Depok (ANTARA) - Dosen Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Indonesia (UI) Lathifah Hanum menyebut peran generasi sandwich tidaklah mudah karena perlu mempertimbangkan perbedaan dua generasi.
"Merawat anak-anak dan remaja tentu berbeda dengan merawat lansia. Anak-anak dan remaja memerlukan arahan dari orang tua untuk mengembangkan dan mendewasakan diri. Sementara lansia memerlukan pendampingan dalam menjalani aktivitas harian," kata Lathifah Hanum dalam keterangannya, di Depok, Jawa Barat, Kamis.
Menurut dia, situasi ini bisa bertambah kompleks apabila lansia yang dirawat memiliki kondisi kesehatan yang memprihatinkan, sehingga generasi sandwich perlu memberikan perhatian yang lebih kepada mereka.
"Banyak tantangan yang dihadapi oleh generasi sandwich, diantaranya mereka rentan mengalami stres dan burn out jika tidak memiliki rencana yang matang untuk memenuhi tanggung jawab. Lokasi tinggal juga membawa dampak yang berbeda," katanya.
Hanum mengatakan mereka yang tinggal bersama dengan dua generasi lainnya memiliki tanggung jawab harian yang lebih besar, seperti harus menyiapkan makanan yang bergizi, menjadi teman bicara bagi kedua generasi, serta mengerjakan rutinitas dan tanggung jawab pribadi.
Namun, lanjutnya, jika generasi sandwich tinggal terpisah dari orang tuanya, mereka harus mengirimkan uang lebih besar sebagai bentuk kompensasi atas ketidakhadirannya.
Menurut Lathifah, untuk dapat menjalankan peran sebagai generasi sandwich, individu harus melakukan persiapan yang matang.
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan oleh generasi sandwich, kata dia, kualitas relasi yang baik dengan orang tua maupun anak. Generasi sandwich harus membangun relasi yang positif dengan kedua generasi tersebut.
Mereka harus mampu berkomunikasi secara terbuka, sehingga berbagai kendala dapat dibicarakan bersama dan ditemukan solusinya. Selain itu, biasakan untuk mendiskusikan berbagai kendala agar masing-masing generasi memiliki kesempatan untuk berkontribusi terhadap penyelesaian masalah.
Inter-generational relationship atau hubungan antar-generasi sebenarnya memiliki banyak manfaat. Pada beberapa penelitian, kata dia, disebutkan masing-masing generasi memiliki kontribusi terhadap urusan rumah tangga.
Generasi sandwich bisa jadi sangat terbantu dengan kehadiran orang tua di rumah karena dapat membantu mengurus rumah tangga dan mengawasi anak-anak, saat mereka bekerja.
Beberapa studi di Asia Timur bahkan menunjukkan generasi sandwich lebih memilih untuk meninggalkan anak-anak mereka dengan orang tua agar mendapatkan pendidikan yang baik, terutama mengenai nilai-nilai dan budaya di dalam keluarga.
Sementara itu penelitian di Eropa dan Asia Tenggara menunjukkan generasi sandwich mendapatkan bantuan, terutama dalam hal finansial dari orang tua.
Sebagai timbal balik, generasi sandwich menjadi pendamping bagi orang tua dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Fakta ini menunjukkan, kata dia, bahwa generasi sandwich tidak akan mengalami hal buruk selama ia menjalankan perannya dengan penuh persiapan dan pengelolaan yang baik.
Justru dengan adanya komunikasi antara tiga generasi ini, akan terjalin kedekatan keluarga dan nilai-nilai kebaikan dapat diajarkan secara turun-temurun.
Sebuah survei yang dilakukan CBNC Indonesia pada 2021 menunjukkan sebanyak 48,7 persen masyarakat produktif (25–45 tahun) Indonesia merupakan generasi sandwich.
Generasi ini memiliki tanggung jawab untuk menghidupi diri sendiri, orang tua, dan anaknya dalam waktu bersamaan. Bagi mereka yang tidak siap dan kuat secara finansial maupun mental, kondisi ini akan menjadi tekanan yang rentan menurunkan kesejahteraan psikologis.