Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Singkawang Provinsi Kalimantan Barat Muslimin menyerahkan surat pencatatan ciptaan (SPC) kepada Libertus B Merep yang telah berhasil menghasilkan karya lagu daerah.
"SPC ini diberikan dalam rangka perlindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta," kata Muslimin di Singkawang, Sabtu.
Dia mengatakan, selama Kantor Dinas Perindagkop dan UKM Singkawang berdiri dan selama dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas selama 1,5 tahun, ini baru yang pertama kalinya Pemkot Singkawang mendapat penghargaan dari Kementerian Hukum dan HAM melalui Dirjen Kekayaan Intelektual untuk memberikan penghargaan atau sertifikat kepada Libertus karena telah menciptakan lagu daerah khas dayak.
"Berdasarkan kepingan CD yang diberikan Libertus ke saya, dalam satu album ada 15 lagu, 12 lagu diantaranya merupakan lagu dayak dan tiga lagu dengan bahasa Indonesia," ujarnya.
Dia berharap agar penghargaan atau sertifikat yang diberikan oleh Kemenkum dan HAM kepada Libertus dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
"Kami selaku dinas juga sudah bekerjasama dengan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM, dimana sesuai instruksi Presdien RI Joko Widodo bahwa setiap kementerian agar mendorong daerah-daerah untuk mengusulkan atau membuat kreasi-kreasi dari daerah harus dibuatkan hak ciptanya," katanya.
Dengan pemberian SPC ini diharapkan bisa semakin memberikan semangat dan motivasi kepada Libertus dalam berkarya.
"Harapan saya ini merupakan sebuah tonggak sejarah karena baru yang pertama kalinya Singkawang mendapatkan penghargaan dari Kemenkum dan HAM terkait hak cipta. Dan mudah-mudahan ada pelaku-pelaku lainnya yang akan mengajukan atau mengusulkan hak cipta. Kami dari dinas akan mencoba untuk membantu dan memfasilitasi sesuai dengan kemampuan kami," jelasnya.
Pencipta lagu,Libertus B Merep menceritakan hasil karya lagu yang diciptakannya berawal dari keinginan almarhum ibunya.
"Pada waktu itu, ibu saya meminta agar saya bisa membuat lagu seperti Ebiet G Ade. Kebetulan ibu saya memang suka mendengar lagu Ebiet," katanya.
Mendengar permintaan itu, pria yang sekarang ini menjabat sebagai Staf Ahli Wali Kota Singkawang ini merasa tidak yakin, karena memang tidak punya kemampuan di bidang itu. "Tapi ibu saya terus mendesak, agar saya harus mencoba," ujarnya.
Permintaan itu tentu saja selalu menjadi pikirannya setiap saat. Dan akhirnya dia pun mencoba untuk membuat sebuah lagu yang diambil dari lagu Nikita Willy dengan mengubah liriknya.
"Musiknya tetap, hanya kata-katanya yang saya ubah dan lagu itu memang khusus saya buat untuk ulang tahun ibu saya ke-81," ujarnya.
Diakui mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup Singkawang ini, ibunya senang ketika mendengar lagu ciptaannya. "Akhirnya saya merasa penasaran dan berpikiran mungkin memang bisa menciptakan lagu," ungkapnya.
Akhirnya, sambil bekerja di kebun sawit, dia pun mencoba membuat lagu yang kedua kalinya yang berjudul Bumi Hanya Satu.
"Kalau tidak salah pernah di publis seorang wartawan sekitar tahun 2012," jelasnya.
Lagu itu dibuat, mengingat di Indonesia banyak bencana seperti gempa, tsunami dan gunung meletus. Bencana alam itu menurutnya adalah ulah dari manusia.
"Sehingga lahirlah lagu Bumi Hanya Satu, setelah itu lahir lagi lagu Kebun Tuah Jubata. Tuah itu berkat, kalau jubata dalam bahasa Indonesianya Tuhan. Lama kelamaan, saya menjadi merasa tertarik untuk membuat lagu sampai akhirnya berhasil membuat sebanyak 50.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"SPC ini diberikan dalam rangka perlindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta," kata Muslimin di Singkawang, Sabtu.
Dia mengatakan, selama Kantor Dinas Perindagkop dan UKM Singkawang berdiri dan selama dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas selama 1,5 tahun, ini baru yang pertama kalinya Pemkot Singkawang mendapat penghargaan dari Kementerian Hukum dan HAM melalui Dirjen Kekayaan Intelektual untuk memberikan penghargaan atau sertifikat kepada Libertus karena telah menciptakan lagu daerah khas dayak.
"Berdasarkan kepingan CD yang diberikan Libertus ke saya, dalam satu album ada 15 lagu, 12 lagu diantaranya merupakan lagu dayak dan tiga lagu dengan bahasa Indonesia," ujarnya.
Dia berharap agar penghargaan atau sertifikat yang diberikan oleh Kemenkum dan HAM kepada Libertus dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
"Kami selaku dinas juga sudah bekerjasama dengan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM, dimana sesuai instruksi Presdien RI Joko Widodo bahwa setiap kementerian agar mendorong daerah-daerah untuk mengusulkan atau membuat kreasi-kreasi dari daerah harus dibuatkan hak ciptanya," katanya.
Dengan pemberian SPC ini diharapkan bisa semakin memberikan semangat dan motivasi kepada Libertus dalam berkarya.
"Harapan saya ini merupakan sebuah tonggak sejarah karena baru yang pertama kalinya Singkawang mendapatkan penghargaan dari Kemenkum dan HAM terkait hak cipta. Dan mudah-mudahan ada pelaku-pelaku lainnya yang akan mengajukan atau mengusulkan hak cipta. Kami dari dinas akan mencoba untuk membantu dan memfasilitasi sesuai dengan kemampuan kami," jelasnya.
Pencipta lagu,Libertus B Merep menceritakan hasil karya lagu yang diciptakannya berawal dari keinginan almarhum ibunya.
"Pada waktu itu, ibu saya meminta agar saya bisa membuat lagu seperti Ebiet G Ade. Kebetulan ibu saya memang suka mendengar lagu Ebiet," katanya.
Mendengar permintaan itu, pria yang sekarang ini menjabat sebagai Staf Ahli Wali Kota Singkawang ini merasa tidak yakin, karena memang tidak punya kemampuan di bidang itu. "Tapi ibu saya terus mendesak, agar saya harus mencoba," ujarnya.
Permintaan itu tentu saja selalu menjadi pikirannya setiap saat. Dan akhirnya dia pun mencoba untuk membuat sebuah lagu yang diambil dari lagu Nikita Willy dengan mengubah liriknya.
"Musiknya tetap, hanya kata-katanya yang saya ubah dan lagu itu memang khusus saya buat untuk ulang tahun ibu saya ke-81," ujarnya.
Diakui mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup Singkawang ini, ibunya senang ketika mendengar lagu ciptaannya. "Akhirnya saya merasa penasaran dan berpikiran mungkin memang bisa menciptakan lagu," ungkapnya.
Akhirnya, sambil bekerja di kebun sawit, dia pun mencoba membuat lagu yang kedua kalinya yang berjudul Bumi Hanya Satu.
"Kalau tidak salah pernah di publis seorang wartawan sekitar tahun 2012," jelasnya.
Lagu itu dibuat, mengingat di Indonesia banyak bencana seperti gempa, tsunami dan gunung meletus. Bencana alam itu menurutnya adalah ulah dari manusia.
"Sehingga lahirlah lagu Bumi Hanya Satu, setelah itu lahir lagi lagu Kebun Tuah Jubata. Tuah itu berkat, kalau jubata dalam bahasa Indonesianya Tuhan. Lama kelamaan, saya menjadi merasa tertarik untuk membuat lagu sampai akhirnya berhasil membuat sebanyak 50.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020