"Saya lebih takut DBD dibanding corona, karena DBD ada di depan mata kita," kata Kepala Dinas Kesehatan Kepri, Tjetjep Yudiana di Tanjungpinang, Selasa.
Ia menyebutkan, sepanjang Januari 2020 ini saja tercatat sudah ada sekitar 70 kasus DBD yang tersebar di tujuh kabupaten/kota se Kepri.
Meskipun belum sampai memakan korban, menurutnya angka ini cukup tinggi dan mengkhawatirkan bagi pemerintah daerah.
"Dari tahun ke tahun kasus DBD Kepri terus bertambah, perlu atensi khusus dari pemerintah maupun masyarakat," katanya.
Lebih lanjut, Tjetjep menyampaikan selama periode 2019 kemarin terdapat sekitar 800 kasus DBD, 80 kasus di antaranya menyebabkan korban meninggal dunia.
"Naik signifikan jika dibanding tahun 2018 yang mencapai 500 kasus DBD," ungkapnya.
Tingginya kasus DBD di Kepri, lanjut Tjetjep dikarenakan masih banyak masyarakat yang lalai melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di lingkungan tempat tinggal masing-masing.
Padahal sarang nyamuk itu ada di bak mandi, tempat penampungan air, dispenser, pendingin, kaleng, ban bekas, serta sampah plastik yang ada di halaman depan rumah.
Tjetjep meminta sarang-sarang nyamuk tersebut diberantas rutin sepekan sekali, sebab siklus pertumbuhan dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa itu memerlukan waktu sekitar tujuh hari.
"Menguras, menutup, dan mengubur (3M) adalah langkah utama membasmi jentik nyamuk di lingkungan tempat tinggal," katanya.
Pemprov Kepri turut aktif melakukan upaya sosialisasi dan "fogging" guna meminimalisir persebaran nyamuk.
"Fogging atau pengasapan salah satu cara efektif membunuh nyamuk pembawa virus DBD," tambah Tjetjep.