Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching, Malaysia Yonni Triprayitno mengatakan, pencatatan perkawinan menjadi isu penting di kalangan pekerja migran Indonesia yang ada di Sarawak, Malaysia Timur, dan perlu mendapat perhatian dari para pihak terkait di Indonesia.
"Hingga saat ini KJRI di Kuching, Sarawak, mencatat sekitar 130 ribuan pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di sekitar 52 perusahaan kebun kepala sawit di seluruh wilayah Sarawak," katanya di Pontianak, Rabu.
"Jumlah itu akan kami data ulang agar diketahui jumlah dan data administrasi PMI yang valid. Untuk itu kami perlu dukungan semua pihak, termasuk dalam hal pemberian hak-hak yang harus didapat para PMI sebagai warga Indonesia. Karena kebanyakan mereka ini berada di tengah-tengah kebun sawit dan jauh dari jangkauan pelayanan," tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa kebanyakan para PMI yang bekerja di perusahaan-perusahaan kebun sawit itu untuk akses kemana-mana terasa sulit.
Bukan tidak mungkin, kata dia, bagi PMI yang sudah belasan tahun bekerja, mereka sudah menikah dan memiliki istri dan anak di Malaysia ini.
Karena itu, katanya, perlu mendapat perhatian dari berbagai instansi pemerintah Indonesia, khususnya dalam hal pendataan administrasi sah perkawinan yang menjadi kewenangan Kementerian Agama.
"Tahun ini merupakan tahun pendataan yang valid. Untuk itu, agar para pekerja kita ini bisa nyaman dan aman serta tetap legal sebagai pekerja di Serawak Malaysia kita perlu mendata, dan itu bisa dimulai dari administrasi sah perkawinan,: katanya.
Hal tersebut, kata dia, dimaksudkan agar pendataan jumlah WNI, baik itu orang tua dan anak-anak, dapat terdata.
"Dan kita bisa melindungi mereka dengan kelengkapan paspor dan dokumen lainnya hingga ke anak-anaknya yang lahir di Sarawak Malaysia," katanya.
Terkait hal itu, ia mengharapkan Kementerian Agama juga dapat mendukung pelaksanaan pembinaan Keluarga Berencana (KB) yang rencananya akan dilakukan oleh BKKBN Kalbar di wilayah Sarawak, Malaysia bagi para PMI yang ada di wilayah tersebut.
"Hal ini sangat perlu direalisasikan karena menjadi salah satu syarat keabsahan administrasi perkawinan para PMI yang membawa istri dan anak bekerja di Sarawak Malaysia. Dengan sahnya secara administrasi perkawinan itu maka BKKBN bisa masuk di dalam sosialisasi dan pembinaan keluarga berencana dan program KKBPK," katanya.
Ia menambahkan, dengan data yang valid itu juga maka dapat mempermudah membantu para PMI dalam pelayanan pendidikan, kesehatan dan pembinaan keluarga berencana yang sejahtera dan bahagia oleh BKKBN.
"Melalui dukungan Kementerian Agama ini kami berharap perkawinan antarsesama PMI di Sarawak Malaysia menjadi sah namun tidak meninggalkan peraturan perkawinan yang berlaku di Indonesia. Dengan harapan para 'pahlawan devisa' negara ini dapat merasakan bahwa pemerintah terus dapat hadir di tengah-tengah mereka," demikian Yonni Triprayitno.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Hingga saat ini KJRI di Kuching, Sarawak, mencatat sekitar 130 ribuan pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di sekitar 52 perusahaan kebun kepala sawit di seluruh wilayah Sarawak," katanya di Pontianak, Rabu.
"Jumlah itu akan kami data ulang agar diketahui jumlah dan data administrasi PMI yang valid. Untuk itu kami perlu dukungan semua pihak, termasuk dalam hal pemberian hak-hak yang harus didapat para PMI sebagai warga Indonesia. Karena kebanyakan mereka ini berada di tengah-tengah kebun sawit dan jauh dari jangkauan pelayanan," tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa kebanyakan para PMI yang bekerja di perusahaan-perusahaan kebun sawit itu untuk akses kemana-mana terasa sulit.
Bukan tidak mungkin, kata dia, bagi PMI yang sudah belasan tahun bekerja, mereka sudah menikah dan memiliki istri dan anak di Malaysia ini.
Karena itu, katanya, perlu mendapat perhatian dari berbagai instansi pemerintah Indonesia, khususnya dalam hal pendataan administrasi sah perkawinan yang menjadi kewenangan Kementerian Agama.
"Tahun ini merupakan tahun pendataan yang valid. Untuk itu, agar para pekerja kita ini bisa nyaman dan aman serta tetap legal sebagai pekerja di Serawak Malaysia kita perlu mendata, dan itu bisa dimulai dari administrasi sah perkawinan,: katanya.
Hal tersebut, kata dia, dimaksudkan agar pendataan jumlah WNI, baik itu orang tua dan anak-anak, dapat terdata.
"Dan kita bisa melindungi mereka dengan kelengkapan paspor dan dokumen lainnya hingga ke anak-anaknya yang lahir di Sarawak Malaysia," katanya.
Terkait hal itu, ia mengharapkan Kementerian Agama juga dapat mendukung pelaksanaan pembinaan Keluarga Berencana (KB) yang rencananya akan dilakukan oleh BKKBN Kalbar di wilayah Sarawak, Malaysia bagi para PMI yang ada di wilayah tersebut.
"Hal ini sangat perlu direalisasikan karena menjadi salah satu syarat keabsahan administrasi perkawinan para PMI yang membawa istri dan anak bekerja di Sarawak Malaysia. Dengan sahnya secara administrasi perkawinan itu maka BKKBN bisa masuk di dalam sosialisasi dan pembinaan keluarga berencana dan program KKBPK," katanya.
Ia menambahkan, dengan data yang valid itu juga maka dapat mempermudah membantu para PMI dalam pelayanan pendidikan, kesehatan dan pembinaan keluarga berencana yang sejahtera dan bahagia oleh BKKBN.
"Melalui dukungan Kementerian Agama ini kami berharap perkawinan antarsesama PMI di Sarawak Malaysia menjadi sah namun tidak meninggalkan peraturan perkawinan yang berlaku di Indonesia. Dengan harapan para 'pahlawan devisa' negara ini dapat merasakan bahwa pemerintah terus dapat hadir di tengah-tengah mereka," demikian Yonni Triprayitno.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020