Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Kalbar menyampaikan sejumlah sikap kepada Gubernur Kalbar pasca terbitnya PERMENDAG Nomor 22 Tahun 2022, satu di antaranya tetap komitmen terapkan harga sawit sesuai penetapan pemerintah.

"Perusahaan perkebunan kelapa sawit anggota GAPKI Cabang Kalbar telah bersepakat untuk mengambil sikap atas kebijakan larangan ekspor minyak kelapa sawit atau CPO. Beberapa sikap kami tersebut disampaikan melalui surat kepada Gubernur Kalbar. Satu di antara sikap kami yakni tetap komitmen terapkan harga sawit sesuai penetapan pemerintah," ujar Ketua GAPKI Cabang Kalbar Purwati Munawir di Pontianak, Kamis.

Ia menambahkan bahwa sikap GAPKI Cabang Kalbar secara umum mendukung setiap kebijakan pemerintah terkait sektor kelapa sawit dan menghormati serta melaksanakan kebijakan pelarangan ekspor CPO dengan sebaik-baiknya.

Kemudian pihaknya juga akan memantau perkembangan di lapangan setelah berlakunya kebijakan tersebut dan mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit untuk memantau dampak kebijakan tersebut terhadap keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit," jelas dia.

"Apabila kebijakan larangan ekspor CPO membawa dampak negatif terhadap keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit maka GAPKI Cabang Kalbar akan memohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut," jelas dia.

Dalam upaya memantau pergerakan harga CPO dan PKO di lapangan serta memantau reaksi masyarakat khususnya pekebun dan asosiasi petani mitra kerja GAPKI Cabang Kalbar, pihaknya telah melakukan rapat pengurus. Pihaknya menyoroti keberadaan loading ramp yang beroperasi menampung Tanda Buah Segara (TBS) sawit petani plasma telah mengganggu sistem kemitraan inti plasma utamanya dalam kemitraan jual beli TBS sebagaimana yang diatur dalam PERMENTAN 1/2018 maupun PERGUB Nomor 63/2018. Kemudian perusahaan anggota GAPKI Cabang Kalbar tidak berkewajiban untuk mengakomodir petani yang tidak bermitra dengan perusahaan.

"Untuk sementara terdata beberapa perusahaan anggota telah melakukan kontrak penjualan CPO periode tanggal 16 - 30 April 2022, sedangkan untuk kontrak periode tanggal 1 - 15 Mei 2022 masih belum terpantau maksimal. Untuk itu diharapkan perusahaan anggota GAPKI Cabang Kalbar dapat menyampaikan informasi terkait dengan kontrak penjualan periode tersebut dan menyampaikan kendala yang dihadapi di lapangan," jelas dia.

Menurutnya, saat ini GAPKI Cabang Kalbar juga mencatat perkembangan reaksi masyarakat pekebun sawit di lapangan yang secara garis besar mengkhawatirkan dampak atas penerapan PERMENDAG Nomor 22 Tahun 2022 dalam waktu panjang antara lain terhentinya ekspor CPO dan turunannya akan menyebabkan penerimaan devisa dari komoditas tersebut stagnan. Kemudian demikian pula pungutan ekspor sawit yang dihimpun selama ini oleh BPDKS akan ikut stagnan.

"Kemudian potensi beralihnya pelanggan tetap luar negeri, penyesuaian produksi hanya untuk kepentingan domestik, Nilai tukar petani tertekan berpotensi melemah dan program peremajaan sawit rakyat melalui dana BPDPKS berpotensi terhambat serta Operasional pabrik PKS terganggu," jelas dia.

Bisa parah lagi, potensi penyesuaian pengurangan kebutuhan tenaga kerja dan pada gilirannya akan memperlemah minat investasi pada komoditas sawit.

"Sejalan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas maka perlu dipertimbangkan adanya lembaga yang berperan sebagai penyanggah harga bagi bahan pangan pokok minyak goreng melalui dana khusus yakni BPDPKS apabila terjadi lonjakan harga yang tidak terjangkau atau di atas daya beli masyarakat pada umumnya," jelas dia.

Baca juga: Dampak larangan ekspor sawit mulai dirasakan petani
Baca juga: Harga TBS sawit di Kalimantan Barat periode II April Rp3.825,03 per kilogram
Baca juga: Harga TBS sawit di Kalbar periode II April 2022 capai Rp3.825,03 per kilogram

Pewarta: Dedi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022