Bapemperda DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, bersama tim eksekutif setempat sepakat mengoptimalkan pendapatan dari sektor pajak dan retribusi daerah.

Namun, tetap mempertimbangkan kemampuan masyarakat, khususnya pelaku usaha.

"Kita berharap dengan adanya perda (peraturan daerah) ini nantinya pendapatan dari pajak dan retribusi lebih meningkat. Tentunya tetap kami teliti agar jangan sampai memberatkan," kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kotawaringin Timur Handoyo J. Wibowo di Sampit, Rabu.

Bapemperda bersama tim eksekutif melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tim eksekutif dikoordinasi Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kotawaringin Timur Ramadansyah.

Berbagai masukan disampaikan anggota Bapemperda saat pembahasan. Salah satunya disampaikan Dadang Siswanto yang menyarankan agar tarif pajak daerah untuk bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) tetap dipertahankan di angka 5 persen dan tidak dinaikkan.

"Ketika pungutan lima persen ini berjalan dengan lancar dan tanpa kendala, wajib pajak membayar dengan patuh, maka saya kira bisa dilanjutkan membahas jenis pajak berikutnya saja karena BPHTB ini bukan hal baru dan merupakan salah satu idola bagi pemasukan daerah ini," ujar Dadang.

Anggota Bapemperda lainnya, Sihol Parningotan Lumban Gaol, juga memberi masukan terkait dengan BPHTB untuk rumah subsidi. Dia menyarankan agar ada kebijakan khusus agar tidak membebani masyarakat selaku pembeli.

Menurut dia, pengembang tidak akan terkendala dampak langsung terkait dengan nilai pajak karena pada ujungnya tarif tersebut dibayar oleh masyarakat. Jika pajak daerah tinggi, akan berdampak pada kemampuan warga mendapatkan rumah subsidi tersebut.

"Harapan saya dalam perda bisa dibuatkan atau disisipkan pasal bagaimana mengakomodasi rumah subsidi, apakah tarif BPHTB dinolkan saja atau dikasih khusus besaran pajaknya hanya 2 atau 2,5 persen," usul Lumban Gaol.

Kepala Bapenda Kotawaringin Timur Ramadansyah berterima kasih atas masukan dan usulan dari Bapemperda terkait dengan peningkatan pendapatan asli daerah melalui pajak daerah dan retribusi daerah.

"Makin banyak yang ikut memikirkan masalah ini maka saya yakin akan makin besar kemampuan menggali potensi pendapatan daerah ini. Melalui rapat inilah memutuskan bersama langkah-langkah yang akan diambil," ujar Ramadansyah.

Sementara itu, rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah akan dilanjutkan pada jadwal berikutnya. Bapemperda berkomitmen merampungkan pembahasannya meski tahapan pemilu anggota legislatif mulai berjalan.

Pemerintah pusat telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Undang-undang ini mewajibkan daerah untuk segera menyusun peraturan daerah atau perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Perda ini nantinya diharapkan dapat menjadi solusi jika ada pungutan daerah tumpang-tindih dengan pusat. Penyusunan raperda ini juga harus menyesuaikan dengan peraturan yang mengatur tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur.

Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah termasuk yang diprioritaskan. Pemberlakuan peraturan daerah ini nantinya diharapkan dapat membawa dampak positif dalam upaya memaksimalkan pendapatan asli daerah.

 

Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Pontianak, Kalimantan Barat, menghadirkan Kode Quick Response (QR) Objek Pajak (QROP) sebagai sebuah inovasi untuk  mendukung optimalisasi penerimaan pajak daerah.

"Wajib Pajak (WP) dapat mengakses informasi pajak daerah hanya dengan memindai atau scan kode QR lewat telpon pintar," ujar Kepala BKD Kota Pontianak Amirullah di Pontianak, Jumat.

Terobosan ini, lanjut dia, merupakan bagian dari inovasi. Cukup melakukan scan kode QR yang terdapat di tempat usaha WP, muncul berbagai informasi terkait pajak daerah, mulai dari aplikasi pajak daerah, layanan pusat pajak daerah dan lainnya.

Ia menambahkan bahwa inovasi yang ada juga menjadi bagian modernisasi pengawasan pajak daerah yang telah terdaftar dengan memberi tanda objek pajak, yang mana kode QR tersebut diletakkan atau ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat oleh petugas pendataan dan pengawasan pajak daerah maupun masyarakat selaku subjek atau objek pajak.

Saat ini pihaknya sudah mulai menerapkan pada jenis Pajak Restoran dan Pajak Parkir. Selanjutnya menyusul objek-objek pajak lainnya.

"Melalui QROP ini, selain memudahkan WP dan masyarakat, juga memudahkan petugas karena lebih cepat, efisien dan praktis dalam melakukan pengawasan terhadap objek pajak," kata dia.

Ia mengatakan QROP juga untuk mengoptimalkan peran pengawasan masyarakat dan petugas pajak dalam menjaring objek pajak daerah yang belum terdaftar sebagai WP daerah.

Label QROP juga sebagai kendali data pajak berkaitan dengan objek pajak bersangkutan. Oleh sebab itu, ia mengimbau bagi para WP untuk memasang atau menempatkan QROP di area atau tempat yang mudah dilihat pada objek pajak atau tempat usahanya masing-masing sehingga petugas maupun masyarakat bisa dengan mudah mengaksesnya.

"Dengan QROP akan lebih mudah mendapatkan titik lokasi dan foto objek pajak sehingga dapat menambahkan informasi database perpajakan secara up to date atau sesuai kondisi terkini," jelas dia. Baca selengkapnya: Pontianak hadirkan QROP upaya optimalkan pajak daerah

 

Pewarta: Muhammad Arif Hidayat/Norjani

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023