Lebak (ANTARA Kalbar) - Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) mencapai 50 ekor berdasarkan 'camera trap' atau kamera pengintai yang dipasang di sejumlah titik lokasi di wilayah itu.

"Selama ini habitat populasi satwa yang dilindungi relatif aman," kata Kepala Balai TNGHS Agus Priambudi di Rangkasbitung, Selasa.

Ia mengatakan, pihaknya hingga kini belum bisa memastikan populasi macan tutul yang terlihat kamera pengintai sebanyak 50 ekor.

Sebab pemasangan 'camera trap' hanya beberapa titik lokasi saja dan belum sepenuhnya dipasang di areal TNGHS.

Pemasangan kamera pengintai memerlukan dana cukup besar, sehingga secara keseluruhan belum terdata jumlah pasti populasi satwa langka tersebut.

"Kami menargetkan selama lima tahun populasi macan tutul jawa bertambah keturunan anaknya sekitar tiga persen," katanya.

Menurut dia, populasi macan tutul di kawasan TNGHS harus dijaga dan dilestarikan, terlebih binatang tersebut masuk kategori dilindungi pemerintah.

Karena itu, pihaknya berkoordinasi dengan aparat Polri, Badan Konservasi Sumber Daya Air (BKSDA) dan masyarakat agar populasi macan tutul tidak diburu maupun dibunuh.

Keberadaan macan tutul tentu memberikan dampak positif bagi masyarakat sebagai kekayaan alam di Indonesia.

Selain itu juga macan tutul bisa mengendalikan hama babi dan musang, yang seringkali merusak tanaman para petani.

Menyinggung soal macan tutul masuk perangkap petani Baduy, kata Agus, kemungkinan mereka terisolasi dengan temannya saat mencari pakan.

"Sepengetahuan saya macan tutul yang masuk perangkap kali pertama," katanya.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Banten, Jajang mengatakan, macan tutul yang terperangkap di kawasan hutan Baduy sudah lepas setelah merusak jaring penjerat itu.

Macan tutul itu tidak sengaja masuk perangkap karena umumnya petani Baduy menjerat babi.

Sebab babi kerapkali merusak tanaman huma, seperti padi, ubi-ubian, pisang dan tanaman lainnya.

Saat ini habitat populasi macan tutul jawa di Provinsi Banten berada di kawasan hutan TNGHS, TNUK, Gunung Karang, Gunung Cadasari dan hutan lindung lainnya karena mereka masih banyak menemukan makanan seperti babi hutan, mancak, dan kancil.

"Kami minta masyarakat tidak melakukan pembunuhan maupun perburuan terhadap hewan yang dilindungi itu," katanya.

(KR-MSR)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013