Setelah kurang lebih 45 menit perjalanan dari Samudera Indah Kota Singkawang, Kalimantan Barat dengan naik motor air (klotok), sampai lah di Pulau Kabung, Kabupaten Bengkayang.
Penulis tergelitik ingin melihat pesona indahnya pulau Kabung. Setibanya di pulau tujuan, istirahat sebentar, lalu kemudian menelusuri pesisir pantai Kabung nan indah. Dalam perjalanan, kami bertemu warga setempat.
Penduduk nya yang sebagian besar adalah nelayan dan petani cengkeh sangat ramah baik dan religius. Demikian pula pasir pantainya sangat putih, air lautnya pun bening sehingga ikan ikan dan terumbu karang kelihatan jelas, seolah ingin menyapa kedatangan kami.dan mengatakan selamat datang.
Pulau Kabung
Secara geografis pulau Kabung berada di Dusun Tanjung Gundul, Desa Karimunting, Kecamatan Sungai Raya, Kepulauan Kabupaten Bengkayang. Pulau Kabung di bagi 2 RW dan 4 RT yakni RT Utara, RT Timur, RT selatan, dan RT Barat.
Menurut tokoh masyarakat di Pulau Kabung, Pardi bahwa asal usul nama Kabung berasal dari kata gabung. Orang pulau kebanyakan menyebut gabung jadi Kabung. Disebut gabung karena penduduknya gabungan dari berbagai suku. Ada suku Melayu, Bugis, Cina, dan Jawa.
Melayu adalah suku yang pertama datang ke pulau Kabung. Orangnya bernama Uray Aria. Uray Aria datang ke Pulau Kabung kira kira tahun 1948 atas perintah Sultan Muhammad Syafiudin Sambas untuk menjaga Pulau Kabung dari gangguan para lanun (bajak laut) yang mengacau keamanan warga.
Aria membangun benteng pertahanan. Setelah berhasil menjaga Pulau Kabung dari gangguan para lanun, Uray Aria menetap di Pulau Kabung lalu membuka lahan pertanian. Uray Aria menguasai Pulau Kabung digarap untuk tanam padi cengkeh dan pala.
Bukti kedatangan Uray Aria dan beberapa kerabatnya berupa peninggalan beberapa makam di RT Timur. Demikian pula benteng pertahanan ada di Selatan pulau Kabung.
Kehadiran orang Melayu di pulau Kabung tidak bertahan lama. Suatu ketika seluruh pulau Kabung kena wabah malaria yang sangat mematikan. Setiap penduduk yang telah terjangkit penyakit malaria dipastikan mati. Akhirnya seluruh penduduk (orang Melayu) pulau Kabung meninggalkan pulau. Sehingga pulau Kabung macam kota mati tak berpenghuni.
Berselang beberapa tahun kemudian, warga Cina pun mencoba berlabuh di pulau Kabung untuk melihat potensi alam. Singkat cerita, setelah melihat suburnya alam pulau dan potensi laut yang kaya ikan dan cengkeh, sang warga Cina tergoda untuk menetap di pulau Kabung.
Hanya beberapa lama warga Cina tinggal menetap di pulau Kabung, musibah wabah malaria pun datang menghantam seluruh penduduk pulau. Setiap penduduk yang telah terjangkit penyakit malaria dipastikan mati. Akhirnya seluruh penduduk pulau Kabung eksodus meninggalkan pulau Kabung. Kembali pulau Kabung sepi tak berpenghuni kecuali anjing Cina yang tinggal. Bukti kedatangan Cina, ada Pekong di RT Selatan.
Kemudian setelah beberapa tahun pulau Kabung tak berpenghuni. Lalu datang dan bermalamlah di pulau Kabung sekeluarga orang Bugis bernama Bacok. Berdasarkan penjelasan Pardi anak kandung pak Bacok bahwa sekitar Tahun 1958, datang orang Bugis bernama Bacok menggarap lahan dan laut untuk menjadi mata pencaharian utama. Bacok kemudian membawa keluarga dan sahabat dekatnya untuk tinggal menetap di pulau Kabung.
Mata pencaharian utama pak Bacok dan warga Bugis di pulau Kabung menangkap ikan teri dengan alat tangkap yang disebut bagan. Bagan dibuat dari kayu nibung yang dibeli dari Paloh Sambas untuk tiang pancang yang ditancapkan di tengah lautan.
Biaya beli jaring, perahu, lampu dan ongkos buat bagan sampai siap dioperasikan, total kurang lebih Rp35 juta. Menurut pengakuan Abdurrahman nelayan pulau Kabung bahwa penghasilan sekali tangkap ikan teri jika musim ikan semalam minimal 12 keranjang, pernah dapat 20 keranjang setara dengan harga kurang lebih Rp11 juta sampai Rp20 juta.
Budaya Mancang
Komunitas warga Bugis hidup rukun dengan warga lainnya seperti suku Melayu, Jawa Sunda dan Tionghoa.
Gotong royong dan saling membantu antar warga masih sangat dipertahankan dan solidaritas antar kelompok suku yang ada sangat tinggi. Pola kerja yang disebut be la le' cukup kental di tengah warga Bugis dan Melayu Pulau Kabung. Contohnya jika ada warga yang akan mancang tiang bagan (bangunan untuk menangkap ikan teri) maka seluruh warga malamnya istirahat menangkap ikan, karena besok akan ada pekerjaan secara gotong royong membantu warga bangun bagan. Pekerjaan gotong royong mendirikan (mancang) 20 tiang bagan hingga berdiri selesai dalam waktu setengah hari.
Inilah salah satu bentuk kerja sama dan solidaritas antar warga pulau Kabung yang masih dipertahankan dari awal adanya penduduk pulau Kabung sampai sekarang. Demikian juga kegiatan sosial lainnya, seperti upacara kematian, selamatan dan perkawinan polanya sama dengan kegiatan mancang tiang bagan. Tradisi dan kearifan lokal seperti ini patut dipertahankan sebagai perekat kerukunan dalam mengelola keragaman antar warga.
Yang berbeda adalah tentang kematian. Menurut penuturan salah satu warga Kabung, Sela, jika ada warga Kabung meninggal dunia maka jenazah diantar/ dikuburkan di daerah asalnya. Kecuali yang tidak memiliki keluarga. Jadi, di Pulau Kabung kuburan relatif sepi. Bahkan di RT Selatan tidak ada makam/kuburan. Kuburan dipusatkan di RT Timur.
Potensi yang dimiliki pulau Kabung selain ikan, lada dan cengkeh, adalah terumbu karang serta pantai yang bersih. Pesona pulau Kabung cukup eksotis pada saat kita menikmati matahari tenggelam (sunset) dengan diiringi tiupan sepai sepoi angin laut yang membuat suasana semakin syahdu.
Pada jam 5 sore para nelayan sudah bersiap siap untuk melaut (melampu). Dengan membawa peralatan yang diperlukan seperti jaring, genset, lampu senter, dan lain lain, sang nelayan melaut dengan membawa harapan semoga memperoleh banyak ikan teri.
Suasana malam hari di lautan nampak hingar bingar oleh bunyi motor air nelayan yang bolak balik ke darat membawa ikan teri hidup (basah) ke paun (semacam dapur) untuk segera di masuk dalam kawah besar yang airnya selalu mendidih. Lautan yang semula gelap, berubah menjadi terang benderang oleh lampu bagan seperti layaknya kota di tengah lautan.
Pulau Kabung potensi wisatanya sangat menjanjikan, namun relatif masih belum dikelola dengan baik. Dari segi jarak, sangat dekat dengan kota Singkawang. Hanya 45 menit kita sudah sampai di Pulau Kabung. Potensi alamnya juga sangat indah, tidak kalah dengan pulau lainnya. Gelombang juga relatif kecil. Beraneka ragam jenis ikan ada di laut Kabung. Ikan teri adalah ikan primadona para nelayan pulau yang pernah diincar para bajak laut (Lanun).
Pulau pulau yang berdekatan dengan Kabung, ada pulau Lemukutan, pulau Penatah Kecil, pulau Penatah besar, pulau Randayan. Pulau-pulau tersebut menjadi penyangga wisata bahari pulau Kabung. Jarak antar pulau tersebut jika naik motor klotok bisa ditempuh antara 45 menit sampai satu jam.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
Penulis tergelitik ingin melihat pesona indahnya pulau Kabung. Setibanya di pulau tujuan, istirahat sebentar, lalu kemudian menelusuri pesisir pantai Kabung nan indah. Dalam perjalanan, kami bertemu warga setempat.
Penduduk nya yang sebagian besar adalah nelayan dan petani cengkeh sangat ramah baik dan religius. Demikian pula pasir pantainya sangat putih, air lautnya pun bening sehingga ikan ikan dan terumbu karang kelihatan jelas, seolah ingin menyapa kedatangan kami.dan mengatakan selamat datang.
Pulau Kabung
Secara geografis pulau Kabung berada di Dusun Tanjung Gundul, Desa Karimunting, Kecamatan Sungai Raya, Kepulauan Kabupaten Bengkayang. Pulau Kabung di bagi 2 RW dan 4 RT yakni RT Utara, RT Timur, RT selatan, dan RT Barat.
Menurut tokoh masyarakat di Pulau Kabung, Pardi bahwa asal usul nama Kabung berasal dari kata gabung. Orang pulau kebanyakan menyebut gabung jadi Kabung. Disebut gabung karena penduduknya gabungan dari berbagai suku. Ada suku Melayu, Bugis, Cina, dan Jawa.
Melayu adalah suku yang pertama datang ke pulau Kabung. Orangnya bernama Uray Aria. Uray Aria datang ke Pulau Kabung kira kira tahun 1948 atas perintah Sultan Muhammad Syafiudin Sambas untuk menjaga Pulau Kabung dari gangguan para lanun (bajak laut) yang mengacau keamanan warga.
Aria membangun benteng pertahanan. Setelah berhasil menjaga Pulau Kabung dari gangguan para lanun, Uray Aria menetap di Pulau Kabung lalu membuka lahan pertanian. Uray Aria menguasai Pulau Kabung digarap untuk tanam padi cengkeh dan pala.
Bukti kedatangan Uray Aria dan beberapa kerabatnya berupa peninggalan beberapa makam di RT Timur. Demikian pula benteng pertahanan ada di Selatan pulau Kabung.
Kehadiran orang Melayu di pulau Kabung tidak bertahan lama. Suatu ketika seluruh pulau Kabung kena wabah malaria yang sangat mematikan. Setiap penduduk yang telah terjangkit penyakit malaria dipastikan mati. Akhirnya seluruh penduduk (orang Melayu) pulau Kabung meninggalkan pulau. Sehingga pulau Kabung macam kota mati tak berpenghuni.
Berselang beberapa tahun kemudian, warga Cina pun mencoba berlabuh di pulau Kabung untuk melihat potensi alam. Singkat cerita, setelah melihat suburnya alam pulau dan potensi laut yang kaya ikan dan cengkeh, sang warga Cina tergoda untuk menetap di pulau Kabung.
Hanya beberapa lama warga Cina tinggal menetap di pulau Kabung, musibah wabah malaria pun datang menghantam seluruh penduduk pulau. Setiap penduduk yang telah terjangkit penyakit malaria dipastikan mati. Akhirnya seluruh penduduk pulau Kabung eksodus meninggalkan pulau Kabung. Kembali pulau Kabung sepi tak berpenghuni kecuali anjing Cina yang tinggal. Bukti kedatangan Cina, ada Pekong di RT Selatan.
Kemudian setelah beberapa tahun pulau Kabung tak berpenghuni. Lalu datang dan bermalamlah di pulau Kabung sekeluarga orang Bugis bernama Bacok. Berdasarkan penjelasan Pardi anak kandung pak Bacok bahwa sekitar Tahun 1958, datang orang Bugis bernama Bacok menggarap lahan dan laut untuk menjadi mata pencaharian utama. Bacok kemudian membawa keluarga dan sahabat dekatnya untuk tinggal menetap di pulau Kabung.
Mata pencaharian utama pak Bacok dan warga Bugis di pulau Kabung menangkap ikan teri dengan alat tangkap yang disebut bagan. Bagan dibuat dari kayu nibung yang dibeli dari Paloh Sambas untuk tiang pancang yang ditancapkan di tengah lautan.
Biaya beli jaring, perahu, lampu dan ongkos buat bagan sampai siap dioperasikan, total kurang lebih Rp35 juta. Menurut pengakuan Abdurrahman nelayan pulau Kabung bahwa penghasilan sekali tangkap ikan teri jika musim ikan semalam minimal 12 keranjang, pernah dapat 20 keranjang setara dengan harga kurang lebih Rp11 juta sampai Rp20 juta.
Budaya Mancang
Komunitas warga Bugis hidup rukun dengan warga lainnya seperti suku Melayu, Jawa Sunda dan Tionghoa.
Gotong royong dan saling membantu antar warga masih sangat dipertahankan dan solidaritas antar kelompok suku yang ada sangat tinggi. Pola kerja yang disebut be la le' cukup kental di tengah warga Bugis dan Melayu Pulau Kabung. Contohnya jika ada warga yang akan mancang tiang bagan (bangunan untuk menangkap ikan teri) maka seluruh warga malamnya istirahat menangkap ikan, karena besok akan ada pekerjaan secara gotong royong membantu warga bangun bagan. Pekerjaan gotong royong mendirikan (mancang) 20 tiang bagan hingga berdiri selesai dalam waktu setengah hari.
Inilah salah satu bentuk kerja sama dan solidaritas antar warga pulau Kabung yang masih dipertahankan dari awal adanya penduduk pulau Kabung sampai sekarang. Demikian juga kegiatan sosial lainnya, seperti upacara kematian, selamatan dan perkawinan polanya sama dengan kegiatan mancang tiang bagan. Tradisi dan kearifan lokal seperti ini patut dipertahankan sebagai perekat kerukunan dalam mengelola keragaman antar warga.
Yang berbeda adalah tentang kematian. Menurut penuturan salah satu warga Kabung, Sela, jika ada warga Kabung meninggal dunia maka jenazah diantar/ dikuburkan di daerah asalnya. Kecuali yang tidak memiliki keluarga. Jadi, di Pulau Kabung kuburan relatif sepi. Bahkan di RT Selatan tidak ada makam/kuburan. Kuburan dipusatkan di RT Timur.
Potensi yang dimiliki pulau Kabung selain ikan, lada dan cengkeh, adalah terumbu karang serta pantai yang bersih. Pesona pulau Kabung cukup eksotis pada saat kita menikmati matahari tenggelam (sunset) dengan diiringi tiupan sepai sepoi angin laut yang membuat suasana semakin syahdu.
Pada jam 5 sore para nelayan sudah bersiap siap untuk melaut (melampu). Dengan membawa peralatan yang diperlukan seperti jaring, genset, lampu senter, dan lain lain, sang nelayan melaut dengan membawa harapan semoga memperoleh banyak ikan teri.
Suasana malam hari di lautan nampak hingar bingar oleh bunyi motor air nelayan yang bolak balik ke darat membawa ikan teri hidup (basah) ke paun (semacam dapur) untuk segera di masuk dalam kawah besar yang airnya selalu mendidih. Lautan yang semula gelap, berubah menjadi terang benderang oleh lampu bagan seperti layaknya kota di tengah lautan.
Pulau Kabung potensi wisatanya sangat menjanjikan, namun relatif masih belum dikelola dengan baik. Dari segi jarak, sangat dekat dengan kota Singkawang. Hanya 45 menit kita sudah sampai di Pulau Kabung. Potensi alamnya juga sangat indah, tidak kalah dengan pulau lainnya. Gelombang juga relatif kecil. Beraneka ragam jenis ikan ada di laut Kabung. Ikan teri adalah ikan primadona para nelayan pulau yang pernah diincar para bajak laut (Lanun).
Pulau pulau yang berdekatan dengan Kabung, ada pulau Lemukutan, pulau Penatah Kecil, pulau Penatah besar, pulau Randayan. Pulau-pulau tersebut menjadi penyangga wisata bahari pulau Kabung. Jarak antar pulau tersebut jika naik motor klotok bisa ditempuh antara 45 menit sampai satu jam.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021