Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia menemukan bahwa Panitia Seleksi Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terbukti melampaui kewenangannya dalam proses seleksi anggota KPI Pusat periode 2019-2022, diantaranya adanya tindakan maladministrasi.
"Maka, terkait dengan maladministrasi ini, yakni melampaui kewenangan dengan membuat aturan sendiri melalui kesepakatan yang tidak diatur dalam UU di atasnya yakni UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran," ujar Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala dalam konferensi pers di kantor Ombudsman RI Kuningan, Jakarta Selatan, Senin.
Dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait dugaan penyimpangan prosedur oleh Pansel Anggota KPI Pusat, Adrianus juga menyebutkan beberapa temuan dalam pemeriksaan laporan tersebut.
Beberapa temuan di antaranya tidak adanya petunjuk teknis mengenai mekanisme seleksi calon anggota KPI Pusat serta tidak adanya standar penilaian baku yang dijadikan rujukan untuk menentukan nama peserta seleksi yang lolos.
Temuan lain, tidak adanya standar pengamanan informasi yang memadai untuk mencegah kebocoran data ke pihak lain serta adanya ketidakkonsistenan penggunaan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan KPI oleh Pansel Anggota KPI.
Sebelumnya, salah satu calon anggota KPI periode 2019-2022 Supadiyanto melaporkan sejumlah kejanggalan yang dialaminya dalam proses seleksi calon anggota KPI kepada Ombudsman RI dengan laporan Nomor Reg: 0277/LM/VII/2019/JKT.
Polemik ini bermula ketika pada Maret lalu beredar 27 nama calon anggota KPI yang lolos seleksi oleh Panitia Seleksi Anggota KPI untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di DPR.
Nama Supadiyanto termasuk dalam daftar tersebut. Namun Kementerian Kominfo membantah daftar itu.
Pada 19 Juni 2019, keluar daftar berisi 34 nama calon anggota yang lolos mengikuti fit and proper test yang diumumkan oleh Komisi I DPR. Nama Supadiyanto dan sejumlah calon hilang dari daftar itu.