Dokter RSCM Jakarta mengatakan bahwa orang tua perlu disiplin menerapkan pola delapan kali makan pada balita sejak diberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) atau usia enam bulan sampai dengan usia di bawah lima tahun.
“Makan pada balita itu delapan kali, ya. Jadi tiga kali ASI untuk yang masih menyusui, tiga kali makan utama, terus dua kali snack makanan ringan atau cemilan,” kata Dokter Subspesialis Anak Bidang Nutrisi dan Metabolisme RSCM Jakarta, Damayanti Rusli Sjarif.Ia mengatakan pemberian makanan tersebut perlu memperhatikan waktu yang tepat, agar anak terbiasa, sehingga bisa disiplin dan tidak menolak untuk makan.
Menurutnya, bagi orang tua yang masih menyusui, pemberian ASI pada balita dilakukan selama tiga kali dalam sehari yakni pukul 06.00 saat bangun tidur, dilanjutkan pada pukul 14.00, dan terakhir diberikan pukul 20.00.
Sementara makanan utama diberikan pada saat sarapan pukul 08.00, makan siang di pukul 12.00, dan makan malam di pukul 18.00. Selain itu makanan selingan bisa diberikan setiap pukul 10.00 dan 16.00.
“Jadi tidak usah pakai macam-macam, dengan mengatur pola makan saja, bisa menurunkan masalah makan pada anak,” kata dia.
Ia mengatakan bahwa waktu makan malam yang baik adalah tidak terlalu dekat dengan jam tidur. Sisakan kurang lebih dua sampai dengan tiga jam sebelum jam tidur anak.
“Ini penting karena tubuh memerlukan waktu untuk mencerna makanan yang masuk ke tubuh, sehingga tidak mengganggu tidur anak,” ujarnya.
Bila waktu tidur anak pukul 19.00, kata dia, maka sebaiknya makan malam pukul 17.00 , begitu pun seterusnya. Menurutnya jangka waktu yang baik untuk balita makan malam sekitar pukul 17.00 sampai dengan 19.00.
“Jika balita diberi makan malam terlambat, ia bisa kelaparan. Selain itu, terlambat makan malam balita juga bisa membuat jeda waktu antara makan malam dengan jam tidur terlalu dekat, sehingga membuat sistem pencernaan anak bekerja lebih berat saat tidur,” ucapnya.
Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan stunting di angka 14 persen pada 2024. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting nasional pada tahun 2022 sebesar 21,6 persen, atau menurun dibanding 2021 yang berada di angka 24,4 persen.
Untuk mencapai target 14 persen, maka pemerintah menargetkan untuk dapat menurunkan prevalensi stunting 3,8 persen per tahunnya sampai tahun 2024.*
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) fokus mendampingi calon pengantin dengan mengerahkan 600 ribu personel yang tergabung dalam Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk menekan angka stunting hingga 14 persen di tahun 2024.
"Setiap tahun ada dua juta calon pengantin, ini artinya akan ada 1,6 juta kelahiran balita baru, terdiri dari yang stunting dan tidak stunting, jadi keluarga baru itu perlu pendampingan dengan mentor dari TPK," kata Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Teguh menjelaskan, TPK yang terdiri dari bidan, tim pendamping PKK, dan kader Keluarga Berencana (KB) tak bisa terpisahkan, di mana bidan klinis bertugas untuk mendiagnosis dan memeriksa kehamilan, kader KB menyediakan data keluarga, sedangkan TP PKK berdiri di garda terdepan karena paling memahami kondisi masyarakat di tingkat RT/RW.
"Pendampingan calon pengantin merupakan langkah strategis dalam upaya pencegahan stunting dari hulu karena dianggap lebih efektif dan efisien, yaitu dengan memberikan pengetahuan dan pelayanan kesehatan yang akan mempersiapkan calon pengantin ini agar siap hamil dan melahirkan anak yang bebas stunting," ucap Teguh. Baca berita selengkapnya: BKKBN fokus dampingi calon pengantin lewat TPK cegah stunting
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023