Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Heri Jambri mendesak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di Kabupaten Sintang untuk dapat mematuhi, pemberian kebun plasma sesuai dengan pola kemitraan yang sudah disepakati bersama.
Menurutnya saat ini polemik selisih lahan Koperasi Bina Tani Sejahtera (BTS) dan Koperasi Bina Tani Mandiri (BTM) yang bermitra dengan PT Buana Hijau Abadi (PT BHA 2) dari Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) di Kecamatan Ketungau Hilir dan Kecamatan Ketungau Tengah menjadi contoh tidak patuhnya perusahaan terhadap pola kemitraan.
" Perusahaan harus mensejahterakan petani dengan memberikan lahan plasma sesuai aturan," pinta Heri.
Ia mengatakan, dalam polemik selisih lahan plasma dengan HPI, ada beberapa hal yang menjadi masalah. Salah satunya mengenai data soal lahan plasma yang ada di PT BHA 2, khususnya di Kecamatan Ketungau Hilir.
" Kita tidak pernah tahu berapa total kebun plasma. Berapa total Hak Guna Usaha (HGU) yang ada di Kecamatan Ketungau Hilir? Kemudian berapa luas yang ditanam dari semua lahan yang ada?," kata dia.
Selama ini, kata dia, akad kredit penilaian yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan, tidak melalui konsultan. Ini jelas, ketika Pemda menyatakan bahwa kebun tertentu layak diakad kredit, sementara lokasinya tidak menghasilkan apa-apa, tentu saja masyarakat suruh menanggung hutang.
Menurutnya, sangat penting dijelaskan berapa jumlah yang sudah ditanam di wilayah PT BHA 2. Kemudian berapa luas HGU-nya. Berapa ganti rugi tanam tumbuh (GRTT).
" Sehingga kita bisa menghitung bersama-sama. Ini yang harus dijawab HPI maupun Dinas Pertanian dan Perkebunan Sintang," katanya.
Dia menilai, banyaknya investasi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang yang tujuan mulianya adalah untuk mensejahterakan masyarakat, ternyata menyimpan banyak masalah di lapangan. Masalah itu disampaikan petani plasma ke DPRD Sintang.
Hal yang sama disampaikan anggota Komisi D DPRD Sintang, Nekodimus. Dia meminta perusahaan perkebunan kelapa sawit Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) menyampaikan luas kebun, baik itu inti maupun plasma ke DPRD Sintang.
Permintaan itu disampaikan Nekodimus saat rapat kerja Komisi D DPRD Sintang yang membahas polemik selisih luas lahan plasma Koperasi Bina Tani Sejahtera (BTS) dan Koperasi Bina Tani Mandiri (BTM) yang bermitra dengan PT Buana Hijau Abadi (PT BHA 2) dari Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) di Kecamatan Ketungau Hilir dan Kecamatan Ketungau Tengah.
" Saya sampai hari ini tidak tahu berapa luas kebun HPI. Dan dalam rapat-rapat terdahulu kita minta HPI menyampaikan protokol inti dan plasma pada kita, tapi sampai hari ini luas kebun inti dan plasma belum disampaikan ke meja DPRD."
"Saya tidak tahu apa masalahnya. Apa ada yang disembunyikan di sini? Atau apa masalahnya? Karena kalau perusahaan lain begitu kita minta data, mereka langsung disampaikan," keluhnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
Menurutnya saat ini polemik selisih lahan Koperasi Bina Tani Sejahtera (BTS) dan Koperasi Bina Tani Mandiri (BTM) yang bermitra dengan PT Buana Hijau Abadi (PT BHA 2) dari Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) di Kecamatan Ketungau Hilir dan Kecamatan Ketungau Tengah menjadi contoh tidak patuhnya perusahaan terhadap pola kemitraan.
" Perusahaan harus mensejahterakan petani dengan memberikan lahan plasma sesuai aturan," pinta Heri.
Ia mengatakan, dalam polemik selisih lahan plasma dengan HPI, ada beberapa hal yang menjadi masalah. Salah satunya mengenai data soal lahan plasma yang ada di PT BHA 2, khususnya di Kecamatan Ketungau Hilir.
" Kita tidak pernah tahu berapa total kebun plasma. Berapa total Hak Guna Usaha (HGU) yang ada di Kecamatan Ketungau Hilir? Kemudian berapa luas yang ditanam dari semua lahan yang ada?," kata dia.
Selama ini, kata dia, akad kredit penilaian yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan, tidak melalui konsultan. Ini jelas, ketika Pemda menyatakan bahwa kebun tertentu layak diakad kredit, sementara lokasinya tidak menghasilkan apa-apa, tentu saja masyarakat suruh menanggung hutang.
Menurutnya, sangat penting dijelaskan berapa jumlah yang sudah ditanam di wilayah PT BHA 2. Kemudian berapa luas HGU-nya. Berapa ganti rugi tanam tumbuh (GRTT).
" Sehingga kita bisa menghitung bersama-sama. Ini yang harus dijawab HPI maupun Dinas Pertanian dan Perkebunan Sintang," katanya.
Dia menilai, banyaknya investasi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang yang tujuan mulianya adalah untuk mensejahterakan masyarakat, ternyata menyimpan banyak masalah di lapangan. Masalah itu disampaikan petani plasma ke DPRD Sintang.
Hal yang sama disampaikan anggota Komisi D DPRD Sintang, Nekodimus. Dia meminta perusahaan perkebunan kelapa sawit Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) menyampaikan luas kebun, baik itu inti maupun plasma ke DPRD Sintang.
Permintaan itu disampaikan Nekodimus saat rapat kerja Komisi D DPRD Sintang yang membahas polemik selisih luas lahan plasma Koperasi Bina Tani Sejahtera (BTS) dan Koperasi Bina Tani Mandiri (BTM) yang bermitra dengan PT Buana Hijau Abadi (PT BHA 2) dari Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) di Kecamatan Ketungau Hilir dan Kecamatan Ketungau Tengah.
" Saya sampai hari ini tidak tahu berapa luas kebun HPI. Dan dalam rapat-rapat terdahulu kita minta HPI menyampaikan protokol inti dan plasma pada kita, tapi sampai hari ini luas kebun inti dan plasma belum disampaikan ke meja DPRD."
"Saya tidak tahu apa masalahnya. Apa ada yang disembunyikan di sini? Atau apa masalahnya? Karena kalau perusahaan lain begitu kita minta data, mereka langsung disampaikan," keluhnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022