Presiden Joko Widodo bertolak ke Provinsi Aceh, Selasa, untuk meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Melalui Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa pagi, Jokowi bersama rombongan terbatas lepas landas menggunakan pesawat Kepresidenan Indonesia-1, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis Biro Pers Sekretariat Presiden.

Setibanya di Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Jokowi dan rombongan langsung melanjutkan perjalanan dengan menggunakan helikopter Super Puma TNI AU menuju Kabupaten Pidie.

Di Pidie, Jokowi meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat Aceh di Rumoh Geudong. Selanjutnya, Selasa siang, Jokowi dijadwalkan kembali menuju Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda untuk kembali ke Jakarta.

Baca juga: Presiden akan umumkan penyelesaian kasus HAM berat di Aceh

Turut mendampingi Jokowi dalam kunjungan itu ialah Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Bey Machmudin, Sekretaris Militer Presiden Laksda TNI Hersan, dan Komandan Paspampres Mayjen TNI Rafael Granada Baay.

Lokasi peluncuran penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh tersebut merupakan lokasi tragedi Rumoh Geudong yaitu sebuah tragedi pelanggaran HAM berat selama masa konflik Aceh tahun 1989-1998.

Sebelumnya, Pemerintah telah mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam sedikitnya 12 peristiwa pada masa lalu. Tiga kasus di antaranya berasal di Aceh, yakni peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Pidie tahun 1989, Peristiwa Simpang KKA Aceh Utara tahun 1999, dan kejadian di Jambo Keupok Aceh Selatan tahun 2003.
 

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yakni penyerangan kantor PDI Perjuangan yang merupakan simbol kedaulatan politik partai di Jalan Diponegoro Jakarta pada 27 Juli 1996 hingga saat ini masih gelap.

"Sesuai amanat Kongres IV PDI Perjuangan di Bali pada 2015, akan terus memperjuangkan penyelesaian pelanggaran HAM berat tersebut," kata Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, usai diskusi terbatas "Penyelesaian Kasus 27 Juli 1996" di kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu.

Menurut Hasto, penyerangan kantor DPP PDI pada 20 tahun lalu, merupakan intervensi kekuasaan terhadap partai politik yang aspiratif sehingga menjadi simbol matinya demokrasi. Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan, yang sejak awal konsisten memilih jalur hukum melalui Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menegaskan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat penyerangan kantor DPP PDI tersebut terhenti di pengadilan koneksitas.Baca selengkapnya: Penyelesaian Kasus Penyerangan Kantor PDIP Masih Gelap

Pewarta: Indra Arief Pribadi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023