Washington (ANTARA Kalbar/Xinhua-OANA) - Perempuan yang menderita "sleep apnea" memiliki tingkat lebih tinggi kerusakan otak dibandingkan lelaki dengan gangguan itu, demikian isi laporan yang disiarkan pada Senin (3/12) di jurnal SLEEP.
Untuk studi tersebut, para peneliti mengkaji pasien yang didiagnosis menderita "sleep apnea" di University of California, Los Angeles (UCLA). Mereka membandingkan serat fiber di otak pasien itu --yang dikenal sebagai masalah putih-- dengan serat dari orang yang tidak menderita gangguan tidur dan memusatkan perhatian pada pengungkapan perbedaan dalam kerusakan otak antara lelaki dan perempuan penderita "sleep apnea".
"Sleep apnea" adalah gangguan tidur dengan kesulitan berulang kali ketika orang sedang tidur.
"Meskipun ada sangat banyak kajian otak yang dilakukan berkaitan dengan 'sleep apnea' dan dampaknya pada kesehatan seseorang, mereka secara khusus memusatkan perhatian pada lelaki atau kelompok gabungan lelaki dan perempuan. Namun kami mengetahui bahwa 'sleep apnea' yang mengganggu mempengaruhi perempuan dengan sangat berbeda dibandingkan dengan lelaki," kata Kepala Penyelidik Paul Macey, Asisten Profesor di UCLA School of Nursing.
"Studi ini mengungkapkan bahwa, nyatanya, perempuan lebih terpengaruh oleh 'sleep apnea' dibandingkan dengan lelaki dan perempuan dengan 'sleep apnea' memiliki kerusakan otak lebih parah dibandingkan dengan lelaki akibat kondisi serupa," kata Macey sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Selasa.
Secara khusus, studi tersebut mendapati perempuan terpengaruh pada cingulum bundle dan anterior cingulate cortex --daerah di depan otak yang terlibat dalam pengaturan perasaan dan pengambilan keputusan. Perempuan yang menderita "sleep apnea" juga memperlihatkan tingkat gejala kecemasan serta depresi yang lebih tinggi, kata para peneliti itu.
"Sel ini memberitahu kita bahwa dokter mesti mempertimbangkan gangguan tidur mungkin lebih menimbulkan masalah dan oleh karena itu memerlukan perawatan lebih dini pada perempuan ketimbang lelaki," kata Macey.
Dengan temuan itu sebagai dasar, Macey mengatakan langkah berikutnya ialah buat peneliti untuk "menguraikan waktu perubahan otak" dan mengetahui apakah pengobatan "sleep apnea" dapat membantu otak.
"Sleep apnea" yang mengganggu adalah gangguan serius yang muncul ketika pernafasan seseorang berulangkali terhenti sewaktu ia tidur, kadangkala sampai ratusan kali.
Setiap kali, tingkat oksigen di dalam darah anjlok, akhirnya mengakibatkan kerusakan pada banyak sel di tubuh. Jika dibiarkan tanpa pengobatan, kondisi itu bisa mengarah kepada tekanan darah tinggi, stroke, gagal jantung, diabetes, depresi dan gangguan serius lain kesehatan.
(C003)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Untuk studi tersebut, para peneliti mengkaji pasien yang didiagnosis menderita "sleep apnea" di University of California, Los Angeles (UCLA). Mereka membandingkan serat fiber di otak pasien itu --yang dikenal sebagai masalah putih-- dengan serat dari orang yang tidak menderita gangguan tidur dan memusatkan perhatian pada pengungkapan perbedaan dalam kerusakan otak antara lelaki dan perempuan penderita "sleep apnea".
"Sleep apnea" adalah gangguan tidur dengan kesulitan berulang kali ketika orang sedang tidur.
"Meskipun ada sangat banyak kajian otak yang dilakukan berkaitan dengan 'sleep apnea' dan dampaknya pada kesehatan seseorang, mereka secara khusus memusatkan perhatian pada lelaki atau kelompok gabungan lelaki dan perempuan. Namun kami mengetahui bahwa 'sleep apnea' yang mengganggu mempengaruhi perempuan dengan sangat berbeda dibandingkan dengan lelaki," kata Kepala Penyelidik Paul Macey, Asisten Profesor di UCLA School of Nursing.
"Studi ini mengungkapkan bahwa, nyatanya, perempuan lebih terpengaruh oleh 'sleep apnea' dibandingkan dengan lelaki dan perempuan dengan 'sleep apnea' memiliki kerusakan otak lebih parah dibandingkan dengan lelaki akibat kondisi serupa," kata Macey sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Selasa.
Secara khusus, studi tersebut mendapati perempuan terpengaruh pada cingulum bundle dan anterior cingulate cortex --daerah di depan otak yang terlibat dalam pengaturan perasaan dan pengambilan keputusan. Perempuan yang menderita "sleep apnea" juga memperlihatkan tingkat gejala kecemasan serta depresi yang lebih tinggi, kata para peneliti itu.
"Sel ini memberitahu kita bahwa dokter mesti mempertimbangkan gangguan tidur mungkin lebih menimbulkan masalah dan oleh karena itu memerlukan perawatan lebih dini pada perempuan ketimbang lelaki," kata Macey.
Dengan temuan itu sebagai dasar, Macey mengatakan langkah berikutnya ialah buat peneliti untuk "menguraikan waktu perubahan otak" dan mengetahui apakah pengobatan "sleep apnea" dapat membantu otak.
"Sleep apnea" yang mengganggu adalah gangguan serius yang muncul ketika pernafasan seseorang berulangkali terhenti sewaktu ia tidur, kadangkala sampai ratusan kali.
Setiap kali, tingkat oksigen di dalam darah anjlok, akhirnya mengakibatkan kerusakan pada banyak sel di tubuh. Jika dibiarkan tanpa pengobatan, kondisi itu bisa mengarah kepada tekanan darah tinggi, stroke, gagal jantung, diabetes, depresi dan gangguan serius lain kesehatan.
(C003)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012