Mengunjungi tempat bersejarah menjadi tujuan wisata yang menyenangkan, begitu pula ketika mengunjungi bangunan yang memiliki nilai historis seperti rumah ibadah.
Salah satu rumah ibadah yang menarik untuk dikunjungi adalah Masjid Batu di Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya, yang menjadi satu di antara pilihan yang terbaik untuk dikunjungi.
Masjid Batu atau Masjid Nasrullah didirikan pada tahun 1926, oleh Haji Ismail Mundu. Beliau adalah seorang ulama besar dari Teluk Pakedai. Haji Ismail membangun masjid itu bersama murid sekaligus sahabat karibnya Haji Haruna Bin Haji Ismail.
Haji Ismail memiliki inisiatif untuk mendirikan masjid. Hal tersebut diutarakan beliau kepada murid-muridnya yang lain dan mendapat tanggapan yang sangat baik.
Kemudian Haji Doeng, salah satu orang terkaya di Teluk Pakedai pada saat itu sekaligus satu di antara murid Haji Ismail Mundu, mewakafkan tanahnya yang terletak di Desa Teluk Pakedai Hulu. Dana pembangunannya berasal dari sumbangan Haji Haruna Bin Haji Ismail dan sumbangan dari murid-murid Haji Ismail Mundu di Malaysia.
Arsitek pembangunan masjid didatangkan langsung dari Pontianak oleh Haji Haruna Bin Haji Ismail, yaitu Abdul Wahid Bin Abu alias Wak Bangkik.
Abdul Wahid juga merupakan arsitek dari sebuah Lembaga Permasyarakatan Pontianak pada masa lalu, yang saat ini menjadi Rumah Sakit Umum Santo Antonius di Jalan Wahid Hasyim, Sungai Jawi, Kecamatan Pontianak Barat.
Sedangkan untuk pembangunan masjid dikerjakan oleh murid-murid Haji Ismail Mundu dan masyarakat sekitar.
Luas bangunan masjid yang kini berusia 97 tahun itu 144 meter persegi, dengan panjang 12 meter dan lebar 12 meter pula. Bangunannya meliputi ruang utama seluas 64 meter persegi dengan panjang 8 meter dan lebar 8 meter. Sisanya berupa serambi dengan panjang 4 meter dan lebar 2 meter.
Pada bagian depan terdapat dua ruang kecil untuk imam (mihrab) berdiri memimpin shalat dan ruangan mimbar. Dan terdapat pula jendela kecil berfungsi sebagai ventilasi udara dan cahaya.
Di sisi kanan dan kiri bangunan masjid, masing-masing terdapat dua pintu dengan dua daun pintu berbahan kayu. Pada dinding bagian timur terdapat tiga pintu. Satu pintu berada di tengah berukuran lebih besar dari dua pintu di sampingnya. Tembok masjid dan pagar menggunakan batu bata bersemen.
Masjid ini bernama Masjid Batu karena memang struktur bangunan masjid ini mayoritas terdiri dari batu bata.
Berdasarkan sejarah, dalam rancangan awal Masjid Batu sendiri rencananya tidak menggunakan kayu sama sekali dan hanya menggunakan batu. Sehingga saat masjid ini belum diketahui namanya, masyarakat setempat menyebutnya sebagai masjid Batu.
Struktur bangunan masjid Batu cukup unik, karena bangunan masjid ini tidak memiliki tiang penyangga besar seperti masjid pada umumnya. Hal ini dikarenakan pada awal pembangunannya masjid Batu dirancang untuk dibentuk seperti Ka'bah, yaitu berbentuk persegi empat.
Bahan untuk membangunnya juga sebagian besar terdiri dari batu bata, sesuai dengan rancangan awal yang tidak menggunakan bahan dari kayu. Tetapi dalam pembangunannya masjid batu akhirnya tidak jadi dibentuk seperti Ka’bah, hal ini dikarenakan kurangnya dana untuk pembangunan masjid.
Juru kunci makam guru Haji Ismail Mundu, Ilham mengatakan bahwa saat ini tidak ada ketua kepengurusan di Masjid Batu, sehingga untuk sementara balai saji di masjid ini harus ditutup hingga waktu yang tidak ditentukan.
"Dulunya ketua pengurus di sini Haji Riva’i dari tahun 2008, namun beliau meninggal dunia bulan lalu, jadi sekarang belum ada pengurus baru. Balai saji terpaksa ditutup, tidak tahu kapan akan dibuka lagi," katanya menjelaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
Salah satu rumah ibadah yang menarik untuk dikunjungi adalah Masjid Batu di Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya, yang menjadi satu di antara pilihan yang terbaik untuk dikunjungi.
Masjid Batu atau Masjid Nasrullah didirikan pada tahun 1926, oleh Haji Ismail Mundu. Beliau adalah seorang ulama besar dari Teluk Pakedai. Haji Ismail membangun masjid itu bersama murid sekaligus sahabat karibnya Haji Haruna Bin Haji Ismail.
Haji Ismail memiliki inisiatif untuk mendirikan masjid. Hal tersebut diutarakan beliau kepada murid-muridnya yang lain dan mendapat tanggapan yang sangat baik.
Kemudian Haji Doeng, salah satu orang terkaya di Teluk Pakedai pada saat itu sekaligus satu di antara murid Haji Ismail Mundu, mewakafkan tanahnya yang terletak di Desa Teluk Pakedai Hulu. Dana pembangunannya berasal dari sumbangan Haji Haruna Bin Haji Ismail dan sumbangan dari murid-murid Haji Ismail Mundu di Malaysia.
Arsitek pembangunan masjid didatangkan langsung dari Pontianak oleh Haji Haruna Bin Haji Ismail, yaitu Abdul Wahid Bin Abu alias Wak Bangkik.
Abdul Wahid juga merupakan arsitek dari sebuah Lembaga Permasyarakatan Pontianak pada masa lalu, yang saat ini menjadi Rumah Sakit Umum Santo Antonius di Jalan Wahid Hasyim, Sungai Jawi, Kecamatan Pontianak Barat.
Sedangkan untuk pembangunan masjid dikerjakan oleh murid-murid Haji Ismail Mundu dan masyarakat sekitar.
Luas bangunan masjid yang kini berusia 97 tahun itu 144 meter persegi, dengan panjang 12 meter dan lebar 12 meter pula. Bangunannya meliputi ruang utama seluas 64 meter persegi dengan panjang 8 meter dan lebar 8 meter. Sisanya berupa serambi dengan panjang 4 meter dan lebar 2 meter.
Pada bagian depan terdapat dua ruang kecil untuk imam (mihrab) berdiri memimpin shalat dan ruangan mimbar. Dan terdapat pula jendela kecil berfungsi sebagai ventilasi udara dan cahaya.
Di sisi kanan dan kiri bangunan masjid, masing-masing terdapat dua pintu dengan dua daun pintu berbahan kayu. Pada dinding bagian timur terdapat tiga pintu. Satu pintu berada di tengah berukuran lebih besar dari dua pintu di sampingnya. Tembok masjid dan pagar menggunakan batu bata bersemen.
Masjid ini bernama Masjid Batu karena memang struktur bangunan masjid ini mayoritas terdiri dari batu bata.
Berdasarkan sejarah, dalam rancangan awal Masjid Batu sendiri rencananya tidak menggunakan kayu sama sekali dan hanya menggunakan batu. Sehingga saat masjid ini belum diketahui namanya, masyarakat setempat menyebutnya sebagai masjid Batu.
Struktur bangunan masjid Batu cukup unik, karena bangunan masjid ini tidak memiliki tiang penyangga besar seperti masjid pada umumnya. Hal ini dikarenakan pada awal pembangunannya masjid Batu dirancang untuk dibentuk seperti Ka'bah, yaitu berbentuk persegi empat.
Bahan untuk membangunnya juga sebagian besar terdiri dari batu bata, sesuai dengan rancangan awal yang tidak menggunakan bahan dari kayu. Tetapi dalam pembangunannya masjid batu akhirnya tidak jadi dibentuk seperti Ka’bah, hal ini dikarenakan kurangnya dana untuk pembangunan masjid.
Juru kunci makam guru Haji Ismail Mundu, Ilham mengatakan bahwa saat ini tidak ada ketua kepengurusan di Masjid Batu, sehingga untuk sementara balai saji di masjid ini harus ditutup hingga waktu yang tidak ditentukan.
"Dulunya ketua pengurus di sini Haji Riva’i dari tahun 2008, namun beliau meninggal dunia bulan lalu, jadi sekarang belum ada pengurus baru. Balai saji terpaksa ditutup, tidak tahu kapan akan dibuka lagi," katanya menjelaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023