Dokter spesialis kedokteran jiwa di Semen Padang Hospital Dr dr Amel Yanis, Sp.KJ (K) menyarankan orang tua untuk mematikan televisi dan HP agar anak bisa konsentrasi belajar, terutama yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH).
"Masalah konsentrasi belajar sering ditemui pada anak dan ini dapat mempengaruhi capaian akademik anak serta penerimaan di lingkungan, salah satu solusinya adalah dengan mematikan TV dan HP untuk mengurangi distraksi," kata dia di Padang, Rabu.
Ia memaparkan anak gampang terdistraksi dan jika sedang melakukan kegiatan yang butuh konsentrasi, bantu mereka untuk fokus dengan meminimalkan gangguan.
"Misalnya mematikan televisi, mengubah nada panggil ponsel menjadi getar dan bila akan menggunakan HP jangan di dekat mereka," kata dia.
Ia menjelaskan pada anak terdapat masalah konsentrasi yang disertai dengan hiperaktif motorik serta perilaku yang impulsif.
"Jika demikian besar kemungkinan anak yang bersangkutan mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)," kata dia.
Menurutnya pada anak dengan GPPH, masalah konsentrasi dan hiperaktivitas motorik serta impulsif telah muncul sebelum usia tujuh tahun dan telah terjadi selama paling sedikit enam bulan, muncul pada berbagai situasi.
“Bila gejala ini muncul hanya pada situasi tertentu, lama terjadinya hanya beberapa minggu, misalnya dua atau tiga minggu, maka belum bisa disebut sebagai gangguan. Barangkali anak sehabis mengalami kejadian tertentu yang merupakan stresor sehingga mempengaruhi perasaan dan perilaku anak,” katanya.
Ia menjelaskan anak yang mengalami GPPH sukar untuk bisa duduk diam dalam waktu cukup lama pada saat anak-anak lain duduk mengerjakan tugas di kelas.
“Perhatian mereka gampang teralih dengan bunyi atau suara yang minimal sekalipun. Mereka berjalan-jalan di kelas, mengajak temannya ngobrol sehingga murid yang lain akan terganggu," katanya.
Selain mematikan HP dan TV anak dengan GPPH memiliki energi yang tidak ada habis karena itu dari pada sibuk melarang, lebih baik memberi mereka kesempatan untuk melompat, berlari, memanjat dan bersepeda.
"Tentu saja dengan pengawasan. Tergantung usia anak, kalau anak masih berusia di bawah enam tahun butuh pengawasan penuh, jika sudah lebih besar bisa dilepas bertahap," katanya.
Selain itu, menurut Amel, bantu anak membuat daftar kegiatan yang harus dikerjakan karena bagi anak dengan GPPH, memiliki banyak tugas dan PR bisa menjadi hal yang luar biasa dan satu tugas bisa dipecah menjadi bagian-bagian kecil karena anak dengan GPPH tidak tahan duduk dalam waktu lama.
"Misalnya sewaktu mengerjakan PR, pandu mereka mengerjakan kira-kira selama 20 menit. Setelah itu istirahat selama lima menit. Sewaktu istirahat, beri kesempatan untuk berjalan mengambil minuman atau camilan, berdiri dan meregangkan badan atau keperluan ke kamar kecil," ujarnya.
Lalu ajak anak melakukan kegiatan bersama orang tua, seperti mencuci motor, sepeda atau mobil, memasak, membersihkan rumah dan pekarangan.
"Misalnya mematikan atau menghidupkan lampu, menyusun sandal, memasukkan pakaian ke lemari. Kegiatan-kegiatan ini bermanfaat tidak hanya untuk menyalurkan energi anak, juga menumbuhkan rasa tanggung jawab pada anak," kata dia.
Baca juga: Puasa bantu anak belajar disiplin dan hidup sehat
Baca juga: Meraih mimpi masa depan melalui beasiswa Kartu Indonesia Pintar
Baca juga: Orang tua harus bagi waktu anak saat bemain gadget
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Masalah konsentrasi belajar sering ditemui pada anak dan ini dapat mempengaruhi capaian akademik anak serta penerimaan di lingkungan, salah satu solusinya adalah dengan mematikan TV dan HP untuk mengurangi distraksi," kata dia di Padang, Rabu.
Ia memaparkan anak gampang terdistraksi dan jika sedang melakukan kegiatan yang butuh konsentrasi, bantu mereka untuk fokus dengan meminimalkan gangguan.
"Misalnya mematikan televisi, mengubah nada panggil ponsel menjadi getar dan bila akan menggunakan HP jangan di dekat mereka," kata dia.
Ia menjelaskan pada anak terdapat masalah konsentrasi yang disertai dengan hiperaktif motorik serta perilaku yang impulsif.
"Jika demikian besar kemungkinan anak yang bersangkutan mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)," kata dia.
Menurutnya pada anak dengan GPPH, masalah konsentrasi dan hiperaktivitas motorik serta impulsif telah muncul sebelum usia tujuh tahun dan telah terjadi selama paling sedikit enam bulan, muncul pada berbagai situasi.
“Bila gejala ini muncul hanya pada situasi tertentu, lama terjadinya hanya beberapa minggu, misalnya dua atau tiga minggu, maka belum bisa disebut sebagai gangguan. Barangkali anak sehabis mengalami kejadian tertentu yang merupakan stresor sehingga mempengaruhi perasaan dan perilaku anak,” katanya.
Ia menjelaskan anak yang mengalami GPPH sukar untuk bisa duduk diam dalam waktu cukup lama pada saat anak-anak lain duduk mengerjakan tugas di kelas.
“Perhatian mereka gampang teralih dengan bunyi atau suara yang minimal sekalipun. Mereka berjalan-jalan di kelas, mengajak temannya ngobrol sehingga murid yang lain akan terganggu," katanya.
Selain mematikan HP dan TV anak dengan GPPH memiliki energi yang tidak ada habis karena itu dari pada sibuk melarang, lebih baik memberi mereka kesempatan untuk melompat, berlari, memanjat dan bersepeda.
"Tentu saja dengan pengawasan. Tergantung usia anak, kalau anak masih berusia di bawah enam tahun butuh pengawasan penuh, jika sudah lebih besar bisa dilepas bertahap," katanya.
Selain itu, menurut Amel, bantu anak membuat daftar kegiatan yang harus dikerjakan karena bagi anak dengan GPPH, memiliki banyak tugas dan PR bisa menjadi hal yang luar biasa dan satu tugas bisa dipecah menjadi bagian-bagian kecil karena anak dengan GPPH tidak tahan duduk dalam waktu lama.
"Misalnya sewaktu mengerjakan PR, pandu mereka mengerjakan kira-kira selama 20 menit. Setelah itu istirahat selama lima menit. Sewaktu istirahat, beri kesempatan untuk berjalan mengambil minuman atau camilan, berdiri dan meregangkan badan atau keperluan ke kamar kecil," ujarnya.
Lalu ajak anak melakukan kegiatan bersama orang tua, seperti mencuci motor, sepeda atau mobil, memasak, membersihkan rumah dan pekarangan.
"Misalnya mematikan atau menghidupkan lampu, menyusun sandal, memasukkan pakaian ke lemari. Kegiatan-kegiatan ini bermanfaat tidak hanya untuk menyalurkan energi anak, juga menumbuhkan rasa tanggung jawab pada anak," kata dia.
Baca juga: Puasa bantu anak belajar disiplin dan hidup sehat
Baca juga: Meraih mimpi masa depan melalui beasiswa Kartu Indonesia Pintar
Baca juga: Orang tua harus bagi waktu anak saat bemain gadget
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021