Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap tanggal 14 November sebagai ajang kampanye kesadaran global terhadap penyakit diabetes melitus (DM), yang merupakan penyakit tidak menular.
Penyakit ini mengalami peningkatan pesat di seluruh dunia. Data WHO (2018) menunjukkan tingginya glukosa dalam darah telah menyebabkan kematian sekitar 2,2, juta jiwa pada tahun 2012.
Sebanyak 8,5 persen penduduk berusia minimal 18 tahun dan mengalami diabetes melitus (penyakit gula/kencing manis) pada tahun 2014. Diabetes menjadi penyebab langsung kematian 1,6 juta warga pada tahun 2016.
Data terbaru yang dirilis oleh Federasi Diabetes Internasional menunjukkan sekitar 415 juta orang berusia 20,79 tahun di seluruh dunia mengalami penyakit DM di tahun 2015. Angka ini diprediksi akan meningkat menjadi 642 juta jiwa di tahun 2040, dengan prevalensi meningkat dari 8,8 persen menjadi 10,4 persen.
Prevalensi DM terkait usia menurut Fan, Wenjun (2017) sekitar 9,1 persen di Asia Tenggara, sekitar 7,3 persen di Eropa, sekitar 3,8 persen di Afrika, sekitar 10,7 persen di Timur Tengah dan Afrika Utara, sekitar 9,6 persen di Amerika Selatan dan Tengah, sekitar 11,5 persen di Amerika Utara dan Karibia, dan sekitar 8,8 persen di Pasifik Barat.
China, India, dan Amerika Serikat merupakan tiga negara dengan jumlah penderita DM terbanyak.
Menurut World Diabetes Foundation, sejak 2014 hingga sekarang, 382 juta jiwa di Indonesia merupakan penyandang diabetes. Jumlah ini diprediksi meningkat menjadi 592 juta jiwa di tahun 2035.
Penyakit DM tipe 1 merupakan diabetes idiopatik, disebabkan destruksi sel beta autoimun, biasanya memicu terjadinya defisiensi insulin absolut. Faktor herediter berupa antibodi sel islet, tingginya insiden HLA tipe DR3, DR4.
Faktor lingkungan berupa infeksi virus (virus Coxsackie, enterovirus, retrovirus, mumps), defisiensi vitamin D, toksin lingkungan, menyusui jangka pendek, paparan dini terhadap protein kompleks. Berbagai modifikasi epigenetik ekspresi gen juga terobservasi sebagai penyebab genetik berkembangnya DM tipe 1.
Penyakit DM tipe 2 akibat resistensi insulin perifer, defek progresif sekresi insulin, peningkatan glukoneogenesis.
Beberapa mekanisme lain pada patogenesis DM tipe 2 yakni: defek postbinding pada aksi insulin primer, meliputi including penurunan aktivitas reseptor insulin tyrosine kinase, ketidaknormalan transduksi sinyal insulin, penurunan transpor glukosa, penurunan fosforilasi glukosa, gangguan aktivitas sintase glikogen.
Riset terbaru menunjukkan keterkaitan antara gangguan aktivitas sintase glikogen dan defek pada kemampuan insulin terhadap fosforilasi IRS-1, menyebabkan berkurangnya asosiasi subunit p85 dari PI 3-kinase dengan IRS-1 dan penurunan aktivasi enzim (PI 3-kinase).
DM tipe 2 juga dipengaruhi faktor lingkungan berupa obesitas, gaya hidup tidak sehat, diet tinggi karbohidrat. DM tipe 2 memiliki fase presimtomatis yang panjang, menyebabkan penegakan diagnosisnya dapat tertunda 4-7 tahun.
Sekitar 90 persen pasien adalah penderita DM tipe 2.
Individu dengan DM tipe 1 mengalami defisiensi insulin absolut, sedangkan penderita DM tipe 2 mengalami defisiensi insulin relatif.
Potret klinis penderita DM secara umum adalah sering minum karena haus, sering merasa lapar, sering kencing, sering kesemutan, penglihatan terganggu, luka sukar sembuh, tubuh cepat lelah, mudah infeksi. Tanda-gejala lainnya bervariasi, tergantung dari komplikasi yang terjadi dan bisa pula tanpa keluhan.
Bila terjadi komplikasi, maka penderita DM dapat merasakan gangguan di mata yang disebut retinopati diabetik. Katarak, glaukoma juga dapat dijumpai.
Bila menyerang persarafan sensorimotor, maka dinamakan diabetik neuropati. Bila menyerang ginjal, maka disebut nefropati diabetik. Bila mengenai persendian, maka dinamakan artropati neuropatik alias Charcot's joint. Bila mengenai kaki, maka diistilahkan foot ulcers dan necrobiosis lipoidica diabeticorum.
Manajemen DM
Transplantasi pankreas dengan protokol Edmonton merupakan terapi efektif DM. Sayangnya, pendekatan ini memiliki keterbatasan. Ketersediaan donor membatasi jumlah transplantasi yang dapat dilakukan, serta kebutuhan imunosupresi jangka panjang merupakan problematika utama.
Suplementasi insulin diberikan ke penderita DM tipe 1 untuk mencegah komplikasi akut berupa reaksi insulin hipoglikemi dan ketoasidosis.
Untuk terapi lini pertama DM tipe 2 adalah golongan biguanid (metformin), sulfonilurea (glipizide, gliburide, glimepiride), dipeptidyl peptidase-4 inhibitors (sitagliptin, saxagliptin, Linagliptin, Alogliptin), Thiazolidinedion (pioglitazone, rosiglitazone).
Lini kedua berupa insulin, amylinomimetic (pramlintide), GLP-1 (glucagonlike peptide-1) receptor agonist (incretins) berupa exenatide, liraglutide, albiglutide, dulaglutide; inhibitor glukosidase (acarbose, miglitol); meglitinid (repaglinide), derivatif difenilalanin (nateglinid), sekuestran asam empedu (colesevelam), agonis dopamin-2; inhibitor SGLT2 (canagliflozin, dapagliflozin, empagliflozin).
Pendekatan futuristik untuk menaklukkan DM adalah nutrigenetik dan sel punca. Melalui paradigma nutrigenetik (pengaruh genom terhadap respon diet), analisis SNP (Single Nucleotide Polymorphisms) merupakan piranti molekuler untuk investigasi peran nutrisi pada DM dalam studi epidemiologi, metabolisme, klinis sehingga terwujud diet optimal.
Hal ini didasarkan keberanekaragaman polimorfisme yang berisiko DM. Gangguan sintesis asam lemak, disertai disfungsi ekspresi SREBP-1c memunculkan onset DM tipe 2, menunjukkan bahwa SREBP-1c merupakan target terapi melalui intervensi diet.
Ke depannya, perlu riset lanjutan tentang pengaruh polimorfisme PPAR-gamma-2 pada respon penderita DM terhadap intervensi diet. Sel punca dewasa dan embrionik merupakan sumber potensial untuk penggantian sel B.
Berbagai tipe sel termasuk sel punca dewasa, tipe-tipe lain sel-sel progenitor, populasi sel terdiferensiasi, sel punca embrionik, dan induced pluripotent stem cells memerlukan beragam metode berbeda untuk induksi sel B dan islet. Pada jaringan pankreas terisolasi, sel-sel progenitor di pankreas dapat muncul menjadi sel-sel islet endokrin. Bagaimanapun juga, sel punca perlu riset lanjutan.
Pencegahan DM mudah dilakukan. Berolahraga secara rutin-teratur minimal 150 menit/minggu, batasi konsumsi gula murni, hindari konsumsi daging berlemak, diet rendah karbohidrat.
Pola diet penderita DM adalah 3 kali makan besar, 3 kali makan kecil/kudapan, dengan selang waktu 3 jam. Dengan manajemen yang inovatif-komprehensif berbasis imunoterapi, maka DM menjadi terkendali.
*) Penulis adalah dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar, dokter literasi digital, dan penulis lebih dari 20 buku (salah satunya the Art of Medicine)
Manajemen Diabetes Melitus
Selasa, 13 November 2018 9:33 WIB