PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Barat menyarankan agar nelayan mengajukan berupa rekomendasi kepada Dinas Kelautan dan Perikanan setempat terkait kebutuhan akan BBM (bahan bakar minyak) jenis solar untuk para nelayan, salah satunya di Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya.

"Para nelayan agar mengajukan surat rekomendasi kepada DKP setempat, agar pihak DKP dapat melakukan verifikasi dan menerbitkan surat rekomendasi yang akan diberikan kepada nelayan sebagai syarat untuk bisa membeli dan mendapatkan BBM di lembaga penyalur Pertamina," kata Sales Branch Manajer Pertamina Wilayah I Kalbar, Farid Akbar saat dihubungi di Pontianak, Rabu malam.

Karena, menurut dia, pihaknya tidak bisa mendistribusi BBM jenis solar untuk nelayan kalau tidak ada rekomendasi dari DKP setempat, salah satunya seperti yang dikeluhkan oleh nelayan di Sungai Kakap.

"Karena yang bisa melakukan ferivikasi untuk menambah kebutuhan solar adalah DKP, sementara kami hanya bertugas mendistribusikan BBM jenis solar seperti di empat SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) Kecamatan Kakap, Kabupaten Kubu Raya sesuai rekomendasi DKP," ujarnya.

Farid menambahkan, data Pertamina mencatat sepanjang Desember 2021, pihaknya telah menyalurkan solar untuk empat SPBN di Kecamatan Sungai Kakap sebanyak 420 kiloliter atau sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Jadi kami sudah mendistribusikan solar untuk wilayah Sungai Kakap sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh pemerintah. Atau tidak ada kelangkaan, dan stok solar di Terminal BBM Pertamina Siantan juga cukup banyak," kata Farid.

Sementara itu, para nelayan di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalbar mengeluhkan sulit mendapatkan BBM jenis solar, sehingga mereka lebih memilih tidak melaut atau turun ke laut.

"Kami sudah lama kesulitan mendapatkan solar dengan harga normal di SPBU, kalau pun ada kami beli ke tingkat pengecer sehingga harganya lebih mahal," kata Sahat salah seorang nelayan saat dihubungi di Sungai Kakap.

Dia menjelaskan, perbedaan harga solar di SPBU yakni Rp5.150 per liter sementara kalau membeli di tingkat pengecer Rp7.500 per liter hingga Rp8.000 per liter.

"Tetapi jumlahnya juga terbatas atau sulit didapat, sehingga untuk sementara ini kami lebih memilih tidak melaut dulu, sambil membetulkan jaring yang rusak," ungkapnya.

Hal senada juga diakui oleh Udin. "Selain harga solar yang mahal, untuk membelinya kami juga kesulitan, sehingga lebih memilih tidak melaut untuk sementara waktu," ujarnya.

Dia berharap, pemerintah melalui Pertamina menambah kuota atau pasokan BBM jenis solar untuk para nelayan kecil seperti mereka, sehingga dengan mudah mendapatkan solar yang merupakan komponen penting untuk turun melaut dalam mencari ikan.

Sementara itu, secara terpisah Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Kalbar, Sigid Sugiardi mengatakan, kelangkaan atau kesulitan BBM bagi para nelayan bukanlah hal baru dan tidak hanya terjadi Kabupaten Kubu Raya saja.

"Sebagian besar nelayan membeli BBM jenis solar tidak dengan harga normal, seperti yang dikeluhkan oleh para nelayan di Sungai Kakap tersebut," katanya.

Dia berharap, pemerintah melalui instansi terkait lainnya menambah kuota atau memperlancar distribusi BBM jenis solar untuk para nelayan kecil di Kalbar.

"Ada sekitar delapan hingga 12 ribuan nelayan yang ada di Kalbar yang jumlahnya tersebar di pesisir pantai di beberapa kabupaten di Kalbar," ujarnya.

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022