Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa Warga Negara Vietnam berinisial LVH yang ditetapkan sebagai tersangka penyelundupan puluhan satwa dilindungi itu terancam dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
"Diketahui, LVH merupakan nahkoda kapal MV Royal 06 berbendera Vietnam sekaligus pemilik satwa dilindungi dari Indonesia yang rencananya diselundupkan ke Vietnam. LVH berhasil diamankan dalam patroli Lantamal XII Pontianak di perairan Sungai Pontianak pada tanggal 20 Desember 2022," kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani di Pontianak, Rabu.
Rasio menjelaskan, dalam patroli tersebut, ditemukan 36 satwa liar yang dilindungi undang-undang berupa bekantan sebanyak 16 ekor, burung kakak tua maluku (10 ekor), burung kakak tua koki (3 ekor), burung kakak tua putih (3 ekor), burung kakak tua jambul kuning (3 ekor) dan burung kakak tua raja (1 ekor).
Dari hasil pemeriksaan tersangka LVH bahwa satwa-satwa tersebut akan dibawa ke Vietnam. Satwa-satwa tersebut dibeli dari beberapa orang sedangkan asal satwa-satwa ini masih dalam pendalaman penyidik.
"Saat ini penyidik sedang mendalami kemungkinan adanya jaringan perdagangan lintas batas negara (internasional) satwa yang dilindungi," tuturnya.
Dia juga, mengatakan penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi merupakan komitmen pemerintah guna melindungi kekayaan keanekaragaman hayati (kehati) Bangsa Indonesia.
Penyelundupan oleh warga negara asing ini merupakan ancaman terhadap kelestarian kehati dan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan Bangsa Indonesia.
Menurutnya, penyelundupan satwa yang dilindungi ini merupakan kejahatan serius, lintas negara (transnational crime) dan menjadi perhatian dunia internasional. Kejahatan ini harus kita hentikan dan tindak tegas, pelaku harus dihukum maksimal agar berefek jera dan berkeadilan.
"Untuk itu, kami mengapresiasi semua pihak atas dukungannya dalam penanganan kasus ini, khususnya kepada Lantamal XII Pontianak, Polda Kalimantan Barat dan Kejati Kalimantan Barat. Keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan kerja bersama antara aparat penegakan hukum dan bukti komitmen pemerintah dalam melindungi sumberdaya kehati," kata Rasio Sani.
Dia juga menambahkan bahwa sebagai bentuk komitmen pemerintah melindungi sumber daya kekayaan hayati Indonesia, khususnya kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang dilindungi dari berbagai ancaman dan tindak kejahatan, Gakkum KLHK terus memperkuat berbagai kerja sama dengan aparat hukum dan lembaga lainnya seperti kepolisian, Bea Cukai, TNI-AL, Bakamla, Badan Karantina Pertanian, BKSDA, PPATK, serta Kejaksaan.
"Disamping itu kami terus memperkuat pemanfaatan teknologi seperti cyber patrol, dan intelligence centre untuk pengawasan perdagangan satwa dilindungi," katanya.
Menurutnya, konsistensi Gakkum KLHK dalam pengamanan dan penegakan hukum terhadap kejahatan TSL sangat penting, untuk memastikan kekayaan hayati sebagai keunggulan komparatif Indonesia yang tidak dimiliki negara-negara lainnya, agar tetap lestari.
"Saat ini Gakkum KLHK telah melakukan 1.915 Operasi Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kawasan Hutan di Indonesia, 453 diantaranya Operasi Tumbuhan dan Satwa Liar telah dilakukan KLHK bersama Kementerian/Lembaga lainnya serta 1.348 perkara pidana dan perdata telah dibawa ke pengadilan, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan," katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Eduward Hutapea mengatakan bahwa penyidik Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan telah melakukan pemeriksaan dan menetapkan LVH sebagai tersangka dengan perbuatan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 Ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling tinggi Rp100.000.000,-.
Terhadap barang bukti berupa satwa Bekantan (Nasalis larvatus) telah dilepasliarkan ke habitatnya melalui koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat. Sedangkan terhadap satwa burung dilindungi, saat ini masih dititip rawatkan kepada pihak Yayasan Planet Indonesia (YPI) menunggu pelepasliaran pada habitat asalnya di Papua dan Maluku.
Eduward Hutapea, menambahkan bahwa dengan telah lengkapnya berkas penyidikan, Tersangka LVH dan Barang Bukti (Tahap-2) segera diserahkan kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
"Kemudian melalui Kejaksaan Negeri Pontianak untuk proses lebih lanjut di Pengadilan Negeri Pontianak. Kami tetap melakukan pendalaman untuk mengungkap perdagangan satwa liar yang terkait dan kemungkinan perdagangan satwa lainnya," kata Eduward.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Diketahui, LVH merupakan nahkoda kapal MV Royal 06 berbendera Vietnam sekaligus pemilik satwa dilindungi dari Indonesia yang rencananya diselundupkan ke Vietnam. LVH berhasil diamankan dalam patroli Lantamal XII Pontianak di perairan Sungai Pontianak pada tanggal 20 Desember 2022," kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani di Pontianak, Rabu.
Rasio menjelaskan, dalam patroli tersebut, ditemukan 36 satwa liar yang dilindungi undang-undang berupa bekantan sebanyak 16 ekor, burung kakak tua maluku (10 ekor), burung kakak tua koki (3 ekor), burung kakak tua putih (3 ekor), burung kakak tua jambul kuning (3 ekor) dan burung kakak tua raja (1 ekor).
Dari hasil pemeriksaan tersangka LVH bahwa satwa-satwa tersebut akan dibawa ke Vietnam. Satwa-satwa tersebut dibeli dari beberapa orang sedangkan asal satwa-satwa ini masih dalam pendalaman penyidik.
"Saat ini penyidik sedang mendalami kemungkinan adanya jaringan perdagangan lintas batas negara (internasional) satwa yang dilindungi," tuturnya.
Dia juga, mengatakan penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi merupakan komitmen pemerintah guna melindungi kekayaan keanekaragaman hayati (kehati) Bangsa Indonesia.
Penyelundupan oleh warga negara asing ini merupakan ancaman terhadap kelestarian kehati dan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan Bangsa Indonesia.
Menurutnya, penyelundupan satwa yang dilindungi ini merupakan kejahatan serius, lintas negara (transnational crime) dan menjadi perhatian dunia internasional. Kejahatan ini harus kita hentikan dan tindak tegas, pelaku harus dihukum maksimal agar berefek jera dan berkeadilan.
"Untuk itu, kami mengapresiasi semua pihak atas dukungannya dalam penanganan kasus ini, khususnya kepada Lantamal XII Pontianak, Polda Kalimantan Barat dan Kejati Kalimantan Barat. Keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan kerja bersama antara aparat penegakan hukum dan bukti komitmen pemerintah dalam melindungi sumberdaya kehati," kata Rasio Sani.
Dia juga menambahkan bahwa sebagai bentuk komitmen pemerintah melindungi sumber daya kekayaan hayati Indonesia, khususnya kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang dilindungi dari berbagai ancaman dan tindak kejahatan, Gakkum KLHK terus memperkuat berbagai kerja sama dengan aparat hukum dan lembaga lainnya seperti kepolisian, Bea Cukai, TNI-AL, Bakamla, Badan Karantina Pertanian, BKSDA, PPATK, serta Kejaksaan.
"Disamping itu kami terus memperkuat pemanfaatan teknologi seperti cyber patrol, dan intelligence centre untuk pengawasan perdagangan satwa dilindungi," katanya.
Menurutnya, konsistensi Gakkum KLHK dalam pengamanan dan penegakan hukum terhadap kejahatan TSL sangat penting, untuk memastikan kekayaan hayati sebagai keunggulan komparatif Indonesia yang tidak dimiliki negara-negara lainnya, agar tetap lestari.
"Saat ini Gakkum KLHK telah melakukan 1.915 Operasi Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kawasan Hutan di Indonesia, 453 diantaranya Operasi Tumbuhan dan Satwa Liar telah dilakukan KLHK bersama Kementerian/Lembaga lainnya serta 1.348 perkara pidana dan perdata telah dibawa ke pengadilan, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan," katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Eduward Hutapea mengatakan bahwa penyidik Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan telah melakukan pemeriksaan dan menetapkan LVH sebagai tersangka dengan perbuatan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 Ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling tinggi Rp100.000.000,-.
Terhadap barang bukti berupa satwa Bekantan (Nasalis larvatus) telah dilepasliarkan ke habitatnya melalui koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat. Sedangkan terhadap satwa burung dilindungi, saat ini masih dititip rawatkan kepada pihak Yayasan Planet Indonesia (YPI) menunggu pelepasliaran pada habitat asalnya di Papua dan Maluku.
Eduward Hutapea, menambahkan bahwa dengan telah lengkapnya berkas penyidikan, Tersangka LVH dan Barang Bukti (Tahap-2) segera diserahkan kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
"Kemudian melalui Kejaksaan Negeri Pontianak untuk proses lebih lanjut di Pengadilan Negeri Pontianak. Kami tetap melakukan pendalaman untuk mengungkap perdagangan satwa liar yang terkait dan kemungkinan perdagangan satwa lainnya," kata Eduward.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023