Pontianak (Antara Kalbar) - Komisi Penyiaran Indonesia mencermati
rencana penjualan saham PT Visi Media Asia Tbk atau VIVA yang menguasai
sejumlah lembaga penyiaran seperti stasiun televisi ANTV dan TVOne.
"Kami masih menunggu aksi korporasi terjadi. Kalau terjadi, baru lah kami akan memberi `legal opinion`," kata Komisioner KPI Iswandi Syahputra saat dihubungi di Pontianak, Minggu.
Menurut dia, kondisi itu seperti dalam akuisisi stasiun televisi Indosiar oleh PT EMTK (Elang Mahkota Teknologi) yang juga menguasai saham stasiun televisi SCTV.
Ia mengatakan, salah satu dasar hukum kajian adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. "Terutama yang mengatur tentang pemusatan kepemilikan," ujar dia.
Selain itu, di Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Swasta, melarang monopoli dan penguasaan informasi pada satu orang atau perusahaan.
Iswandi mengakui, transaksi jual beli tersebut bersifat bisnis semata. Namun, ia mengingatkan, dampak dari transaksi bisnis itu ke perizinan yang dimiliki.
Ia menegaskan, kalau perusahaan tidak mampu mengelola izin frekuensi yang diberikan, sebaiknya dikembalikan ke negara selaku pemilik.
PT Visi Media Asia Tbk satu bulan yang lalu engakui secara resmi rencana penjajakan kemungkinan sinergi dengan grup media lain.
"Sepanjang pengetahuan perseroan, pemegang saham pernah melakukan penjajakan kemungkinan kerja sama dan sinergi dengan Group Media lain," tutur Neil R Tobing, Chief Council dan Sekretaris perusahaan VIVA.
Namun begitu, Neil menyatakan, VIVA belum mendapat informasi sehubungan dengan rencana pemegang saham untuk menjual sahamnya kepada CT Corporation. "Penjualan saham adalah hak dari pemegang saham yang bersangkutan," jelas Neil.
Keluarga Bakrie memasang valuasi VIVA 1,2 - 2 miliar dolar AS. Namun, nilai penjualan VIVA diperkirakan sekitar 1,8 miliar dollar AS. Padahal, kapitalisasi pasar VIVA hingga pekan ini hanya sekitar 800 juta dollar AS.
Sejumlah pengusaha disebut-sebut ingin membeli saham VIVA, di antaranya Chairul Tandjung, pemilik Transcorp yang juga menguasai stasiun televisi TransTV dan Trans7.
Kemudian Hary Tanoe, pemilik MNC Grup yang sudah memiliki tiga stasiun televisi yakni MNC TV, RCTI dan Global TV.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Kami masih menunggu aksi korporasi terjadi. Kalau terjadi, baru lah kami akan memberi `legal opinion`," kata Komisioner KPI Iswandi Syahputra saat dihubungi di Pontianak, Minggu.
Menurut dia, kondisi itu seperti dalam akuisisi stasiun televisi Indosiar oleh PT EMTK (Elang Mahkota Teknologi) yang juga menguasai saham stasiun televisi SCTV.
Ia mengatakan, salah satu dasar hukum kajian adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. "Terutama yang mengatur tentang pemusatan kepemilikan," ujar dia.
Selain itu, di Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Swasta, melarang monopoli dan penguasaan informasi pada satu orang atau perusahaan.
Iswandi mengakui, transaksi jual beli tersebut bersifat bisnis semata. Namun, ia mengingatkan, dampak dari transaksi bisnis itu ke perizinan yang dimiliki.
Ia menegaskan, kalau perusahaan tidak mampu mengelola izin frekuensi yang diberikan, sebaiknya dikembalikan ke negara selaku pemilik.
PT Visi Media Asia Tbk satu bulan yang lalu engakui secara resmi rencana penjajakan kemungkinan sinergi dengan grup media lain.
"Sepanjang pengetahuan perseroan, pemegang saham pernah melakukan penjajakan kemungkinan kerja sama dan sinergi dengan Group Media lain," tutur Neil R Tobing, Chief Council dan Sekretaris perusahaan VIVA.
Namun begitu, Neil menyatakan, VIVA belum mendapat informasi sehubungan dengan rencana pemegang saham untuk menjual sahamnya kepada CT Corporation. "Penjualan saham adalah hak dari pemegang saham yang bersangkutan," jelas Neil.
Keluarga Bakrie memasang valuasi VIVA 1,2 - 2 miliar dolar AS. Namun, nilai penjualan VIVA diperkirakan sekitar 1,8 miliar dollar AS. Padahal, kapitalisasi pasar VIVA hingga pekan ini hanya sekitar 800 juta dollar AS.
Sejumlah pengusaha disebut-sebut ingin membeli saham VIVA, di antaranya Chairul Tandjung, pemilik Transcorp yang juga menguasai stasiun televisi TransTV dan Trans7.
Kemudian Hary Tanoe, pemilik MNC Grup yang sudah memiliki tiga stasiun televisi yakni MNC TV, RCTI dan Global TV.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013