Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kalimantan Barat (Kalbar) Heronimus Hero mengatakan hadirnya Pelabuhan Internasional Kijing di Kabupaten Mempawah yang saat ini sudah melakukan uji coba, bisa mendorong peningkatan kontribusi kelapa sawit bagi daerah itu.
"Selama ini semua yang dihasilkan di bumi khatulistiwa ini diekspor dari pelabuhan luar, sehingga penerimaan bagi hasil pajak ekspor tidak ada. Nah, dengan hadirnya Pelabuhan Kijing ini tentu menjadi daya ungkit untuk penerimaan pajak terutama dari CPO Kalbar," ujarnya di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan saat ini produksi CPO atau minyak mentah kelapa sawit sudah mencapai 3,4 juta ton per tahun. Namun diekspor melalui pelabuhan luar maka pajak ekspor untuk daerah penghasil CPO tidak ada. Selama ini dari berbagai jenis pajak Kalbar hanya mendapat Rp200 miliar
"Namun kalau CPO diekspor melalui Pelabuhan Kijing dengan asumsi 1 juta ton CPO saja dan setiap 1 ton kalau harga 650 dolar AS itu dapat 50 dolar AS untuk pajak, maka ada Rp750 miliar penerimaan dari pajak. Saya yakin di atas 1 juta ton yang diekspor nanti. Kalau 3 juta ton diekspor maka ada Rp1,5 triliun didapat pajak ekspor nya," kata dia.
Ia kemudian membandingkan bahwa sirkulasi APBD di Kalbar sendiri saat ini hanya Rp6 triliun per tahun. Sedangkan untuk hasil dari ekspor CPO sendiri ada Rp30 triliun.
"Potensi sangat besar, tinggal dikelola dan dimanfaatkan oleh pelaku usaha perkebunan sawit Pelabuhan Kijing tersebut, sehingga kontribusinya semakin besar bagi masyarakat dan daerah," kata dia. Selain itu, kata dia, Pelabuhan Kijing memotong biaya logistik.
Kepada perusahaan perkebunan ia tetap berpesan selama CPO diekspor ke negara luar maka isu lingkungan harus menjadi perhatian. Pembangunan harus terus jalan namun kelestarian lingkungan tetap menjadi prioritas.
"Bagi pelaku usaha perkebunan aspek lingkungan harus menjadi prioritas. Terjadinya karhutla harus dicegah dan lainnya. Semua mata melihat untuk ketelusuran produk sawit," katanya.
Sementara itu Direktur Utama PT Pelabuhan Tanjung Priok Drajat Sulistyo mengatakan untuk pembangunan konstruksi Pelabuhan Internasional Kijing, saat ini sudah mencapai 86 persen, pengadaan tanah 96 persen dan pembukaan lahan untuk kawasan seluas 200 hektare sudah 100 persen.
“Area Pelabuhan Kijing yang terintegrasi dengan kawasan industri itu 200 hektare. Kedalaman di dermaga 16 meter dan itu lebih dalam dari Pelabuhan Tanjung Periuk dan Belawan,” jelas dia.
Menurutnya, menarik di kawasan tersebut untuk area terminal 68,5 hektare dan untuk kawasan industri 131,5 hektare.
“Artinya dengan luas lahan dan ada industri yang terintegrasi menjadi peluang besar untuk aktivitas bisnis atau ekonomi di Kalbar. Pelabuhan kita terbesar di Kalbar dan lokasi strategis ke negara ekspor. Ini kebanggaan kita dan harus dimaksimalkan agar keberadaan nya memberi manfaat luas bagi kemajuan ekonomi dan daerah,” kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Selama ini semua yang dihasilkan di bumi khatulistiwa ini diekspor dari pelabuhan luar, sehingga penerimaan bagi hasil pajak ekspor tidak ada. Nah, dengan hadirnya Pelabuhan Kijing ini tentu menjadi daya ungkit untuk penerimaan pajak terutama dari CPO Kalbar," ujarnya di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan saat ini produksi CPO atau minyak mentah kelapa sawit sudah mencapai 3,4 juta ton per tahun. Namun diekspor melalui pelabuhan luar maka pajak ekspor untuk daerah penghasil CPO tidak ada. Selama ini dari berbagai jenis pajak Kalbar hanya mendapat Rp200 miliar
"Namun kalau CPO diekspor melalui Pelabuhan Kijing dengan asumsi 1 juta ton CPO saja dan setiap 1 ton kalau harga 650 dolar AS itu dapat 50 dolar AS untuk pajak, maka ada Rp750 miliar penerimaan dari pajak. Saya yakin di atas 1 juta ton yang diekspor nanti. Kalau 3 juta ton diekspor maka ada Rp1,5 triliun didapat pajak ekspor nya," kata dia.
Ia kemudian membandingkan bahwa sirkulasi APBD di Kalbar sendiri saat ini hanya Rp6 triliun per tahun. Sedangkan untuk hasil dari ekspor CPO sendiri ada Rp30 triliun.
"Potensi sangat besar, tinggal dikelola dan dimanfaatkan oleh pelaku usaha perkebunan sawit Pelabuhan Kijing tersebut, sehingga kontribusinya semakin besar bagi masyarakat dan daerah," kata dia. Selain itu, kata dia, Pelabuhan Kijing memotong biaya logistik.
Kepada perusahaan perkebunan ia tetap berpesan selama CPO diekspor ke negara luar maka isu lingkungan harus menjadi perhatian. Pembangunan harus terus jalan namun kelestarian lingkungan tetap menjadi prioritas.
"Bagi pelaku usaha perkebunan aspek lingkungan harus menjadi prioritas. Terjadinya karhutla harus dicegah dan lainnya. Semua mata melihat untuk ketelusuran produk sawit," katanya.
Sementara itu Direktur Utama PT Pelabuhan Tanjung Priok Drajat Sulistyo mengatakan untuk pembangunan konstruksi Pelabuhan Internasional Kijing, saat ini sudah mencapai 86 persen, pengadaan tanah 96 persen dan pembukaan lahan untuk kawasan seluas 200 hektare sudah 100 persen.
“Area Pelabuhan Kijing yang terintegrasi dengan kawasan industri itu 200 hektare. Kedalaman di dermaga 16 meter dan itu lebih dalam dari Pelabuhan Tanjung Periuk dan Belawan,” jelas dia.
Menurutnya, menarik di kawasan tersebut untuk area terminal 68,5 hektare dan untuk kawasan industri 131,5 hektare.
“Artinya dengan luas lahan dan ada industri yang terintegrasi menjadi peluang besar untuk aktivitas bisnis atau ekonomi di Kalbar. Pelabuhan kita terbesar di Kalbar dan lokasi strategis ke negara ekspor. Ini kebanggaan kita dan harus dimaksimalkan agar keberadaan nya memberi manfaat luas bagi kemajuan ekonomi dan daerah,” kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021