Pontianak (Antara Kalbar) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI akan mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perbatasan seiring keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa DPD berwenang untuk ikut serta mengajukan dan membahas RUU yang terkait daerah.
"Ini akan menjadi inisiatif dari DPD," kata anggota DPD RI dari Kalbar Ishaq Saleh saat sosialisasi tentang hasil dan kinerja DPD di Pontianak, Kamis.
Ia mengakui, sebelum ada putusan MK peran DPD masih di bawah kewenangan DPR termasuk dalam penyusunan undang-undang.
Ia mencontohkan, hal itu membuat 34 UU yang diusulkan oleh DPD tetapi tidak ditindaklanjuti DPR.
"Nanti setelah diajukan, akan diproses bersama dengan DPR," kata Ishaq Saleh.
Rektor Untan Prof Thamrin Usman mengatakan, fungsi DPD bisa menjadi tidak efisien kalau tidak mempunyai wewenang yang kuat. "Hasil kerja yang sudah disiapkan, kerap diganjal di DPR," kata dia.
Sementara, ada beban yang harus ditanggung negara untuk membiayai kinerja DPD.
Ia menyarankan DPD untuk mendesak DPR agar patuh terhadap putusan MK yang sudah final.
MK pada akhir Maret lalu telah mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang diajukan oleh Ketua DPR Irman Gusman, Wakil Ketua DPD La Ode Ida dan Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas.
"Pasal 143 ayat (5) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada pimpinan DPD untuk RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat dan daerah," kata Ketua MK Mahfud MD saat membacakan salah satu amar putusan di Jakarta, Rabu (27/3).
Menurut MK, sebagai lembaga negara, DPD juga memiliki hak menyusun program legislasi nasional (Prolegnas) sebab kedudukan DPD setara dengan Presiden dan DPR.
"Penyusunan Program Legislasi Nasional dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah," ungkap Mahfud.
Hakim Konstitusi Akil Mochtar, saat membacakan pertimbangannya, menjelaskan DPD bisa mengajukan RUU dan tidak boleh dibedakan dengan wewenang presiden dan DPR.
Namun demikian, DPD hanya memiliki wewenang mengajukan RUU terkait daerah, yang mencakup otonomi, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, serta hubungan pemerintah pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Ini akan menjadi inisiatif dari DPD," kata anggota DPD RI dari Kalbar Ishaq Saleh saat sosialisasi tentang hasil dan kinerja DPD di Pontianak, Kamis.
Ia mengakui, sebelum ada putusan MK peran DPD masih di bawah kewenangan DPR termasuk dalam penyusunan undang-undang.
Ia mencontohkan, hal itu membuat 34 UU yang diusulkan oleh DPD tetapi tidak ditindaklanjuti DPR.
"Nanti setelah diajukan, akan diproses bersama dengan DPR," kata Ishaq Saleh.
Rektor Untan Prof Thamrin Usman mengatakan, fungsi DPD bisa menjadi tidak efisien kalau tidak mempunyai wewenang yang kuat. "Hasil kerja yang sudah disiapkan, kerap diganjal di DPR," kata dia.
Sementara, ada beban yang harus ditanggung negara untuk membiayai kinerja DPD.
Ia menyarankan DPD untuk mendesak DPR agar patuh terhadap putusan MK yang sudah final.
MK pada akhir Maret lalu telah mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang diajukan oleh Ketua DPR Irman Gusman, Wakil Ketua DPD La Ode Ida dan Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas.
"Pasal 143 ayat (5) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada pimpinan DPD untuk RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat dan daerah," kata Ketua MK Mahfud MD saat membacakan salah satu amar putusan di Jakarta, Rabu (27/3).
Menurut MK, sebagai lembaga negara, DPD juga memiliki hak menyusun program legislasi nasional (Prolegnas) sebab kedudukan DPD setara dengan Presiden dan DPR.
"Penyusunan Program Legislasi Nasional dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah," ungkap Mahfud.
Hakim Konstitusi Akil Mochtar, saat membacakan pertimbangannya, menjelaskan DPD bisa mengajukan RUU dan tidak boleh dibedakan dengan wewenang presiden dan DPR.
Namun demikian, DPD hanya memiliki wewenang mengajukan RUU terkait daerah, yang mencakup otonomi, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, serta hubungan pemerintah pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013