Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memandang fenomena degradasi lahan pertanian ditambah minat orang-orang untuk menjadi petani kian menurun membuat ancaman krisis pangan kian nyata di masa depan.
Kepala Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN Lilis Mulyani mengatakan senjakala desa pertanian yang sekarang terjadi menjadi topik sangat penting dan relevan dalam pembangunan Indonesia.
"Ini merupakan sebuah fenomena yang sangat memprihatinkan. Padahal, bangsa kita sangat tergantung pada produksi pertanian," ujarnya dalam forum diskusi budaya yang dipantau di Jakarta, Senin.
Lilis mengatakan harga beras yang merangkak naik memperlihatkan gejolak di sektor pertanian yang terpengaruh oleh harga-harga global, semisal krisis iklim.
Menurutnya, kini petani di desa-desa mengalami berbagai tekanan yang membuat mereka dan generasi berikutnya menjadi berpikir ulang untuk tetap meneruskan penghidupan sebagai petani.
"Kita melihat jumlah petani juga hampir berkurang sepertiganya dalam satu dekade terakhir," kata Lilis.
Akademisi Sekolah Tinggi Pertahanan Nasional (STPN) Dwi Wulan Pujiriyani mengungkapkan Indonesia telah mengalami proses pergeseran struktur sosial dari masyarakat agraris menjadi masyarakat non agraris atau disebut deagrarianisasi.
Menurut dia, fenomena deagrarianisasi menempatkan pertanian bukan sebagai sektor primer, tetapi telah tumbuh menjadi sektor tersier dan aktivitas non pertanian menjadi semakin penting di pedesaan.
"Deagrarianisasi ini menjadi satu dampak yang serius yang akan terjadi ketika proses-proses kehilangan tanah dan pada akhirnya petani harus kehilangan pilihan bahwa mereka bertani atau tidak bertani," kata Wulan.
Baca juga: Muhaimin sebut peduli petani penting untuk tangani dampak iklim pada pangan
Baca juga: Masyarakat jangan buang makanan hadapi ancaman krisis pangan