Samarinda (Antara Kalbar) - Komisi IV DPRD Kaltim menyorot tingkah laku pergaulan bebas di kalangan pelajar Kaltim, yang cenderung mengalami peningkatan cukup drastis dari waktu ke waktu.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Encik Widyani di Samarinda, Minggu, mengatakan, data PKBI pada 2010 menyebutkan bahwa 20 persen pelajar SMP maupun SMA di Kaltim mengaku pernah melakukan hubungan badan layaknya suami istri.
"Informasi itu membuat saya terkejut. Dan lebih terkejut lagi bahwa pada tahun 2012, angka itu hampir mencapai 80 persen," katanya.
"Angka ini sangat mengkhawatirkan. Selang beberapa tahun saja terjadi loncatan yang tinggi. Budaya timur itu budaya santun, punya norma dan etika, harusnya bersih dari kasus seperti ini. Saya mengkhawatirkan apalagi ini terjadi di Kaltim," kata Encik.
Belum lagi bicara kasus pelajar SMP di Nunukan beberapa waktu lalu yang dengan beraninya menjajakan diri di tempat kebugaran, dan terang-terangan langsung menyebut harga.
"Kemajuan teknologi informasi juga ikut andil dalam kasus seperti. Namun ketelitian dan kehati-hatian kita sangat dituntut. Saya harap semua elemen, instansi pendidikan, orang tua, pemerintah maupun swasta/LSM harus ekstra dalam pengawasan," kata Encik.
Dia menambahkan masalah ini harus secepatnya dibenahi, perlu ada sinergisitas gerakan antara orang tua, sekolah dan tentunya pemerintah dalam hal ini Pemprov Kaltim melalui SKPD terkait.
Pemerintah misalnya bisa membuat regulasi pembatasan atau pelarangan tayangan (film atau sinetron) yang memiliki unsur merusak moral bangsa, katanya.
(Ant News/KR-RMT/H-KWR)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Encik Widyani di Samarinda, Minggu, mengatakan, data PKBI pada 2010 menyebutkan bahwa 20 persen pelajar SMP maupun SMA di Kaltim mengaku pernah melakukan hubungan badan layaknya suami istri.
"Informasi itu membuat saya terkejut. Dan lebih terkejut lagi bahwa pada tahun 2012, angka itu hampir mencapai 80 persen," katanya.
"Angka ini sangat mengkhawatirkan. Selang beberapa tahun saja terjadi loncatan yang tinggi. Budaya timur itu budaya santun, punya norma dan etika, harusnya bersih dari kasus seperti ini. Saya mengkhawatirkan apalagi ini terjadi di Kaltim," kata Encik.
Belum lagi bicara kasus pelajar SMP di Nunukan beberapa waktu lalu yang dengan beraninya menjajakan diri di tempat kebugaran, dan terang-terangan langsung menyebut harga.
"Kemajuan teknologi informasi juga ikut andil dalam kasus seperti. Namun ketelitian dan kehati-hatian kita sangat dituntut. Saya harap semua elemen, instansi pendidikan, orang tua, pemerintah maupun swasta/LSM harus ekstra dalam pengawasan," kata Encik.
Dia menambahkan masalah ini harus secepatnya dibenahi, perlu ada sinergisitas gerakan antara orang tua, sekolah dan tentunya pemerintah dalam hal ini Pemprov Kaltim melalui SKPD terkait.
Pemerintah misalnya bisa membuat regulasi pembatasan atau pelarangan tayangan (film atau sinetron) yang memiliki unsur merusak moral bangsa, katanya.
(Ant News/KR-RMT/H-KWR)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013