Pada tahun ini Dinas Pertanian Peternakan dan Perkebunan (Distanakbun) Kabupaten Ketapang sudah melaksanakan vaksinasi rabies di semua daerah hulu di Ketapang terhadap sekitar 5.500 anjing, kata Medik Veteriner Subkoordinator Kesmavet Distanakbun Ketapang, drh. Eko Sutanto di Ketapang, Rabu.
"Terus ditambah pada kegiatan WRD atau World Rabies Day tahun 2022 ini. Kita melaksanakan vaksinasi rabies juga secara massal sama seperti tahun-tahun sebelumnya," tutur Eko.
Eko mengungkapkan, peringatan WRD 2022 pihaknya melaksanakan vaksinasi rabies khusus di Kecamatan Delta Pawan. Kegiatan dilaksanakan di Puskeswan, Jalan Basuki Rahmat Kecamatan Delta Pawan.
"Pada kegiatan WRD 2022 ini kita targetkan 200 ekor yang divaksin rabies meliputi anjing, kucing maupun kera. Semua vaksinasi yang kita laksanakan gratis," ujarnya.
Ia menambahkan, tema WRD 2022 yakni "Rabies One Health, Zero Deaths," maksudnya dalam penanganan rabies harus berkolaborasi dengan beberapa stakeholder.
"Ini juga sudah kita lakukan selama ini seperti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan pihak Kementerian Lingkungan Hidup. Jadi saat ini kita sudah bekerjasama dan bergerak bersama-sama menangani kasus rabies di Ketapang," ucapnya.
Eko mengatakan selama 2022 ada 155 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) di Ketapang. "Peningkatan adanya kasus GHPR tahun ini bukan karena hal jelek. Malah sebaliknya ini dinilai baik dan positif," tegasnya.
Ia menjelaskan sebab peningkatan terjadi karena kesadaran masyarakat untuk melaporkan jika adanya kasus GHPR sudah cukup tinggi. Artinya respon masyarakat jika ada kasus GHPR untuk segera melapor ke petugas sudah baik saat ini. Sehingga penanganan kasus gigitan atau rabies bisa cepat dilakukan dan kasus kematian bisa diminimalisir.
"Kalau dulu masyarakat jarang bahkan tidak melaporkan jika terjadi kasus GHPR. Tentunya melaporkan dan tidak melaporkan akan berdampak terhadap penangan korban gigitan," jelas Eko.
Eko memaparkan, di antara 155 kasus GHPR ada lima yang mengarah pada rabies. Satu di antara lima itu terjadi kasus lyssa atau kematian yakni di Kecamatan Kendawangan. "Informasinya karena terlambat melaporkan korban ketika terjadi kasus gigitan," tuturnya.
Terjadinya kasus lyssa atau kematian korban rabies karena masyarakat tidak melapor ke puskesmas atau petugas ketika terjadi kasus GHPR.
Kalau korban gigitan cepat dilaporkan dan mendapatkan penanganan kemungkinan besar bisa diselamatkan dari kasus kematian," tegas Eko.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
"Terus ditambah pada kegiatan WRD atau World Rabies Day tahun 2022 ini. Kita melaksanakan vaksinasi rabies juga secara massal sama seperti tahun-tahun sebelumnya," tutur Eko.
Eko mengungkapkan, peringatan WRD 2022 pihaknya melaksanakan vaksinasi rabies khusus di Kecamatan Delta Pawan. Kegiatan dilaksanakan di Puskeswan, Jalan Basuki Rahmat Kecamatan Delta Pawan.
"Pada kegiatan WRD 2022 ini kita targetkan 200 ekor yang divaksin rabies meliputi anjing, kucing maupun kera. Semua vaksinasi yang kita laksanakan gratis," ujarnya.
Ia menambahkan, tema WRD 2022 yakni "Rabies One Health, Zero Deaths," maksudnya dalam penanganan rabies harus berkolaborasi dengan beberapa stakeholder.
"Ini juga sudah kita lakukan selama ini seperti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan pihak Kementerian Lingkungan Hidup. Jadi saat ini kita sudah bekerjasama dan bergerak bersama-sama menangani kasus rabies di Ketapang," ucapnya.
Eko mengatakan selama 2022 ada 155 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) di Ketapang. "Peningkatan adanya kasus GHPR tahun ini bukan karena hal jelek. Malah sebaliknya ini dinilai baik dan positif," tegasnya.
Ia menjelaskan sebab peningkatan terjadi karena kesadaran masyarakat untuk melaporkan jika adanya kasus GHPR sudah cukup tinggi. Artinya respon masyarakat jika ada kasus GHPR untuk segera melapor ke petugas sudah baik saat ini. Sehingga penanganan kasus gigitan atau rabies bisa cepat dilakukan dan kasus kematian bisa diminimalisir.
"Kalau dulu masyarakat jarang bahkan tidak melaporkan jika terjadi kasus GHPR. Tentunya melaporkan dan tidak melaporkan akan berdampak terhadap penangan korban gigitan," jelas Eko.
Eko memaparkan, di antara 155 kasus GHPR ada lima yang mengarah pada rabies. Satu di antara lima itu terjadi kasus lyssa atau kematian yakni di Kecamatan Kendawangan. "Informasinya karena terlambat melaporkan korban ketika terjadi kasus gigitan," tuturnya.
Terjadinya kasus lyssa atau kematian korban rabies karena masyarakat tidak melapor ke puskesmas atau petugas ketika terjadi kasus GHPR.
Kalau korban gigitan cepat dilaporkan dan mendapatkan penanganan kemungkinan besar bisa diselamatkan dari kasus kematian," tegas Eko.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022