Bogor (Antara Kalbar) - Melani, harimau sumatera asal Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang keracunan akibat memakan daging mengandung formalin, kini dirawat intensif di Rumah Sakit Hewan, Pusat Konservasi Harimau Sumatera, Taman Safari Indonesia, Cisarua, Kabupaten Bogor.
"Melani sudah di TSI sejak empat hari yang lalu, kondisinya sekarang masih lemah, tetap diinfus dan masih dalam perawatan intensif," kata Direktur TSI Jansen Manansang saat ditemui di Bogor, Kamis.
Menurut dia, pengiriman Melani ke TSI atas instruksi Kementerian Kehutanan yang menugaskan TSI untuk merawat harimau betina tersebut.
Jansen menyebutkan, Melani tiba di TSI pada Senin (1/7) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB. Ia diantar melalui jalur darat dengan pengawalan dan pengamanan ketat petugas dari Kementerian Kehutanan dan didampingi dokter hewan selama dalam perjalanan.
Saat pertama kali sampai di TSI kondisi Melani sangat lemah dan kurus dengan berat badan hanya 45 kilogram.
"Kondisi Melani saat itu sangat lemah, selain karena gangguan kesehatan juga pengaruh usianya yang sudah 17 tahun, kedua taring juga sudah patah," katanya.
Jansen menyebutkan, untuk menyelamatkan Melani, pihaknya bekerja dengan cepat dan tenang. Ada enam dokter spesialis harimau khusus menangani satwa langka tersebut.
"Setiap hari dokter mengawasi dan memeriksa kondisi kesehatannya. Dokter mengambil sampel darah dan feses untuk dicek di laboratorium," katanya.
Selama menjalani perawatan di Rumah Sakit Hewan Pusat Konservasi Harimau Sumatera TSI, melayani diberikan makanan yang cukup dan suplemen oleh ahli gizi hewan di rumah sakit tersebut.
Menurut Jansen selama 24 jam pihaknya mengawasi perkembangan kesehatan Melani. Melani juga ditempatkan di ruang perawatan khusus dengan layanan kesehatan sesuai SOP.
"Untuk menjaga kondisinya tetap stabil, kami belum berani memindahkannya dari kandang perawatan, ia kami biarkan tetap berada di kandang yang digunakan saat membawanya," katanya.
Jansen mengatakan, kondisi Melani selama dirawat masih mau makan dan sesekali mampu berjalan setiap pintu kandangnya dibuka.
"Ia juga masih bisa mengaung sesekali," katanya.
Sebagai "Chair of Conservation Animal Welfare and Etics" pada Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) dan juga Koordinator Harimau Sumatera, Jansen mengaku baru pertama kali melihat kondisi harimau sangat kurus dan lemah seperti Melani.
"Memang kondisinya sangat memprihatinkan, ini pertama kalinya saya melihat harimau kondisinya sangat lemah tidak berdaya," ujarnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyebutkan saat ini kondisi Melani sudah ditangani oleh ahli dan berada di tempat yang aman.
Menurut Menteri, kondisi Melani akibat dari penanganan yang lalu, dikasih makan banyak mengandung formalin.
"Dulu KBS itu ribut sesama pengurus, lalu Menhut mengambil alih, kita sudah menunjuk orang-orang yang punya kedulian untuk mengelolanya," kata Menteri saat ditemui dalam acara peresmian Fasilitas Hambalang Eco-Edu Forest.
Menteri menyebutkan, Melani sudah ditangani oleh ahli yang baik dan diberi perawatan intensif oleh tim yang ditunjuk dan mau bekerja secara sukarela.
(M.M. Astro)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Melani sudah di TSI sejak empat hari yang lalu, kondisinya sekarang masih lemah, tetap diinfus dan masih dalam perawatan intensif," kata Direktur TSI Jansen Manansang saat ditemui di Bogor, Kamis.
Menurut dia, pengiriman Melani ke TSI atas instruksi Kementerian Kehutanan yang menugaskan TSI untuk merawat harimau betina tersebut.
Jansen menyebutkan, Melani tiba di TSI pada Senin (1/7) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB. Ia diantar melalui jalur darat dengan pengawalan dan pengamanan ketat petugas dari Kementerian Kehutanan dan didampingi dokter hewan selama dalam perjalanan.
Saat pertama kali sampai di TSI kondisi Melani sangat lemah dan kurus dengan berat badan hanya 45 kilogram.
"Kondisi Melani saat itu sangat lemah, selain karena gangguan kesehatan juga pengaruh usianya yang sudah 17 tahun, kedua taring juga sudah patah," katanya.
Jansen menyebutkan, untuk menyelamatkan Melani, pihaknya bekerja dengan cepat dan tenang. Ada enam dokter spesialis harimau khusus menangani satwa langka tersebut.
"Setiap hari dokter mengawasi dan memeriksa kondisi kesehatannya. Dokter mengambil sampel darah dan feses untuk dicek di laboratorium," katanya.
Selama menjalani perawatan di Rumah Sakit Hewan Pusat Konservasi Harimau Sumatera TSI, melayani diberikan makanan yang cukup dan suplemen oleh ahli gizi hewan di rumah sakit tersebut.
Menurut Jansen selama 24 jam pihaknya mengawasi perkembangan kesehatan Melani. Melani juga ditempatkan di ruang perawatan khusus dengan layanan kesehatan sesuai SOP.
"Untuk menjaga kondisinya tetap stabil, kami belum berani memindahkannya dari kandang perawatan, ia kami biarkan tetap berada di kandang yang digunakan saat membawanya," katanya.
Jansen mengatakan, kondisi Melani selama dirawat masih mau makan dan sesekali mampu berjalan setiap pintu kandangnya dibuka.
"Ia juga masih bisa mengaung sesekali," katanya.
Sebagai "Chair of Conservation Animal Welfare and Etics" pada Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) dan juga Koordinator Harimau Sumatera, Jansen mengaku baru pertama kali melihat kondisi harimau sangat kurus dan lemah seperti Melani.
"Memang kondisinya sangat memprihatinkan, ini pertama kalinya saya melihat harimau kondisinya sangat lemah tidak berdaya," ujarnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyebutkan saat ini kondisi Melani sudah ditangani oleh ahli dan berada di tempat yang aman.
Menurut Menteri, kondisi Melani akibat dari penanganan yang lalu, dikasih makan banyak mengandung formalin.
"Dulu KBS itu ribut sesama pengurus, lalu Menhut mengambil alih, kita sudah menunjuk orang-orang yang punya kedulian untuk mengelolanya," kata Menteri saat ditemui dalam acara peresmian Fasilitas Hambalang Eco-Edu Forest.
Menteri menyebutkan, Melani sudah ditangani oleh ahli yang baik dan diberi perawatan intensif oleh tim yang ditunjuk dan mau bekerja secara sukarela.
(M.M. Astro)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013