Padang (ANTARA Kalbar)- Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto menceritakan pengalaman menariknya saat memimpin Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh.
"Pada 2007, saat itu saya hendak memberikan sertifikat kepemilikan rumah yang ke-100 ribu kepada seorang anak bernama Nasir," kata dia di Padang, Jumat.
Sertifikat tersebut diberikan kepada anak di bawah umur karena memang orang tuanya tidak ada, dan ia merupakan penerima rumah ke-100 ribu yang dibangun oleh BRR.
Usai memberikan sertifikat ia menyampaikan, ini adalah rumah yang ke-100 ribu yang telah dibangun di Aceh pascagempa.
Tiba-tiba, saja dari belakang ada seorang pemuda dengan rambut gondrong memotong ucapannya.
Dengan lantang ia berkata, Kuntoro melakukan kebohongan publik, tidak benar itu rumah yang ke-100 ribu, paling banyak BRR baru membangun 65 ribu unit rumah kata pemuda itu, sebagaimana diceritakan Kuntoro.
"Jelas saya marah mendengar tudingan itu, karena saya tahu pemuda itu bohong dan saya yakin telah membangun 100 ribu unit rumah," kata dia.
Esok hari peristiwa tersebut juga keluar di surat kabar yang memberitakan dirinya telah melakukan kebohongan publik.
"Saya benar-benar geram dan sampai dua hari tidak bisa tidur karena kejadian itu," kata dia.
Dia berpikir bagaimana caranya untuk membuktikan kepada publik bahwa apa yang telah dilakukan BRR dapat diyakini kebenarannya.
Akhirnya ia menciptakan teknologi database yang akurat berbasis GPS dan peta yang dapat diakses dari seluruh dunia.
Setiap rumah yang dibangun dimasukkan dalam database serta koordinatnya, kapan dibangun, siapa pemilik lengkap dengan foto.
Terobosan tersebut menuai simpati dan respons yang baik, bahkan dari luar negeri menjadi yakin bantuan yang diberikan tepat sasaran, transparan dan dapat diakses dengan detil.
Kuntoro akhirnya sadar, kemarahannya kepada pemuda tersebut telah melahirkan inovasi dan seharusnya ia berterima kasih kepada yang bersangkutan.
(KR-IWY)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Pada 2007, saat itu saya hendak memberikan sertifikat kepemilikan rumah yang ke-100 ribu kepada seorang anak bernama Nasir," kata dia di Padang, Jumat.
Sertifikat tersebut diberikan kepada anak di bawah umur karena memang orang tuanya tidak ada, dan ia merupakan penerima rumah ke-100 ribu yang dibangun oleh BRR.
Usai memberikan sertifikat ia menyampaikan, ini adalah rumah yang ke-100 ribu yang telah dibangun di Aceh pascagempa.
Tiba-tiba, saja dari belakang ada seorang pemuda dengan rambut gondrong memotong ucapannya.
Dengan lantang ia berkata, Kuntoro melakukan kebohongan publik, tidak benar itu rumah yang ke-100 ribu, paling banyak BRR baru membangun 65 ribu unit rumah kata pemuda itu, sebagaimana diceritakan Kuntoro.
"Jelas saya marah mendengar tudingan itu, karena saya tahu pemuda itu bohong dan saya yakin telah membangun 100 ribu unit rumah," kata dia.
Esok hari peristiwa tersebut juga keluar di surat kabar yang memberitakan dirinya telah melakukan kebohongan publik.
"Saya benar-benar geram dan sampai dua hari tidak bisa tidur karena kejadian itu," kata dia.
Dia berpikir bagaimana caranya untuk membuktikan kepada publik bahwa apa yang telah dilakukan BRR dapat diyakini kebenarannya.
Akhirnya ia menciptakan teknologi database yang akurat berbasis GPS dan peta yang dapat diakses dari seluruh dunia.
Setiap rumah yang dibangun dimasukkan dalam database serta koordinatnya, kapan dibangun, siapa pemilik lengkap dengan foto.
Terobosan tersebut menuai simpati dan respons yang baik, bahkan dari luar negeri menjadi yakin bantuan yang diberikan tepat sasaran, transparan dan dapat diakses dengan detil.
Kuntoro akhirnya sadar, kemarahannya kepada pemuda tersebut telah melahirkan inovasi dan seharusnya ia berterima kasih kepada yang bersangkutan.
(KR-IWY)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012