Jakarta (ANTARA Kalbar) - "Sayangnya manusia kadang terpengaruh oleh kesan sesaat. Pandangan keliru yang diterima berulang kali seolah menjadi kebenaran yang tidak bisa terbantahkan".
Sepenggal kalimat di atas mewakili pesan seorang M.Aji Surya, diplomat sekaligus pengarang buku Geliat Islam di Rusia yang ingin mencoba menghilangkan pandangan masyarakat tentang stigmatisasi Rusia yang sudah kental melekat di masyarakat awam.
"Jika berbicara tentang Rusia, sebagian besar dari kita selalu membayangkan suasana kelam, gelap dan buram. Namun ternyata masih banyak hal-hal eksotis di Rusia," kata M.Aji surya dalam jumpa pers peluncuran buku Geliat Islam di Rusia, di Jakarta, Selasa.
Selama empat tahun, Diplomat Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Moskow itu mengumpulkan data untuk menyusun buku yang menceritakan dinamika Islam di Rusia itu.
Tidak mudah untuk mengumpulkan data untuk buku itu karena hampir sebagian besar buku-buku dan naskah-naskah tentang Islam dihancurkan, kata Aji. "Jadi seperti menyusun mozaik, saya 'comot' dari sana-sini".
Dengan menggunakan gaya tutur yang mengalir, kalimat per kalimat dalam buku karya ke-enam Aji itu bisa menghindarkan gaya bahasa yang kaku mengingat di dalam buku tersebut dibahas juga mengenai sejarah dan filosofi bangsa rusia di bagian-bagian awal sebagai pengantar.
Sejarah Religi di Rusia
Di dalam buku itu, penulis lulusan Pondok Modern Gontor itu mengawali "dakwahnya" dengan kilasan sejarah bagaimana para pemimpin Rusia di jaman dahulu mempelajari agama-agama dan memilih mana di antaranya yang cocok bagi Rusia.
Pada masa Pangeran Agung Vladimir, berkuasa sampai 1015 masehi, Islam pernah ditolak karena mengharamkan alkohol dan daging babi, yang menjadi kebiasaan suatu bangsa di Rusia, meski mereka menyukai egaliatianisme dalam Islam dan kemudahan dalam ibadahnya.
Diceritakan pula apa alasan Vladimir tidak memilih Yahudi sebagai agama bagi bangsanya dan lebih memilih Ortodoks Yunani.
Islam yang masuk ke Rusia pada abad ke-tujuh, lebih awal dari pada masuknya Islam ke Indonesia, juga pernah mengalami tekanan dari pemerintah Soviet pada waktu itu.
"Saat terjadi Revolusi Bolshevik pada 1917, semua agama dilarang. Namun setelah 74 tahun, iman umat Muslim itu tidak hilang. Iman mereka tidak bisa ditekan dengan senjata dan sebaliknya berkembang seperti cendawan di musim hujan," kata Aji.
Sebelum komunis merajai Rusia, ada kurang lebih 10.000 masjid di Rusia. Setelah itu hanya ada 100 masjid yang berfungsi dan penggunaannya diatur dalam sebuah undang-undang ibadah Soviet.
Titik Balik bagi Islam
Di masa Uni Soviet, kehidupan keagamaan sangat sulit sehingga ibadah dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Dakwah nyaris tidak bisa dilakukan kecuali di bawah tanah dan dilakukan dari rumah ke rumah hingga datang demokratisasi di Rusia pada 1991 yang membawa perubahan fundamental dalam kehidupan umat Islam di Rusia.
Kini, setelah datang titik balik bernama Perestroika dan Glasnost, ada hampir 7.000 masjid di Rusia dan tidak sedikit pula Muslim Rusia menjadi pejabat penting di negara itu seperti menjadi wali kota dan gubernur, kata lulusan Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada itu.
Sejumlah foto masjid di Rusia serta tokoh-tokoh Muslim Rusia ikut ditampilkan di dalam buku setebal 288 halaman itu untuk memberikan gambaran dan menyajikan aura keislaman di Rusia.
Terdapat kurang lebih 25 juta warga Muslim di Rusia atau sekitar seperlima dari jumlah keseluruhan penduduk Rusia. Tingginya tingkat kematian dan rendahnya kelahiran pada kelompok tertentu di Rusia dapat mendororong perubahan demografi.
Di dalam bukunya, sang pengarang menyampaikan prediksi bahwa tidak sampai satu generasi ke depan, atau kira-kira 50 tahun, Islam bisa menjadi agama mayoritas di Rusia.
"Jumlah umat Kristen Ortodok menurun di Rusia, sedangkan umat Islam di sana rata-rata mempunyai tiga hingga lima anak. Jika tren ini konstan, jumlah Muslim Rusia bisa meningkat 50 persen dari jumlah penduduk di sana," kata Aji.
Sekarang organisasi keislaman tumbuh subur di Rusia, terdapat lebih dari 300 organisasi kemasyarakatan yang menginduk di tiga pusat kota yaitu Moskow, Ufa dan Dagestan. Tidak hanya mengurusi soal ibadah khusus dan pembangunan masjid, mereka juga sudah merambah kegiatan bisnis bahkan ada Muslim Rusia yang menjadi miliarder.
"Ini adalah buku pertama saya tentang Islam di Rusia. Saya harapkan buku ini menjadi jembatan pemahaman masyarakat Islam Indonesia atas saudara-saudaranya di Rusia," kata Aji.
Sebuah testimoni muncul dari rekan kerja Aji di KBRI Moskow, Dodo Sudrajat. "Sensualitas alam, budaya dan taman-taman serta multi etnis dan religi di Rusia dipadukan di dalam suatu tulisan yang sangat indah".
Selama empat tahun bersama Aji Surya di Moskow, Dodo menilai Aji sebagai pribadi yang unik, seniman yang tinggi sekaligus jurnalis yang selalu ingin menampilkan hal-hal di luar "mainstream".
"Pak Aji berhasil menyajikan keunikan Rusia di setiap karyanya," kata Dodo.
Sebelumnya M.Aji Surya telah menerbitkan lima buku yaitu Vodka, Cinta dan Bunga; Moskow, Petersburg Vladivostok; Seruling Diplomat; Panduan Hemat Keliling Rusia dan Segenggam Cinta dari Moskwa.
Dengan banyaknya karya yang mengambil tema besar Rusia, Aji bisa dibilang telah jatuh cinta dengan negara yang dulu disebut negeri "Beruang Merah" tersebut.
"Banyak yang tidak dikenal dari Rusia. Menurut saya, Rusia itu seperti gadis desa yang sangat cantik, ketika kita mendapatkannya maka akan sangat kaget dan senang," kata Aji yang juga mengagumi kecantikan wanita-wanita Rusia itu.
(A059)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Sepenggal kalimat di atas mewakili pesan seorang M.Aji Surya, diplomat sekaligus pengarang buku Geliat Islam di Rusia yang ingin mencoba menghilangkan pandangan masyarakat tentang stigmatisasi Rusia yang sudah kental melekat di masyarakat awam.
"Jika berbicara tentang Rusia, sebagian besar dari kita selalu membayangkan suasana kelam, gelap dan buram. Namun ternyata masih banyak hal-hal eksotis di Rusia," kata M.Aji surya dalam jumpa pers peluncuran buku Geliat Islam di Rusia, di Jakarta, Selasa.
Selama empat tahun, Diplomat Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Moskow itu mengumpulkan data untuk menyusun buku yang menceritakan dinamika Islam di Rusia itu.
Tidak mudah untuk mengumpulkan data untuk buku itu karena hampir sebagian besar buku-buku dan naskah-naskah tentang Islam dihancurkan, kata Aji. "Jadi seperti menyusun mozaik, saya 'comot' dari sana-sini".
Dengan menggunakan gaya tutur yang mengalir, kalimat per kalimat dalam buku karya ke-enam Aji itu bisa menghindarkan gaya bahasa yang kaku mengingat di dalam buku tersebut dibahas juga mengenai sejarah dan filosofi bangsa rusia di bagian-bagian awal sebagai pengantar.
Sejarah Religi di Rusia
Di dalam buku itu, penulis lulusan Pondok Modern Gontor itu mengawali "dakwahnya" dengan kilasan sejarah bagaimana para pemimpin Rusia di jaman dahulu mempelajari agama-agama dan memilih mana di antaranya yang cocok bagi Rusia.
Pada masa Pangeran Agung Vladimir, berkuasa sampai 1015 masehi, Islam pernah ditolak karena mengharamkan alkohol dan daging babi, yang menjadi kebiasaan suatu bangsa di Rusia, meski mereka menyukai egaliatianisme dalam Islam dan kemudahan dalam ibadahnya.
Diceritakan pula apa alasan Vladimir tidak memilih Yahudi sebagai agama bagi bangsanya dan lebih memilih Ortodoks Yunani.
Islam yang masuk ke Rusia pada abad ke-tujuh, lebih awal dari pada masuknya Islam ke Indonesia, juga pernah mengalami tekanan dari pemerintah Soviet pada waktu itu.
"Saat terjadi Revolusi Bolshevik pada 1917, semua agama dilarang. Namun setelah 74 tahun, iman umat Muslim itu tidak hilang. Iman mereka tidak bisa ditekan dengan senjata dan sebaliknya berkembang seperti cendawan di musim hujan," kata Aji.
Sebelum komunis merajai Rusia, ada kurang lebih 10.000 masjid di Rusia. Setelah itu hanya ada 100 masjid yang berfungsi dan penggunaannya diatur dalam sebuah undang-undang ibadah Soviet.
Titik Balik bagi Islam
Di masa Uni Soviet, kehidupan keagamaan sangat sulit sehingga ibadah dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Dakwah nyaris tidak bisa dilakukan kecuali di bawah tanah dan dilakukan dari rumah ke rumah hingga datang demokratisasi di Rusia pada 1991 yang membawa perubahan fundamental dalam kehidupan umat Islam di Rusia.
Kini, setelah datang titik balik bernama Perestroika dan Glasnost, ada hampir 7.000 masjid di Rusia dan tidak sedikit pula Muslim Rusia menjadi pejabat penting di negara itu seperti menjadi wali kota dan gubernur, kata lulusan Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada itu.
Sejumlah foto masjid di Rusia serta tokoh-tokoh Muslim Rusia ikut ditampilkan di dalam buku setebal 288 halaman itu untuk memberikan gambaran dan menyajikan aura keislaman di Rusia.
Terdapat kurang lebih 25 juta warga Muslim di Rusia atau sekitar seperlima dari jumlah keseluruhan penduduk Rusia. Tingginya tingkat kematian dan rendahnya kelahiran pada kelompok tertentu di Rusia dapat mendororong perubahan demografi.
Di dalam bukunya, sang pengarang menyampaikan prediksi bahwa tidak sampai satu generasi ke depan, atau kira-kira 50 tahun, Islam bisa menjadi agama mayoritas di Rusia.
"Jumlah umat Kristen Ortodok menurun di Rusia, sedangkan umat Islam di sana rata-rata mempunyai tiga hingga lima anak. Jika tren ini konstan, jumlah Muslim Rusia bisa meningkat 50 persen dari jumlah penduduk di sana," kata Aji.
Sekarang organisasi keislaman tumbuh subur di Rusia, terdapat lebih dari 300 organisasi kemasyarakatan yang menginduk di tiga pusat kota yaitu Moskow, Ufa dan Dagestan. Tidak hanya mengurusi soal ibadah khusus dan pembangunan masjid, mereka juga sudah merambah kegiatan bisnis bahkan ada Muslim Rusia yang menjadi miliarder.
"Ini adalah buku pertama saya tentang Islam di Rusia. Saya harapkan buku ini menjadi jembatan pemahaman masyarakat Islam Indonesia atas saudara-saudaranya di Rusia," kata Aji.
Sebuah testimoni muncul dari rekan kerja Aji di KBRI Moskow, Dodo Sudrajat. "Sensualitas alam, budaya dan taman-taman serta multi etnis dan religi di Rusia dipadukan di dalam suatu tulisan yang sangat indah".
Selama empat tahun bersama Aji Surya di Moskow, Dodo menilai Aji sebagai pribadi yang unik, seniman yang tinggi sekaligus jurnalis yang selalu ingin menampilkan hal-hal di luar "mainstream".
"Pak Aji berhasil menyajikan keunikan Rusia di setiap karyanya," kata Dodo.
Sebelumnya M.Aji Surya telah menerbitkan lima buku yaitu Vodka, Cinta dan Bunga; Moskow, Petersburg Vladivostok; Seruling Diplomat; Panduan Hemat Keliling Rusia dan Segenggam Cinta dari Moskwa.
Dengan banyaknya karya yang mengambil tema besar Rusia, Aji bisa dibilang telah jatuh cinta dengan negara yang dulu disebut negeri "Beruang Merah" tersebut.
"Banyak yang tidak dikenal dari Rusia. Menurut saya, Rusia itu seperti gadis desa yang sangat cantik, ketika kita mendapatkannya maka akan sangat kaget dan senang," kata Aji yang juga mengagumi kecantikan wanita-wanita Rusia itu.
(A059)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012