok tersebut, akan menggandeng mitra yang memiliki teknologi untuk memisahkan karbondioksida dan gas.
Bahkan, telah disiapkan satu skema jangka panjang pembangunan jaringan gas lintas Kalimantan, mulai dari Blok East Natuna, Kota Pontianak (Kalbar), hingga Banjarmasin (Kalsel). Total panjangnya 1.697 kilometer.
Kebutuhan Strategis
Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, Fanshurullah Asa menuturkan, pembangunan jaringan gas lintas Kalimantan untuk memenuhi kebutuhan dan pemerataan penggunaan energi bagi masyarakat di wilayah tersebut.
Selain itu, isu pemindahan ibu kota ke Provinsi Kalimantan Timur, perlu disikapi secara cepat dan tepat terutama dalam memenuhi kebutuhan energi di masa datang.
Sementara sesuai UU No 22 Tahun 2001, BPH Migas mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa, dalam suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi BBM yang ditetapkan pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.
Selain itu, BPH Migas juga berperan untuk pengaturan, penetapan dan pengawasan pengusahaan gas bumi melalui pipa pada ruas transmisi dan pada wilayah jaringan distribusi melalui lelang berdasarkan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional.
Menurut Ifan, panggilan akrabnya, berdasarkan neraca gas 2018 - 2019, kebutuhan dan pasokan gas di Kalimantan terbilang tinggi. "Pembangunan jaringan gas ini juga untuk konversi energi dari batubara dan solar ke gas bumi," ujar dia.
Dalam sebuah kajian, terdapat potensi kenaikan permintaan hingga 95 persen dari yang sudah terpasang jika pemindahan ibu kota terealisasi.
Negara Gas Bumi Indonesia 2018 - 2027 menunjukkan bahwa kebutuhan gas di Kalimantan mencapai 622,51 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day) atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari (gas). Sedangkan bila terjadi pemindahan ibu kota dan pembangunan kawasan industri terwujud, termasuk perubahan konsumsi energi masyarakat ke gas, maka kebutuhan minimal menjadi 1.214,92 MMSCFD dan maksimal 1.354,12 MMSCFD.
Faktor lainnya, ada potensi kelebihan 40 kargo LNG (gas alam cair) siap ekspor hingga tahun 2025 dari Bontang dan Tangguh karena tidak ada pembeli.
Lebih Murah
Dalam sebuah survei yang dirilis BPH Migas, ada perbedaan yang cukup mencolok dari penggunaan elpiji tabung dengan jaringan gas.
Misalnya untuk rata-rata survei elpiji tiga kilogram, konsumsi rumah tangga berkisar tiga tabung per bulan, dengan harga rata-rata Rp22 ribuan. Artinya, dalam satu bulan menggunakan elpiji tiga kilogram, pengeluaran hampir Rp70 ribu untuk keperluan sehari-hari.
Sedangkan kalau menggunakan jaringan gas (jargas), kebutuhannya sekitar 12 meter kubik gas, dengan harga per meter kubik adalah Rp4.129. Sehingga pengeluaran dalam satu bulan menggunakan jargas adalah Rp49.548. Artinya, ada penghematan sekitar Rp18 ribu.
Apabila menggunakan tabung ukuran elpiji 12 kilogram, maka asumsi kebutuhan sebulan satu tabung, harganya Rp165ribu. Kalau menggunakan jargas, elpiji 12 kilogram setara 16 meter kubik gas. Harga per meter kubik Rp5.538, maka pengeluaran per bulan Rp88.608. Atau terjadi penghematan sebesar Rp76.147,00 jika dibandingkan elpiji gas tabung.
Keuntungan lainnya, menggunakan jargas lebih aman karena tekanan gas bumi lebih rendah dibandingkan tekanan elpiji. Selain itu, pelanggan mendapat kepastian, kemudahan dan jaminan pasokan gas yang lebih aman dan andal.
Untuk jargas lintas Kalimantan, berdasarkan rencana yang disampaikan BPH Migas, terbagi dalam beberapa bagian utama. Misalnya dari Bontang ke Banjarmasin, sepanjang 522 kilometer, telah ada pemenang lelang bagi pembangun transmisi pipanya yakni PT Bakrie & Brothers.
Sementara dari Banjarmasin ke Palangkaraya, panjang transmisi pipa yang akan dibangun 192 kilometer, namun belum ada pemenang lelang. Begitu juga dari Palangkaraya ke Pontianak sepanjang 1.018 kilometer, dari Pontianak ke Blok East Natuna sepanjang 487 kilometer. Semua belum ada pemenang lelang. Total panjang transmisi nantinya 2.219 kilometer.
Estimasi biaya yang dibutuhkan adalah Rp34 triliun hingga Rp44 triliun. Fasilitas lain yang akan dibangun seperti terminal regasifikasi, di Pontianak dan Banjarmasin.
Meski hingga kini belum ada lelang pipa transmisi jargas lintas Kalimantan, namun setidaknya di dalam peta rencana induk jaringan transmisi gas nasional 2012 - 2025, rencana tersebut sudah termasuk.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
Pertama kali ditemukan oleh Agip, perusahaan migas asal Italia yang mengumumkan telah menemukan cadangan gas di blok East Natuna, pada tahun 1973. East Natuna atau yang dulu bernama Natuna D-Alpha dinilai tidak ekonomis karena kandungan CO2 yang tinggi.
Tahun 1980, pengelolaan blok yang ada di perbatasan Laut China Selatan itu diambil alih Exxon. Namun pada 2007, Exxon mengembalikan pengelolaannya ke pemerintah dengan alasan yang sama. Tidak ekonomis.
Berdasarkan berbagai sumber, cadangan minyak di Blok East Natuna mencapai 318 juta standar tangki barel (mmstb). Potensi gasnya lebih banyak yakni 222 triliun kaki kubik (TCF). Cadangan gas terbuktinya sebesar 46 TCF.
Dapat dibandingkan dengan Blok Mahakam di Kalimantan Timur yang cadangannya mencapai 29,85 TCF. Tapi saat ini gas di East Natuna sulit dikembangkan karena kandungan CO2 dalam sumber daya ini terhitung tinggi, yaitu sebesar 72 persen. Dampaknya tentu saja ke biaya yang harus dikeluarkan untuk investasi di sektor gas tersebut.
Blok East Natuna, secara posisi lebih dekat dengan Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Ketimbang dengan Kepulauan Riau, selaku induk dari Kabupaten Natuna. Titik terdekat daratan Kalimantan dengan Natuna ada di Kabupaten Sambas, tepatnya di Desa Temajuk, Kecamatan Paloh.
Paloh merupakan salah satu daerah dengan pantai landai sepanjang puluhan kilometer yang menjadi lokasi penyu bertelur.
Setelah sekian puluh tahun ditemukan tanpa pernah di eksplorasi, nasib blok Natuna D-Alpha atau East Natuna, mulai menunjukkan rencana yang lebih pasti. Pertamina selaku pemegang pengelolaan satu-satunya di blok tersebut, akan menggandeng mitra yang memiliki teknologi untuk memisahkan karbondioksida dan gas.
Bahkan, telah disiapkan satu skema jangka panjang pembangunan jaringan gas lintas Kalimantan, mulai dari Blok East Natuna, Kota Pontianak (Kalbar), hingga Banjarmasin (Kalsel). Total panjangnya 1.697 kilometer.
Kebutuhan Strategis
Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, Fanshurullah Asa menuturkan, pembangunan jaringan gas lintas Kalimantan untuk memenuhi kebutuhan dan pemerataan penggunaan energi bagi masyarakat di wilayah tersebut.
Selain itu, isu pemindahan ibu kota ke Provinsi Kalimantan Timur, perlu disikapi secara cepat dan tepat terutama dalam memenuhi kebutuhan energi di masa datang.
Sementara sesuai UU No 22 Tahun 2001, BPH Migas mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa, dalam suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi BBM yang ditetapkan pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.
Selain itu, BPH Migas juga berperan untuk pengaturan, penetapan dan pengawasan pengusahaan gas bumi melalui pipa pada ruas transmisi dan pada wilayah jaringan distribusi melalui lelang berdasarkan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional.
Menurut Ifan, panggilan akrabnya, berdasarkan neraca gas 2018 - 2019, kebutuhan dan pasokan gas di Kalimantan terbilang tinggi. "Pembangunan jaringan gas ini juga untuk konversi energi dari batubara dan solar ke gas bumi," ujar dia.
Dalam sebuah kajian, terdapat potensi kenaikan permintaan hingga 95 persen dari yang sudah terpasang jika pemindahan ibu kota terealisasi.
Negara Gas Bumi Indonesia 2018 - 2027 menunjukkan bahwa kebutuhan gas di Kalimantan mencapai 622,51 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day) atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari (gas). Sedangkan bila terjadi pemindahan ibu kota dan pembangunan kawasan industri terwujud, termasuk perubahan konsumsi energi masyarakat ke gas, maka kebutuhan minimal menjadi 1.214,92 MMSCFD dan maksimal 1.354,12 MMSCFD.
Faktor lainnya, ada potensi kelebihan 40 kargo LNG (gas alam cair) siap ekspor hingga tahun 2025 dari Bontang dan Tangguh karena tidak ada pembeli.
Lebih Murah
Dalam sebuah survei yang dirilis BPH Migas, ada perbedaan yang cukup mencolok dari penggunaan elpiji tabung dengan jaringan gas.
Misalnya untuk rata-rata survei elpiji tiga kilogram, konsumsi rumah tangga berkisar tiga tabung per bulan, dengan harga rata-rata Rp22 ribuan. Artinya, dalam satu bulan menggunakan elpiji tiga kilogram, pengeluaran hampir Rp70 ribu untuk keperluan sehari-hari.
Sedangkan kalau menggunakan jaringan gas (jargas), kebutuhannya sekitar 12 meter kubik gas, dengan harga per meter kubik adalah Rp4.129. Sehingga pengeluaran dalam satu bulan menggunakan jargas adalah Rp49.548. Artinya, ada penghematan sekitar Rp18 ribu.
Apabila menggunakan tabung ukuran elpiji 12 kilogram, maka asumsi kebutuhan sebulan satu tabung, harganya Rp165ribu. Kalau menggunakan jargas, elpiji 12 kilogram setara 16 meter kubik gas. Harga per meter kubik Rp5.538, maka pengeluaran per bulan Rp88.608. Atau terjadi penghematan sebesar Rp76.147,00 jika dibandingkan elpiji gas tabung.
Keuntungan lainnya, menggunakan jargas lebih aman karena tekanan gas bumi lebih rendah dibandingkan tekanan elpiji. Selain itu, pelanggan mendapat kepastian, kemudahan dan jaminan pasokan gas yang lebih aman dan andal.
Untuk jargas lintas Kalimantan, berdasarkan rencana yang disampaikan BPH Migas, terbagi dalam beberapa bagian utama. Misalnya dari Bontang ke Banjarmasin, sepanjang 522 kilometer, telah ada pemenang lelang bagi pembangun transmisi pipanya yakni PT Bakrie & Brothers.
Sementara dari Banjarmasin ke Palangkaraya, panjang transmisi pipa yang akan dibangun 192 kilometer, namun belum ada pemenang lelang. Begitu juga dari Palangkaraya ke Pontianak sepanjang 1.018 kilometer, dari Pontianak ke Blok East Natuna sepanjang 487 kilometer. Semua belum ada pemenang lelang. Total panjang transmisi nantinya 2.219 kilometer.
Estimasi biaya yang dibutuhkan adalah Rp34 triliun hingga Rp44 triliun. Fasilitas lain yang akan dibangun seperti terminal regasifikasi, di Pontianak dan Banjarmasin.
Meski hingga kini belum ada lelang pipa transmisi jargas lintas Kalimantan, namun setidaknya di dalam peta rencana induk jaringan transmisi gas nasional 2012 - 2025, rencana tersebut sudah termasuk.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019