Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Kementerian Agama beberapa waktu lalu melakukan seleksi untuk mencari imam masjid asal Indonesia yang akan diberangkatkan untuk bertugas di wilayah Uni Emirat Arab (UEA).
Pemilihan imam asal Indonesia ke UEA tersebut, merupakan permintaan khusus dari Pangeran UEA Syeikh Mohammed bin Zayed, kepada Presiden Joko Widodo. Dalam waktu tiga tahun, pemerintah UEA menginginkan sebanyak 200 imam asal Indonesia yang bertugas di Abu Dhabi.
Di tengah pandemi COVID-19, sebanyak 27 orang imam dari Indonesia telah terpilih untuk berangkat, dan bertugas di Uni Emirat Arab. Sebanyak 27 orang calon imam tersebut, telah menjalani proses seleksi yang sangat ketat.
Para imam tersebut, berasal dari banyak wilayah di Indonesia, seperti Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Aceh, Yogyakarta, Bali, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, dan Riau.
Keputusan tersebut, telah dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Uni Emirat Arab di Abu Dhabi, bernomor B-00166/Abu Dhabi/210414 pada 14 April 2021, tentang Hasil Seleksi Imam Asal Indonesia.
Keputusan tersebut, merupakan hak prerogratif otoritas UEA, dengan menetapkan standar tinggi terkait imam masjid yang akan bertugas di Abu Dhabi tersebut. Pihak UEA, memilih berdasarkan kualitas masing-masing peserta yang mengikuti tes seleksi.
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi para calon imam tersebut, diantaranya adalah mampu menghafal Al Quran 30 juz, memiliki kualitas bacaan tartil, dan tahsin atau suara yang merdu, fiqih shalat, bahasa Arab, dan memiliki paham moderat.
Dari sebanyak 27 calon imam yang akan bertugas di Uni Emirat Arab tersebut, dari wilayah Malang Raya, yang merupakan gabungan antara Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang, di Jawa Timur, dua warga yang akan berangkat dan menjadi imam di Abu Dhabi.
Dua orang tersebut adalah, Al Rizhal Tisma Wahid Maulana yang merupakan warga Kota Malang, dan Muhammad Shohibul Huda, warga Kabupaten Malang, Jawa Timur. Keduanya, telah menjalani serangkaian tes seleksi sebelum terpilih menjadi imam di UEA.
Wahid, sapaan akrab Al Rizhal Tisma Wahid Maulana, mengatakan bahwa pada proses seleksi awal, ada kurang lebih sebanyak 200 orang peserta yang mengikuti tes untuk menjadi imam di Abu Dhabi tersebut. Proses seleksi tahap awal itu, dilakukan berdasarkan daftar riwayat hidup.
Baca Al Fatihah
Dari kurang lebih sebanyak 200 orang tersebut, kemudian disaring oleh Kementerian Agama menjadi sebanyak 150 orang. Sebanyak 150 orang itu, menjalani tes yang mencakup hafalan Al Quran 30 juz, pemahaman agama fiqih ibadah, dan pemahaman kebahasaan, bahasa Arab.
Menurut pemuda yang lahir di Malang, pada 30 Juli 1997 tersebut, tahapan paling sulit yang harus dihadapi adalah pada saat melakukan tes tahap kedua, di hadapan empat orang penguji, yang merupakan para syeikh asal Uni Emirat Arab.
"Ada empat syeikh yang langsung melakukan tes secara tatap muka. Ini dilakukan satu per satu, sehingga menjadi tantangan tersendiri," kata Wahid.
Pada saat melakukan tes tersebut, pertama, Wahid diminta untuk membaca surat Al Fatihah. Kemudian, laki-laki yang merupakan alumni Pendidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Malang tersebut membaca surat lain dalam Al Quran, sesuai keinginan para syeikh.
"Beliau membuka Al Quran, menunjuknya, dan kita langsung membaca (dari hafalan), itu acak," ujar Wahid.
Pada saat memasuki tes hafalan Al Quran, ada koreksi yang dilakukan para syekh tersebut. Makhraj, atau cara pelafalan huruf hijaiyah yang biasa dilafalkan oleh Wahid, ternyata tidak pas di telinga para syeikh tersebut.
Pada saat itu, Wahid berusaha tetap tenang, dan mengikuti arahan para syeikh tersebut.
"Pada saat itu, beliau mengoreksi satu huruf saja, saya sempat down. Padahal, biasanya satu huruf itu, pada saat saya bersama guru saya, itu tidak ada masalah. Namun, di telinga beliau, itu ada perbedaannya," kata Wahid, yang memiliki puluhan pengalaman mengikuti lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) itu.
Tidak jauh berbeda dengan cerita Wahid, Muhammad Shohibul Huda atau yang kerap disapa Huda, juga menceritakan pengalaman serupa. Ia sempat merasa sedikit tegang, pada saat harus menjalani tes di hadapan empat syeikh asal UEA itu.
Huda yang lahir di Probolinggo pada 1 Agustus 1984, dan kini menjadi warga Kabupaten Malang tersebut, berusaha untuk tetap tenang saat menjalani tes dengan para syeikh tersebut. Proses wawancara, dilakukan dengan menggunakan bahasa Arab.
"Proses tes di hadapan empat syeikh itu, saya berusaha mengalir saja. Saya diwawancara dengan bahasa Arab, namun, jika ada yang terlupa, saya menggunakan bahasa Inggris," kata Huda.
Menurut Huda, ia sempat membayangkan seluruh materi yang ada di hadapannya pada saat tes tersebut, terbilang sangat sulit. Terlebih, pada saat berhadapan dengan para syekh asal UEA itu, yang sangat paham dengan bacaan-bacaan ayat suci Al Quran.
Namun, dengan dukungan seluruh keluarga, para guru, dan rekan-rekannya, ia akhirnya mampu terpilih menjadi salah satu calon imam di UEA. Sesungguhnya, hingga saat ini, Huda masih belum percaya bahwa dirinya akan mewakili Indonesia untuk bertugas di Abu Dhabi.
"Sampai sekarang saya juga masih merasa tidak percaya. Padahal saya kira semua pertanyaan sulit, tapi Allah berkehendak," kata laki-laki lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang tersebut.
Saat ini, baik Huda maupun Wahid, tengah menjalani proses persiapan untuk keberangkatan mereka ke Uni Emirat Arab. Rencananya, para calon imam terpilih tersebut, akan diberangkatkan ke Abu Dhabi, pada Juni 2021.
Keduanya berharap, pada saat keberangkatan nanti, bisa langsung didampingi oleh keluarganya untuk tinggal di UEA. Wahid, dan Huda, nantinya akan ditemani oleh sang istri selama bertugas di masjid yang ada di UEA.
Perkenalkan Islam Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk yang memeluk agama Islam. Meskipun mayoritas masyarakat di Indonesia merupakan Muslim, namun toleransi antar umat beragama di negeri ini sangat tinggi.
Nantinya, pada saat bertugas di Uni Emirat Arab, baik Huda, maupun Wahid, memiliki keinginan untuk memperkenalkan Islam Indonesia, kepada masyarakat UEA. Islam di Indonesia, bisa berjalan berdampingan, dan beriringan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huda mengatakan, ia sangat berkeinginan untuk bisa memberikan gambaran secara jelas kepada warga UEA, bahwa Islam di Indonesia sangat menonjolkan toleransi antar umat beragama.
"Umat Islam di Indonesia, tidak berjalan sendiri, ada negara, dan umat beragama lainnya, dan tetap menjadi satu kesatuan, berjalan beriringan, dan saling mendukung. Islam Indonesia ini saya harap bisa dikenal oleh dunia luar, sebagai Islam yang baik," kata Huda.
Senada dengan Huda, Wahid juga ingin memperkenalkan Islam Indonesia kepada masyarakat UEA, bahwa umat Muslim yang ada di dalam negeri, mampu menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama.
Menurut Wahid, antara Indonesia dan Uni Emirat Arab, memiliki banyak kesamaan yang salah satunya adalah toleransi antar umat beragama. Wahid mengharapkan, dengan adanya pengalaman yang nantinya dibagikan ke masyarakat UEA, bisa diadopsi untuk masyarakat Muslim dunia.
"Di Indonesia itu punya banyak tradisi yang sesuai dengan Islam, yang mungkin bisa diadopsi oleh banyak umat, atau komunitas umat Islam di dunia. Itu yang akan kita lebih perkenalkan ke masyarakat UEA," kata Wahid.
Secara keseluruhan, ada sebanyak 27 imam asal Indonesia yang akan bertugas di UEA kurang lebih selama tiga tahun. Para imam tersebut, diharapkan bisa memperkenalkan Islam Indonesia yang mengedepankan toleransi antar umat beragama.
Perwakilan Indonesia itu, diharapkan mampu menjadi duta bangsa, yang bisa meningkatkan reputasi Indonesia di dunia internasional.*