Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas Hulu Kalimantan Barat terus berupaya dan komitmen memperjuangkan legalitas tanaman kratom yang hingga saat ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi masyarakat di tengah pandemi COVID-19.
"Pemerintah tidak akan tutup mata, kami akan suarakan legalitas kratom di pemerintah pusat, karena tanaman kratom itu sangat membantu ekonomi masyarakat," kata Bupati Kapuas Hulu Fransiskus Diaan, di Putussibau ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, Selasa.
Disampaikan Fransiskus, di Kapuas Hulu terdapat 18.120 petani kratom dan sebanyak 44.491.317 pohon kratom yang ditanam masyarakat dan tersebar 23 kecamatan wilayah Kapuas Hulu.
Menurut dia, dibandingkan karet, tanaman kratom lebih menjanjikan untuk pertumbuhan ekonomi, sebab selama ini masyarakat justru memilih mengembangkan tanaman kratom jika dibandingkan dengan kebun karet.
Selain mudah dalam pemeliharaan, jangka produksi sejak tanaman hanya memakan waktu bulanan saja, daun kratom bisa menghasilkan uang.
"Sebelum ada polemik terkait belum adanya regulasi yang jelas, daun kratom sangat membantu ekonomi masyarakat, bisa di jual daun mentah juga diolah atau dikeringkan," kata Fransiskus.
Yang menjadi persoalan saat ini, kata Fransiskus, yaitu adanya pernyataan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa tanaman kratom mengandung zat atau kandungan narkoba golongan satu.
Sedangkan, dari Kementerian Pertanian telah mengeluarkan keputusan bahwa tanaman kratom kategori tanaman herbal.
"Kondisi tersebut membuat harga kratom tidak stabil dan regulasinya juga tidak ada kejelasan, sekarang masyarakat khawatir kratom dilarang," jelas Fransiskus.
Disebutkan Fransiskus, kratom dipercaya sejak nenek moyang sebagai tanaman obat tradisional, manfaat tanaman kratom juga mendongkrak ekonomi masyarakat, juga sebagai penghijauan.
"Jadi untuk Kratom akan terus kami perjuangkan hingga ada kejelasan regulasinya, jika pun harus dilarang, harus ada solusinya," kata Fransiskus.
Sementara itu, informasi yang diperoleh ANTARA dari berbagai sumber di percaya harga daun kratom basah saat ini berkisar Rp3-4 ribu per-kilogram, yang sebelumnya bisa mencapai Rp7-8 ribu per-kilogram daun kering (remahan) berkisar Rp14 hingga 15 ribu per-kilogram yang sebelumnya bisa seharga Rp28 hingga Rp30 ribu per-kilogram di tingkat petani Kratom di wilayah Kapuas Hulu.
Tanaman kratom banyak diminati dan di eskpor ke Amerika Serikat, Cina dan ke sejumlah negara lainnya.
Salah satu petani kratom Kapuas Hulu Harrun mengatakan sudah hampir dua bulan tidak ada yang membeli daun kratom, jika pun ada dibeli dengan harga murah.
"Pembeli tidak berani beli kratom, katanya sulit ekspor ke Amerika dan ada yang tidak dibayar oleh Bos mereka, akibat dibilang kratom itu ada kandungan narkoba," kata Harrun.
Ia berharap pemerintah tidak membiarkan polemik kratom itu berlarut-larut, karena kratom harus ada kejelasan hukum agar harga bisa kembali stabil.
"Kami minta kebijakan pemerintah melegalkan tanaman kratom, karena sangat-sangat membantu kami dalam memenuhi kebutuhan hidup," pinta Harrun.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Pemerintah tidak akan tutup mata, kami akan suarakan legalitas kratom di pemerintah pusat, karena tanaman kratom itu sangat membantu ekonomi masyarakat," kata Bupati Kapuas Hulu Fransiskus Diaan, di Putussibau ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, Selasa.
Disampaikan Fransiskus, di Kapuas Hulu terdapat 18.120 petani kratom dan sebanyak 44.491.317 pohon kratom yang ditanam masyarakat dan tersebar 23 kecamatan wilayah Kapuas Hulu.
Menurut dia, dibandingkan karet, tanaman kratom lebih menjanjikan untuk pertumbuhan ekonomi, sebab selama ini masyarakat justru memilih mengembangkan tanaman kratom jika dibandingkan dengan kebun karet.
Selain mudah dalam pemeliharaan, jangka produksi sejak tanaman hanya memakan waktu bulanan saja, daun kratom bisa menghasilkan uang.
"Sebelum ada polemik terkait belum adanya regulasi yang jelas, daun kratom sangat membantu ekonomi masyarakat, bisa di jual daun mentah juga diolah atau dikeringkan," kata Fransiskus.
Yang menjadi persoalan saat ini, kata Fransiskus, yaitu adanya pernyataan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa tanaman kratom mengandung zat atau kandungan narkoba golongan satu.
Sedangkan, dari Kementerian Pertanian telah mengeluarkan keputusan bahwa tanaman kratom kategori tanaman herbal.
"Kondisi tersebut membuat harga kratom tidak stabil dan regulasinya juga tidak ada kejelasan, sekarang masyarakat khawatir kratom dilarang," jelas Fransiskus.
Disebutkan Fransiskus, kratom dipercaya sejak nenek moyang sebagai tanaman obat tradisional, manfaat tanaman kratom juga mendongkrak ekonomi masyarakat, juga sebagai penghijauan.
"Jadi untuk Kratom akan terus kami perjuangkan hingga ada kejelasan regulasinya, jika pun harus dilarang, harus ada solusinya," kata Fransiskus.
Sementara itu, informasi yang diperoleh ANTARA dari berbagai sumber di percaya harga daun kratom basah saat ini berkisar Rp3-4 ribu per-kilogram, yang sebelumnya bisa mencapai Rp7-8 ribu per-kilogram daun kering (remahan) berkisar Rp14 hingga 15 ribu per-kilogram yang sebelumnya bisa seharga Rp28 hingga Rp30 ribu per-kilogram di tingkat petani Kratom di wilayah Kapuas Hulu.
Tanaman kratom banyak diminati dan di eskpor ke Amerika Serikat, Cina dan ke sejumlah negara lainnya.
Salah satu petani kratom Kapuas Hulu Harrun mengatakan sudah hampir dua bulan tidak ada yang membeli daun kratom, jika pun ada dibeli dengan harga murah.
"Pembeli tidak berani beli kratom, katanya sulit ekspor ke Amerika dan ada yang tidak dibayar oleh Bos mereka, akibat dibilang kratom itu ada kandungan narkoba," kata Harrun.
Ia berharap pemerintah tidak membiarkan polemik kratom itu berlarut-larut, karena kratom harus ada kejelasan hukum agar harga bisa kembali stabil.
"Kami minta kebijakan pemerintah melegalkan tanaman kratom, karena sangat-sangat membantu kami dalam memenuhi kebutuhan hidup," pinta Harrun.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021