PT PLN Unit Induk Distribusi (UID) Kalimantan Barat menyebutkan konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) di 10 desa di provinsi itu menghemat biaya operasional sebesar Rp8,5 miliar per bulan.
"PLN UID Kalbar telah melakukan penyambungan pada 10 sistem Unit Listrik Desa (ULD) menjadi sistem grid pola operasi dari 12 jam menjadi 24 jam pada program dedieselisasi. Melalui program dedieselisasi dan perubahan jam pelayanan ini PLN berhasil menekan biaya operasional sebesar Rp8,5 miliar per bulan," ujar Generasi Manager PLN UID Kalbar, Wahyu Jatmiko di Pontianak, Jumat.
Ia menjelaskan dedieselisasi di sistem ULD tersebut meliputi Desa Tanjung Saleh, Sepuk Laut, Nanga Ella, Sayan, Nanga Silat, Temajuk Sambas, Jongkong, Bora, Siding dan Seberuang.
"Dengan adanya sistem grid ini, mesin PLTD diberhentikan dan berubahnya pola operasi pada 10 ULD tersebut," katanya.
Ia menyebut, program dedieselisasi ini menjadi langkah kecil dari PLN, tetapi akan menjadi lompatan besar bagi pencapaian target pemerintah menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.
"Untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan bauran energi bersih, PT PLN (Persero) melakukan program dedieselisasi atau konversi sekitar 5.200 PLTD yang saat ini masih beroperasi di sejumlah wilayah, khususnya di wilayah terpencil," ujarnya.
Dikatakannya, PLTD ini nantinya dikonversi ke pembangkit berbasis EBT, pembangkit gas, maupun integrasi dengan grid nasional.
Menurut Jatmiko, keberadaan listrik yang menyala 24 jam akan bermanfaat bagi masyarakat di kawasan tersebut, seluruh aspek kehidupan masyarakat akan semakin berkembang, kualitas hidup masyarakat pun terus meningkat.
Sementara itu, Anwar (43), warga Desa Sepuk Laut bersyukur dengan adanya perubahan pola layanan dari PLN, dari yang sebelumnya 12 jam menjadi 24 jam.
Diakuinya, sebelum adanya perubahan pola layanan ini, untuk dapat menikmati listrik disiang hari Ia harus mengeluarkan biaya cukup besar untuk membeli bahan bakar guna menghidupkan mesin genset.
"Dalam sebulan tak kurang saya harus mengeluarkan biaya sekitar 800 ribu rupiah, dan itu sangat memberatkan saya yang hanya bekerja sebagai nelayan," tutur Anwar.
Sementara itu, Kepala Desa Siding, Mingun Riadi, mengapresiasi sekaligus mengucapkan terima kasih atas upaya PLN yang telah meningkatkan kualitas pelayanan kelistrikan di desanya.
Menurutnya, sudah lama warga Desa Siding yang berbatasan dengan Malaysia ini mengidam-idamkan listrik yang menyala selama 24 jam.
"Kalau listriknya menyala 12 jam, kami masih harus membeli BBM untuk menghidupkan mesin genset pada siang hari, biayanya cukup besar dan memberatkan bagi warga Desa Siding yang rata-rata berprofesi sebagai petani," tutur Mingun.
Lebih lanjut, ia berharap PLN dapat terus meningkatkan kualitas pelayanannya agar masyarakat di daerah perbatasan seperti Desa Siding ini dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan tidak tertinggal dibandingkan dengan desa di negara tetangga.
"Terima kasih kepada PLN. Semoga layanan terus prima untuk kemajuan daerah, " ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"PLN UID Kalbar telah melakukan penyambungan pada 10 sistem Unit Listrik Desa (ULD) menjadi sistem grid pola operasi dari 12 jam menjadi 24 jam pada program dedieselisasi. Melalui program dedieselisasi dan perubahan jam pelayanan ini PLN berhasil menekan biaya operasional sebesar Rp8,5 miliar per bulan," ujar Generasi Manager PLN UID Kalbar, Wahyu Jatmiko di Pontianak, Jumat.
Ia menjelaskan dedieselisasi di sistem ULD tersebut meliputi Desa Tanjung Saleh, Sepuk Laut, Nanga Ella, Sayan, Nanga Silat, Temajuk Sambas, Jongkong, Bora, Siding dan Seberuang.
"Dengan adanya sistem grid ini, mesin PLTD diberhentikan dan berubahnya pola operasi pada 10 ULD tersebut," katanya.
Ia menyebut, program dedieselisasi ini menjadi langkah kecil dari PLN, tetapi akan menjadi lompatan besar bagi pencapaian target pemerintah menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.
"Untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan bauran energi bersih, PT PLN (Persero) melakukan program dedieselisasi atau konversi sekitar 5.200 PLTD yang saat ini masih beroperasi di sejumlah wilayah, khususnya di wilayah terpencil," ujarnya.
Dikatakannya, PLTD ini nantinya dikonversi ke pembangkit berbasis EBT, pembangkit gas, maupun integrasi dengan grid nasional.
Menurut Jatmiko, keberadaan listrik yang menyala 24 jam akan bermanfaat bagi masyarakat di kawasan tersebut, seluruh aspek kehidupan masyarakat akan semakin berkembang, kualitas hidup masyarakat pun terus meningkat.
Sementara itu, Anwar (43), warga Desa Sepuk Laut bersyukur dengan adanya perubahan pola layanan dari PLN, dari yang sebelumnya 12 jam menjadi 24 jam.
Diakuinya, sebelum adanya perubahan pola layanan ini, untuk dapat menikmati listrik disiang hari Ia harus mengeluarkan biaya cukup besar untuk membeli bahan bakar guna menghidupkan mesin genset.
"Dalam sebulan tak kurang saya harus mengeluarkan biaya sekitar 800 ribu rupiah, dan itu sangat memberatkan saya yang hanya bekerja sebagai nelayan," tutur Anwar.
Sementara itu, Kepala Desa Siding, Mingun Riadi, mengapresiasi sekaligus mengucapkan terima kasih atas upaya PLN yang telah meningkatkan kualitas pelayanan kelistrikan di desanya.
Menurutnya, sudah lama warga Desa Siding yang berbatasan dengan Malaysia ini mengidam-idamkan listrik yang menyala selama 24 jam.
"Kalau listriknya menyala 12 jam, kami masih harus membeli BBM untuk menghidupkan mesin genset pada siang hari, biayanya cukup besar dan memberatkan bagi warga Desa Siding yang rata-rata berprofesi sebagai petani," tutur Mingun.
Lebih lanjut, ia berharap PLN dapat terus meningkatkan kualitas pelayanannya agar masyarakat di daerah perbatasan seperti Desa Siding ini dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan tidak tertinggal dibandingkan dengan desa di negara tetangga.
"Terima kasih kepada PLN. Semoga layanan terus prima untuk kemajuan daerah, " ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023