Gubernur Kalbar Sutarmidji menyatakan bahwa data yang menyebutkan kualitas udara di Kota Pontianak masuk kategori buruk, yakni peringkat empat terburuk se-Indonesia sebagai "tidak masuk akal".
"Patut dipertanyakan lembaga itu, yang menyatakan kualitas udara Kota Pontianak buruk dan tidak layak huni, tetapi harga tanah terus meningkat. Bahkan dulunya panasnya rata-rata 32 derajat Celsius, sekarang malah di bawah 30 derajat Celsius," katanya di Pontianak, Kamis.
Lembaga data kualitas udara IQAir telah merilis mengenai kondisi kualitas udara di kota atau daerah di Indonesia dan juga kota di Asia Tenggara.
Sutarmidji menjelaskan bahwa kalau di Kota Pontianak, polusi akibat kendaraan bermotor masih jauh sehingga data itu tidak masuk akal.
"Semua komponen baik, tetapi karena satu komponen saja, yakni transportasi tidak memadai, lalu daerah tersebut dianggap tidak layak huni," katanya.
Harusnya, menurut dia, dilihat dulu kondisi jalan, transportasinya. Menurutnya permasalahan ini harus segera dipertanyakan mengapa bisa Pontianak masuk empat besar kategori udara terburuk di Indonesia.
Sebelumnya, beberapa kota di Indonesia masuk dalam daftar kota dengan kualitas udara terburuk yang dirilis lembaga data kualitas udara IQAir. Bahkan, lima kota di Indonesia menjadi kota dengan kualitas udara paling buruk di Asia Tenggara.
Kelima kota di Indonesia tersebut, yakni Kota Tangerang Selatan dengan rata-rata PM2.5 sebesar 81,3 µg/m³; kemudian Bekasi, rata-rata PM2.5 sebesar 62,6 µg/m³; Pekanbaru rata-rata PM2.5 sebesar 52,8 µg/m³; Kota Pontianak rata-rata PM2.5 sebesar 49,7 µg/m³; dan Jakarta rata-rata PM2.5 sebesar 49,4 µg/m³.
Kemudian Kota Hanoi (Vietnam) rata-rata PM2.5 sebesar 46,9 µg/m³; disusul Talawi, Sawahlunto, Sumbar (Indonesia) rata-rata PM2.5 sebesar 42,7 µg/m³; Nakhon Ratchasima (Thailand) rata-rata PM2.5 sebesar 42,2 µg/m³; Saraphi (Thailand) rata-rata PM2.5 sebesar 41,3 µg/m³; dan Surabaya (Indonesia) rata-rata PM2.5 sebesar 40,6 µg/m³.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Patut dipertanyakan lembaga itu, yang menyatakan kualitas udara Kota Pontianak buruk dan tidak layak huni, tetapi harga tanah terus meningkat. Bahkan dulunya panasnya rata-rata 32 derajat Celsius, sekarang malah di bawah 30 derajat Celsius," katanya di Pontianak, Kamis.
Lembaga data kualitas udara IQAir telah merilis mengenai kondisi kualitas udara di kota atau daerah di Indonesia dan juga kota di Asia Tenggara.
Sutarmidji menjelaskan bahwa kalau di Kota Pontianak, polusi akibat kendaraan bermotor masih jauh sehingga data itu tidak masuk akal.
"Semua komponen baik, tetapi karena satu komponen saja, yakni transportasi tidak memadai, lalu daerah tersebut dianggap tidak layak huni," katanya.
Harusnya, menurut dia, dilihat dulu kondisi jalan, transportasinya. Menurutnya permasalahan ini harus segera dipertanyakan mengapa bisa Pontianak masuk empat besar kategori udara terburuk di Indonesia.
Sebelumnya, beberapa kota di Indonesia masuk dalam daftar kota dengan kualitas udara terburuk yang dirilis lembaga data kualitas udara IQAir. Bahkan, lima kota di Indonesia menjadi kota dengan kualitas udara paling buruk di Asia Tenggara.
Kelima kota di Indonesia tersebut, yakni Kota Tangerang Selatan dengan rata-rata PM2.5 sebesar 81,3 µg/m³; kemudian Bekasi, rata-rata PM2.5 sebesar 62,6 µg/m³; Pekanbaru rata-rata PM2.5 sebesar 52,8 µg/m³; Kota Pontianak rata-rata PM2.5 sebesar 49,7 µg/m³; dan Jakarta rata-rata PM2.5 sebesar 49,4 µg/m³.
Kemudian Kota Hanoi (Vietnam) rata-rata PM2.5 sebesar 46,9 µg/m³; disusul Talawi, Sawahlunto, Sumbar (Indonesia) rata-rata PM2.5 sebesar 42,7 µg/m³; Nakhon Ratchasima (Thailand) rata-rata PM2.5 sebesar 42,2 µg/m³; Saraphi (Thailand) rata-rata PM2.5 sebesar 41,3 µg/m³; dan Surabaya (Indonesia) rata-rata PM2.5 sebesar 40,6 µg/m³.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020