Jakarta (Antara Kalbar) - Hasil studi baru menunjukkan bahwa kebanyakan bahasa manusia cenderung menggunakan kata-kata bahagia ketimbang kata-kata sedih.
Tim ilmuwan menggunakan teknik Big Data untuk meneliti data penggunaan 10 bahasa, dari postingan Twitter Korea sampai literatur Rusia, dan menemukan bahwa kata-kata umum yang paling banyak digunakan semua mengarah ke positif.
Bias positif dalam bahasa ini "bukan yang dipikirkan orang ketika mereka membaca surat kabar atau mendengar musik di radio atau membaca komentar YouTube," kata Christopher Danforth, ahli matematika terapan di University of Vermont, yang ikut menulis hasil studi itu.
Dalam riset baru yang hasilnya dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences 9 Februari itu, Danforth dan timnya menggunakan pendekatan berdasarkan lebih banyak data untuk melihat kecenderungan manusia menggunakan kata-kata positif.
Para peneliti menganalisis miliaran kata dari Inggris, Spanyol, Prancis, Jerman, Portugis Brazil, Korea, Tiongkok, Rusia, Indonesia dan Arab.
Kata-kata itu berasal dari dua lusin jenis sumber seperti buku, saluran-saluran berita, media sosial, laman, televisi, lirik lagu dan terjemahan bahasa asing dalam film.
Para peneliti mengidentifikasi sekitar 10.000 kata yang paling umum digunakan pada setiap bahasa, dan menanyakan kepada para penutur asli tentang tingkat kebahagiaan dari kata-kata itu dalam skala satu sampai sembilan dengan skor sembilan dilambangkan dengan wajah tersenyum, satu wajah cemberut dan lima netral.
Sebagai contoh, penutur Inggris memberikan menempatkan kata "laughter" (tawa) pada peringkat 8.50 dan kata "terrorist" (teroris) pada 1.30.
Rata-rata peringkat menunjukkan bahwa pencarian Google berbahasa Spanyol punya skor tertinggi untuk kata-kata bahagia diikuti pencarian di Google berbahasa Portugis, tweet Portugis, dan Buku Google Inggris.
Buku Google Tiongkok punya paling sedikit kata bahagia, diikuti terjemahan film Korea dan lirik musik Inggris.
Tapi dari semua bahasa dan jenis teks, rata-rata peringkat bahagia kata lebih tinggi dari lima dalam skor satu sampai sembilan. Dengan kata lain, manusia menggunakan lebih banyak kata-kata bahagia dibandingkan kata-kata sedih, kata para peneliti.
Pengukur kebahagiaan
Setelah menganalisis data bahasa, Danforth dan timnya mengembangkan perangkat interaktif "meteran kebahagiaan" untuk mengukur emosi orang di media sosial Twitter, dan membandingkannya dengan di bagian lain negara.
Para peneliti membuat "pengukur kebahagiaan" kata dalam jaringan yang disebut hedonometer, yang bisa melacak postingan Twitter seketika.
Pengukur itu menunjukkan tingkat bahagia kata dalam kasus tragedi seperti serangan teroris ke kantor Charlie Hebdo di Paris, dan tingkat kepositifannya meningkat selama libur Natal dan Tahun Baru.
Fitur lainnya adalah perangkat yang mampu memeringkat pasang surut tingkat bahagia kata-kata dalam sebuah buku.
Misalnya, skor hedonometer bagian akhir yang gelap dari "Moby Dick" karya Herman Melville sangat rendah, sedang "The Count of Monte Cristo" milik Alexandre Dumas berakhir dengan skor bahagia tinggi.
Hedonometer juga bisa digunakan untuk melacak kebahagiaan bagian negara yang berbeda, seperti Vermont dan Boulder, Colorado, yang menempati rangking tertinggi dalam daftar kota dan negara bagian paling bahagia di Amerika Serikat sementara Louisiana dan Racine, Wisconsin, paling sedih menurut para peneliti.
Perangkat semacam itu bisa bermanfaat bagi para jurnalis atau ahli politik yang menggunakannya untuk mengukur opini publik tentang macam-macam kejadian, kata Danforth seperti dilansir laman Live Science.