Badan Pusat Statis (BPS) mencatat pada November 2020 Kalbar mengalami inflasi sebesar 0,47 Persen dan harga daging ayam ras komoditas yang memiliki andil paling dominan sebesar 0,2317 persen.

“Berdasarkan hasil pemantauan BPS di Kalbar yang merupakan gabungan tiga kota pada November 2020 terjadi inflasi sebesar 0,47 persen atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,48 pada Oktober 2020 menjadi 105,98 pada November 2020. Daging ayam ras menjadi paling dominan dalam mendorong inflasi di Kalbar,” ujar Kepala BPS Kalbar, Moh. Wahyu Yulianto di Pontianak, Selas.

Yulianto menjelaskan bahwa komoditas lainnya yang tergambar naik yakni bawang merah, telur ayam ras, ikan kembung, minyak goreng, bakso siap santap, kacang panjang, ayam hidup, tarif angkutan udara, dan nasi dengan lauk.

“Sedangkan beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga pada November 2020 adalah emas perhiasan, tarif listrik, bayam, ikan tongkol, cabai merah, tauge atau kecambah, kangkung, ketimun, beras, dan apel,” kata dia

Saat ini harga ayam daging ras di Kota Pontianak di kisaran Rp34.000 per kilogram. Harga mulai naik dalam dua bulan terakhir.

Sementara itu Kadis Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalbar M Munsif mengatakan harga ayam yang ada saat ini masih sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET). Bahkan harga yang ada saat ini masih terendah di Kalimantan.

"Berdasarkan harga PIHPS yang dikelola Bank Indonesia terlihat jelas bahwa harga daging ayam Rp.34.000 per kilogram di Pontianak masih jauh di bawah harga di Banjarmasin Rp42.250 per kilogram, Palangkaraya Rp40.000 per kilogram dan Balikpapan Rp36.150 per kilogram dan Samarinda Rp32.850 per kilogram," katanya.

Kenaikan harga yang ada saat ini faktor rendahnya ketersediaan DOC broiler (ayam daging umur sehari) sejak Agustus - November 2020 berdampak pada kenaikan harga ayam daging di Kalbar.

"Fenomena kenaikan harga daging ayam sejak Agustus - November 2020 ini karena akibat produksi DOC FS broiler pada periode yang sama ada sedikit berkurang," katanya.

Ia menjelaskan rendahnya produksi karena ada perusahaan yang besar di Kalbar sejak Agustus 2020 meremajakan sebagian kandangnya yang sudah rusak.

"Hal itu berimbas pada turunnya produksi telur tetas dan DOC FS yang biasanya dihasilkan. Itu berakibat berkurangnya populasi ayam broiler yang dipelihara para peternak yang berujung pada berkurangnya suplai daging ayam di pasar dan memicu kenaikan harga," sebutnya.
 

Pewarta: Dedi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020