Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Samarinda Washington Saut Dompak menyampaikan langkah-langkah pihaknya untuk mencegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan penyelundupan manusia.

"Selain bertanggung jawab atas pengurusan izin dan paspor, kami juga berperan mencegah kejahatan TPPO dan penyelundupan manusia," ujar Washington di Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu.

Menurut Washington, beberapa korban TPPO menggunakan dokumen resmi dan izin dari penyalur pekerja migran Indonesia. Akan tetapi, mereka alami kondisi berbeda dari apa yang telah dikontrakkan.

Situasi itu, lanjut dia, menjadi tantangan kantor imigrasi untuk menjadi lebih selektif dalam memastikan validitas lembaga penyalur pekerja migran.

"Guna menghindari pemohon yang tidak jujur, kantor imigrasi menerapkan trik tertentu dalam pertanyaan agar pemohon yang berniat melakukan kegiatan di luar tujuan yang sebenarnya terdeteksi," ujarnya.

Disebutkan pula bahwa 200 pemohon paspor telah ditunda atau ditolak karena terbukti terlibat dalam TPPO.

Demi memberantas TPPO, Kantor Imigrasi Samarinda juga bekerja sama dengan lembaga atau organisasi penyalur pekerja migran Indonesia.

"Setelah melakukan pemeriksaan, kantor imigrasi menemukan dua lembaga penyalur tersebut memiliki izin yang valid dan terdaftar secara resmi," ucapnya.

Washington juga menjelaskan modus operandi para pelaku TPPO, seperti menjanjikan gaji tinggi dan pekerjaan yang mudah kepada calon pekerja migran. Akan tetapi, kenyataannya mereka ditempatkan dalam kondisi yang berbeda dan tak sesuai dengan kesepakatan awal.

Samarinda, menurut Washington, menjadi salah satu titik penting bagi calon pekerja migran yang ingin bekerja di luar negeri, terutama ke Malaysia, yang merupakan negara tujuan terbanyak.

Dengan lebih selektif dalam memberikan izin dan paspor serta meningkatkan kerja sama dengan penyalur pekerja migran Indonesia, Kantor Imigrasi Kelas I Samarinda bertekad untuk meminimalkan kasus TPPO dan perdagangan manusia demi keselamatan dan perlindungan para calon pekerja migran Indonesia.

Kementerian Luar Negeri RI pada Jumat (4/8) telah memulangkan sembilan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah konflik di Myawaddy, Myanmar.

Berdasarkan keterangan tertulis Kemlu di Jakarta, Sabtu, kesembilan WNI itu telah menjalani proses pemeriksaan oleh otoritas setempat dengan hasil yang menyatakan bahwa mereka adalah korban perdagangan orang yang dipekerjakan untuk melakukan penipuan daring atau online scam.

Sembilan orang tersebut terdiri dari dua perempuan dan tujuh laki-laki, yang berasal dari beberapa provinsi di Indonesia, seperti Sumatera Utara, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Bali, dan Jawa Tengah.

Menurut keterangan tersebut, para WNI itu mengalami eksploitasi di perusahaan yang mengoperasikan online scam di Myawaddy. Kedutaan Besar RI di Yangon kemudian melakukan koordinasi dengan otoritas setempat hingga kesembilan WNI tersebut akhirnya keluar dari perusahaan.

Selanjutnya, mereka dibawa ke kantor Kepolisian Myawaddy untuk menjalani proses pemeriksaan dan kemudian ditampung di KBRI Yangon sembari menunggu jadwal pemulangan.

Setibanya di tanah air, para WNI itu akan ditempatkan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus Kementerian Sosial untuk menjalani proses rehabilitasi sebelum dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. Baca berita selengkapnya: Sembilan WNI korban perdagangan orang di Myanmar dipulangkan


 

Pewarta: Arumanto

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023