Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat kekeringan akibat musim kemarau berkepanjangan yang diiringi cuaca dingin ekstrem di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, memicu gagal panen dan mengakibatkan enam orang meninggal.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, mengatakan gagal panen membuat warga kesulitan mendapatkan bahan makanan sejak 3 Juni 2023.

“Kekeringan itu juga menyebabkan warga setempat kesulitan mendapatkan air bersih hingga mengakibatkan enam warga yang meliputi lima orang dewasa dan seorang bayi meninggal dunia. Diduga dikarenakan diare dan dehidrasi,” kata Abdul.

Berdasarkan laporan Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB yang dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Puncak per Minggu (30/7), bencana kekeringan ini telah berdampak pada kurang lebih 7.500 jiwa.
 

“Adapun penanganan darurat yang telah dilakukan meliputi penyelidikan epidemiologi kepada para korban yang meninggal dunia oleh Dinas Kesehatan Provinsi Papua Tengah,” ujar dia.

Selain itu distribusi bantuan makanan dan obat-obatan serta penyuluhan kesehatan juga dilakukan secara berkala. Operasi pemantauan dan penanganan kesehatan ini juga didampingi oleh Emergency Medical Team (EMT) Regional Papua.

Sementara itu Pemkab Puncak juga mendistribusikan bantuan logistik dan peralatan yang meliputi makanan siap saji 4.000 paket, makanan anak 4.000 paket, lauk pauk siap saji 2.000 paket, tenda gulung 500 lembar, sarden 25 dus, kornet 32 dus, sosis 83 dus, abon sapi 15 dus, biskuit 18 dus, pakaian seragam sekolah anak 3.000 setel, pakaian dewasa 4.000 setel, celana dewasa 4.000 lembar, dan selimut 4.000 lembar.
 


 

Menteri Pertambangan dan Energi Brazil Bento Albuquerque, Selasa (31/8), memperingatkan bahwa krisis energi yang terjadi di negara itu lebih buruk ketimbang prakiraan sebelumnya karena rekor kekeringan yang menghambat pembangkit listrik tenaga air.

Dalam pidato nasional yang disiarkan sebelumnya pada berita malam, Albuquerque mengatakan krisis tersebut semakin parah. Cadangan air di pembangkit listrik tenaga air telah turun ke level terendah dalam catatan 91 tahun.

“Hari ini saya kembali untuk memberi tahu Anda sekalian bahwa kondisi energi air kita semakin buruk,” katanya.

“Musim hujan di bagian Selatan juga lebih buruk dari yang diharapkan. Sehingga, waduk pembangkit listrik tenaga air kita di Tenggara dan Barat Tengah mengalami penurunan yang parah dari yang diharapkan,” tuturnya.

Sebagai dampak dari kekeringan tersebut, lanjut dia, Brazil telah kehilangan keluaran listrik dari tenaga air yang setara dengan konsumsi energi Kota Rio de Janeiro dalam lima bulan. Tenaga air adalah sumber terbesar energi di Brazil.Baca selengkapnya: Brazil alami krisis energi yang memburuk akibat kekeringan parah

 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023