Film musikal "Wicked", yang diadaptasi dari panggung Broadway ke layar lebar, menghadirkan cerita yang tidak hanya menghibur tetapi juga menggugah perenungan mendalam tentang tema-tema sosial, termasuk kecantikan, prasangka, dan stereotipe. Dengan mengangkat kisah asal mula dua tokoh klasik dari dunia Oz, Glinda sang Penyihir Baik dan Elphaba sang Penyihir Jahat, film ini menawarkan reinterpretasi segar dari karakter-karakter yang telah lama dikenal oleh penonton.
Di dunia "Wicked", Glinda dan Elphaba menjadi dua representasi kontras yang memikat. Glinda adalah sosok ideal dalam narasi fantasi klasik: cantik, karismatik, dan populer. Penampilannya yang sempurna dan serba pink membuatnya dengan mudah diterima oleh masyarakat. Sebaliknya, Elphaba yang lahir dengan kulit hijau -- simbol fisik yang mencolok dan dianggap "tidak normal" -- sering kali menjadi objek ejekan dan pengucilan, meskipun dia adalah sosok cerdas, mandiri dengan hati yang penuh keberanian dan niat baik.
Glinda mencerminkan konsep beauty privilege, di mana seseorang yang dianggap memenuhi standar kecantikan memiliki akses lebih mudah ke penerimaan sosial, status, dan bahkan kekuasaan. Dalam film ini, Glinda yang diperankan dengan apik oleh Ariana Grande sering mendapatkan pujian, dukungan, dan kepercayaan, meski tindakannya tidak selalu benar atau adil. Sebaliknya, Elphaba (Cynthia Erivo), meski berbakat dan tulus, menghadapi prasangka karena penampilannya yang tidak sesuai dengan norma kecantikan.
Stereotipe tentang hubungan antara fisik dan moralitas juga menjadi tema sentral. Dalam banyak kisah klasik, tokoh dengan penampilan "tidak menarik" sering kali diasosiasikan dengan kejahatan. Film ini membongkar stereotipe tersebut dengan menjadikan Elphaba, sang Penyihir Jahat dari Barat, sebagai tokoh protagonis yang kompleks dan penuh empati. Perjalanan Elphaba dari seorang cewek yang terpinggirkan menjadi sosok yang kuat menggugah kita untuk mempertanyakan bias yang sering kita terapkan dalam menilai seseorang.
"Apakah benar yang cantik selalu baik hati dan berbakat?"
Salah satu daya tarik utama "Wicked" adalah soundtrack-nya yang memukau dan penuh makna. Lagu-lagu seperti "Defying Gravity" dan "Popular" tidak hanya menyentuh secara emosional tetapi juga memberikan pesan pemberdayaan yang relevan bagi penonton, terutama anak-anak perempuan.
"Defying Gravity", misalnya, adalah seruan untuk membebaskan diri dari batasan yang dikenakan oleh masyarakat. Melalui liriknya, "Something has changed within me, something is not the same," Elphaba menginspirasi penonton untuk berani menjadi diri sendiri, melawan ketidakadilan, dan menantang norma-norma yang mengekang. Lagu ini mengajarkan anak-anak perempuan untuk percaya pada potensi diri mereka meski dunia di sekitar mereka penuh prasangka.
Sebaliknya, "Popular", yang dinyanyikan oleh Glinda, menggambarkan obsesi masyarakat terhadap popularitas dan penampilan luar. Lagu ini memberikan kritik halus terhadap budaya superfisial sambil tetap menghibur. Anak-anak perempuan yang mendengar lagu ini diajak untuk merenungkan arti sebenarnya dari nilai diri, di luar standar kecantikan atau penerimaan sosial.
Lirik-lirik dalam lagu-lagu ini berpotensi memberikan dampak positif, membangun kepercayaan diri, dan mengajarkan pentingnya keberanian untuk menjadi berbeda. Namun, bagaimana pesan ini diterima sangat bergantung pada usia dan kedewasaan penonton.
Setelah beberapa kali melihat cuplikan video di YouTube di mana para aktor pemeran Glinda menyanyikan "Popular", rasanya Ariana Grande memang yang paling jenaka dalam membawakannya setelah Kristin Chenoweth di panggung Broadway.
Sebagai sebuah film musikal, "Wicked" menawarkan visual yang memukau, penggambaran dunia fantasi yang megah, dan musik yang luar biasa. Tangan dingin sutradara Jon M. Chu seolah menggabungkan nostalgia dari "Step Up 2" dan dramatisnya adegan-adegan dari "Crazy Rich Asians".
Didukung penampilan mumpuni dari para aktor menjadikan film ini tontonan yang mengesankan bagi penggemar teater musikal maupun penonton baru.
Namun, tidak dapat disangkal bahwa durasi panjang dan narasi yang kadang melambat bisa menjadi tantangan bagi penonton yang lebih muda. Anak-anak mungkin merasa bosan dengan adegan-adegan dialog panjang atau alur yang memerlukan pemahaman emosional lebih dalam. Meskipun lagu-lagunya menarik, transisi antara adegan dialog dan musikal kadang terasa terlalu dramatis, yang dapat mengurangi daya tarik film ini untuk anak-anak yang lebih menyukai aksi atau cerita yang lebih cepat.
Selain itu, pesan moral yang kompleks dan tema sosial yang mendalam mungkin tidak sepenuhnya dipahami oleh penonton anak-anak, apalagi yang tidak familiar dengan kisah sang penyihir Oz dari Emerald City. Orang tua perlu mendampingi dan menjelaskan konteks cerita agar anak-anak dapat mengambil nilai-nilai positif dari film ini.
"Wicked" adalah film yang berhasil menghadirkan reinterpretasi segar dari kisah klasik sambil menyoroti isu-isu sosial seperti beauty privilege, stereotipe moralitas, dan pentingnya keberanian untuk menjadi diri sendiri. Lagu-lagunya memberikan pesan pemberdayaan yang kuat bagi anak-anak perempuan, menjadikan film ini lebih dari sekadar hiburan.
Namun, kekurangan dalam durasi dan ritme cerita membuat film ini kurang ideal untuk anak-anak kecil yang mungkin merasa bosan. Meski begitu, bagi penonton yang lebih dewasa, "Wicked" adalah karya yang layak diapresiasi sebagai refleksi tentang nilai kemanusiaan dan keberanian untuk melampaui batasan yang dikenakan oleh masyarakat. Jika disaksikan dengan panduan orang tua, film ini dapat menjadi pengalaman menonton yang berkesan dan mendidik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024