Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan kolaborasi merupakan kunci untuk dapat mempercepat transformasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril menuturkan kolaborasi itu termasuk antarsekolah, pemerintah daerah, guru, orang tua, dan masyarakat.
“Kita harus memastikan adanya kolaborasi ekosistem PAUD, termasuk sekolah, pemerintah daerah, guru, orang tua, dan masyarakat,” katanya dalam Forum Dialog Kebijakan PAUD ASEAN di Jakarta, Selasa.
Di sisi lain, dalam pleno sesi kedua Forum Dialog Kebijakan PAUD ASEAN yang bertema Early Childhood Care Education Teachers' Workforce disebutkan selama ini masih terdapat permasalahan dalam ekosistem guru PAUD.
Perwakilan dari University of Auckland Marek Tesar mengatakan permasalahan tersebut di antaranya kurangnya apresiasi terhadap guru yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekacauan terhadap kualitas pendidikan termasuk PAUD.
Marek menyebutkan kurangnya apresiasi tersebut di antaranya upah guru yang rendah, kurangnya kesempatan peningkatan kemampuan secara profesional, kelelahan dan stres, ketidaksetaraan gender dalam peran kepemimpinan, serta kesenjangan ras dan etnis.
Ia pun memberikan sejumlah rekomendasi inisiatif untuk mengatasi isu-isu tersebut antara lain advokasi untuk keadilan serta alokasi pendanaan yang cukup bagi guru.
Selain itu, juga melakukan intervensi yang berfokus pada pendidikan awal, melakukan inovasi pedagogi, serta berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas.
“Kami bekerja sama dengan serikat guru dan SEAMEO CECCEP dalam pemenuhan hak anak atas lingkungan belajar yang baik agar anak-anak dapat menjadi pelajar sepanjang hayat,” ujar Marek.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur SEAMEO CECCEP Vina Adriany menuturkan pelatihan guru seringkali didasarkan pada kekurangan guru dan model pembelajaran yang disusun dengan kurang mempertimbangkan aspek-aspek sosial dan budaya.
Oleh sebab itu, Vina menegaskan perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai dan tidak hanya berfokus pada satu pakem yang dominan saja.
Ia mengatakan pihaknya selalu melihat dan mempertimbangkan suara-suara guru dengan berusaha memberikan pelatihan yang membuat mereka mendapat penyegaran dan memutakhirkan kemampuan.
"Guru juga dapat memiliki ruang solidaritas melalui pelatihan bahkan juga bertemu dengan guru lain dan saling bertukar pandangan serta mengevaluasi praktik baik mengajar mereka satu sama lain," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril menuturkan kolaborasi itu termasuk antarsekolah, pemerintah daerah, guru, orang tua, dan masyarakat.
“Kita harus memastikan adanya kolaborasi ekosistem PAUD, termasuk sekolah, pemerintah daerah, guru, orang tua, dan masyarakat,” katanya dalam Forum Dialog Kebijakan PAUD ASEAN di Jakarta, Selasa.
Di sisi lain, dalam pleno sesi kedua Forum Dialog Kebijakan PAUD ASEAN yang bertema Early Childhood Care Education Teachers' Workforce disebutkan selama ini masih terdapat permasalahan dalam ekosistem guru PAUD.
Perwakilan dari University of Auckland Marek Tesar mengatakan permasalahan tersebut di antaranya kurangnya apresiasi terhadap guru yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekacauan terhadap kualitas pendidikan termasuk PAUD.
Marek menyebutkan kurangnya apresiasi tersebut di antaranya upah guru yang rendah, kurangnya kesempatan peningkatan kemampuan secara profesional, kelelahan dan stres, ketidaksetaraan gender dalam peran kepemimpinan, serta kesenjangan ras dan etnis.
Ia pun memberikan sejumlah rekomendasi inisiatif untuk mengatasi isu-isu tersebut antara lain advokasi untuk keadilan serta alokasi pendanaan yang cukup bagi guru.
Selain itu, juga melakukan intervensi yang berfokus pada pendidikan awal, melakukan inovasi pedagogi, serta berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas.
“Kami bekerja sama dengan serikat guru dan SEAMEO CECCEP dalam pemenuhan hak anak atas lingkungan belajar yang baik agar anak-anak dapat menjadi pelajar sepanjang hayat,” ujar Marek.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur SEAMEO CECCEP Vina Adriany menuturkan pelatihan guru seringkali didasarkan pada kekurangan guru dan model pembelajaran yang disusun dengan kurang mempertimbangkan aspek-aspek sosial dan budaya.
Oleh sebab itu, Vina menegaskan perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai dan tidak hanya berfokus pada satu pakem yang dominan saja.
Ia mengatakan pihaknya selalu melihat dan mempertimbangkan suara-suara guru dengan berusaha memberikan pelatihan yang membuat mereka mendapat penyegaran dan memutakhirkan kemampuan.
"Guru juga dapat memiliki ruang solidaritas melalui pelatihan bahkan juga bertemu dengan guru lain dan saling bertukar pandangan serta mengevaluasi praktik baik mengajar mereka satu sama lain," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023