Anggota Komisi IX DPR RI Dapil Kalbar 1, Alifudin menilai program kartu pra kerja perlu dialihkan ke program lain karena dengan pola yang ada dan kondisi saat ini tidak tepat sehingga menjadi polemik.
"Pola rekrutmen dan teknis serta materi dalam kartu pra kerja menjadi persoalan dan polemik. Apalagi di kondisi wabah COVID-19 ini, sebaiknya perlu dialihkan," ujarnya di Pontianak, Senin.
Ia menambahkan jangan sampai dengan pola yang ada, bukan malam menguntungkan namun merugikan. Kejelasan teknis rekrutmen dan siapa saja penerima masih belum sepenuhnya tepat.
"Lebih baik fokus saja dulu bagaimana penanganan terhadap dampak COVID-19. Kita tahu banyak yang dirumahkan dan di PHK. Apalagi kondisi perusahaan saja saat ini ada tutup dan mengurangi jam kerja. Kalau saat waktu normal boleh saja lanjutkan namun harus pola yang jelas," kata dia.
Selain soal kartu pra kerja yang menjadi sorotannya yakni kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang bisa membebani masyarakat.
"Kalau dinaikkan sekarang kondisi sangat tidak tepat. Di tengah masyarakat kena PHK dan lainnya, iuran BPJS naik maka itu membebani," papar dia.
Ia menyebutkan semua pasti terdampak terhadap kenaikan iuran BPJS. Bahkan paling terdampak adalah masyarakat kecil dan pedagang.
"Secara angka anggap tidak terlalu besar. Namun satu keluarga 5 orang dan Rp100 ribu per orang maka harus dikeluarkan Rp500 ribu sebulan dan itu sangat besar," kata dia.
Saat ini secara sosial dan psikologis masih berat dampak wabah COVID-19. Apalagi ditambah kenaikan iuran. Ia menilai bahwa pemerintah lebih baik melakukan reformasi tata kelola daripada menaikkan iuran BPJS Kesehatan dinaikkan sehingga tidak menambah beban masyarakat.
Politisi PKS Kalbar itu menambahkan bahwa reformasi tata kelola dan manajemen BPJS secara keseluruhan jauh lebih penting karena persoalan mendasar nya pada tata kelola.
"Persoalan mendasar dari BPJS adalah perlunya perbaikan manajemen dan tata kelola secara keseluruhan yang mestinya dibenahi, bukan menambah masalah baru. Dengan menaikkan iuran selama ini sudah terjadi beberapa kali penyesuaian tapi nyatanya masih terus defisit," jelasnya.
Baca juga: Komisi IX DPR-RI tinjau langsung kegiatan BKKBN Kalbar
Baca juga: Komisi IX dan BKKBN sepakat memberikan honor pada PKB non-PNS
Baca juga: Legislator Kalbar: Lebih baik reformasi tata kelola BPJS Kesehatan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Pola rekrutmen dan teknis serta materi dalam kartu pra kerja menjadi persoalan dan polemik. Apalagi di kondisi wabah COVID-19 ini, sebaiknya perlu dialihkan," ujarnya di Pontianak, Senin.
Ia menambahkan jangan sampai dengan pola yang ada, bukan malam menguntungkan namun merugikan. Kejelasan teknis rekrutmen dan siapa saja penerima masih belum sepenuhnya tepat.
"Lebih baik fokus saja dulu bagaimana penanganan terhadap dampak COVID-19. Kita tahu banyak yang dirumahkan dan di PHK. Apalagi kondisi perusahaan saja saat ini ada tutup dan mengurangi jam kerja. Kalau saat waktu normal boleh saja lanjutkan namun harus pola yang jelas," kata dia.
Selain soal kartu pra kerja yang menjadi sorotannya yakni kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang bisa membebani masyarakat.
"Kalau dinaikkan sekarang kondisi sangat tidak tepat. Di tengah masyarakat kena PHK dan lainnya, iuran BPJS naik maka itu membebani," papar dia.
Ia menyebutkan semua pasti terdampak terhadap kenaikan iuran BPJS. Bahkan paling terdampak adalah masyarakat kecil dan pedagang.
"Secara angka anggap tidak terlalu besar. Namun satu keluarga 5 orang dan Rp100 ribu per orang maka harus dikeluarkan Rp500 ribu sebulan dan itu sangat besar," kata dia.
Saat ini secara sosial dan psikologis masih berat dampak wabah COVID-19. Apalagi ditambah kenaikan iuran. Ia menilai bahwa pemerintah lebih baik melakukan reformasi tata kelola daripada menaikkan iuran BPJS Kesehatan dinaikkan sehingga tidak menambah beban masyarakat.
Politisi PKS Kalbar itu menambahkan bahwa reformasi tata kelola dan manajemen BPJS secara keseluruhan jauh lebih penting karena persoalan mendasar nya pada tata kelola.
"Persoalan mendasar dari BPJS adalah perlunya perbaikan manajemen dan tata kelola secara keseluruhan yang mestinya dibenahi, bukan menambah masalah baru. Dengan menaikkan iuran selama ini sudah terjadi beberapa kali penyesuaian tapi nyatanya masih terus defisit," jelasnya.
Baca juga: Komisi IX DPR-RI tinjau langsung kegiatan BKKBN Kalbar
Baca juga: Komisi IX dan BKKBN sepakat memberikan honor pada PKB non-PNS
Baca juga: Legislator Kalbar: Lebih baik reformasi tata kelola BPJS Kesehatan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020