Pontianak (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI bersama mitra internasional memperkuat sistem imunisasi di Kalimantan Barat, menyusul rendahnya cakupan imunisasi dasar lengkap dan meningkatnya potensi wabah penyakit menular di wilayah tersebut.
"Masyarakat harus mengerti bahwa imunisasi merupakan langkah pencegahan paling efektif dan terjangkau dibandingkan dengan biaya pengobatan penyakit. Dengan imunisasi, kita bisa menekan angka kesakitan, kecacatan, bahkan kematian akibat penyakit berbahaya," kata Direktur Imunisasi Direktorat Jenderal P2P Kemenkes, dr. Prima Yosephine, saat menghadiri Pencanangan Penguatan Program Imunisasi Berdampak Strategis di Kalimantan Barat, Kamis.
Prima mengatakan, saat ini Indonesia sudah berhasil memberantas cacar, dan kini sedang menuju penghapusan penyakit polio.
Menurutnya, Kalimantan Barat menghadapi tantangan geografis dan sosial budaya yang kompleks, sehingga membutuhkan perhatian khusus. Hingga Mei 2024, cakupan imunisasi bayi lengkap baru mencapai 5,98 persen, sedangkan imunisasi dasar anak usia di bawah dua tahun hanya 4,33 persen. Bahkan, terdapat 13.684 anak yang belum pernah menerima imunisasi sama sekali.
"Kondisi ini membuat Kalbar rentan terhadap wabah penyakit. Sudah ditemukan 20 kasus campak, dua kasus rubella, serta laporan suspek difteri dan pertusis," tuturnya.
Untuk itu, Kemenkes menggandeng mitra internasional seperti Preventing the Re-emergence of At-risk Infections (PRAI) dan Health Security Partners (HSP) dalam mendukung penguatan sistem imunisasi di Kalbar, dengan fokus awal di Kota Pontianak, Kota Singkawang, dan Kabupaten Kubu Raya.
"Kami mengharapkan dukungan nyata dari pemerintah daerah dan masyarakat. Kita harus bersama-sama mengidentifikasi anak yang belum imunisasi, memperkuat surveilans penyakit, dan memastikan setiap anak memperoleh hak atas perlindungan kesehatan," katanya.
Di tempat yang sama, Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, menyampaikan keprihatinan terhadap rendahnya capaian imunisasi dasar lengkap di wilayahnya yang masih jauh dari target nasional sebesar 80 persen. Berdasarkan data per November 2024, cakupan imunisasi dasar lengkap anak usia satu tahun hanya mencapai 42,7 persen, merosot tajam dari capaian tahun sebelumnya sebesar 74,9 persen.
"Ini penurunan yang sangat jauh. Saya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk kembali menggalakkan program imunisasi. Tidak ada artinya makanan bergizi gratis dari pemerintah jika anak tidak sehat karena tidak diimunisasi," kata Norsan.
Ia menyebut sejumlah faktor yang menyebabkan capaian imunisasi rendah, antara lain distribusi vaksin yang belum merata, rendahnya kesadaran masyarakat, serta informasi keliru yang beredar luas, termasuk isu menyesatkan bahwa vaksin polio dapat menyebabkan kelumpuhan.
"Padahal, imunisasi justru melindungi anak dari penyakit berbahaya seperti polio, campak, dan cacar. Ada 14 jenis imunisasi yang harus didapat anak. Kalau tubuh anak sudah punya kekebalan, dia tidak akan mudah sakit," katanya.
Gubernur juga menekankan pentingnya imunisasi dalam upaya pencegahan stunting. Ia mencatat bahwa prevalensi stunting di Kalbar kini tercatat sebesar 17,8 persen, meski sebelumnya pernah berada di angka 22,7 persen.
"Saya minta para ketua TP PKK di seluruh Kalbar menggerakkan kembali posyandu. Anak-anak sehat adalah kunci menuju Generasi Emas 2045," tuturnya.