Padang (Antara Kalbar) - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI mengungkapkan potret akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah belum mengembirakan dilihat pada proses penetapan APBD masih terlambat 36 persen (190 daerah) pada 2013.

"Sedangkan daerah yang sudah tepat waktu pada penetapan APBD tahun ini tercatat 334 daerah," kata Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polsoskam BPKP Binzar Simanjuntak di Padang, Jumat.

Menurut dia yang terlambat tersebut disebabkan beberapa faktor  internal maupun eksternal pemerintah daerah.

Binzar dalam kunjungannya ke Sumbar menjadi pembicara pada Semiloka Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi 2013 yang disenggarakan KPK berkerja sama dengan BPKP, juga turut memeberi materi Group Head Korsup Pencegahan KPk Asep Rahmat Juada pada (17/10).

Menurut dia, kalau melihat pada grafiknya dalam lima tahun terakhir memang sudah menunjukan banyak daerah tepat waktu (TP) dalam penetapan APBD, tapi mesti terus ditingkatkan.

Data BPKP pada 2012 daerah yang Tidak Tepat Waktu (TTW) tercatat 238 daerah (45 persen), pada 2011 sebanyak 312 daerah (59 persen) dan 2010 berjumlah 328 daerah (62 persen) dan 2009 tercatat 386 daerah (76 persen).

Kondisi keterlambatan terjadi, kata dia, diantaranya akibat pembahasan yang berlarut-larut antara eksekutif dengan legislatif, makanya diperlukan meningkatkan koordinasi yang efektif.

Selain itu, perlu melibatkan tim BPKP dan KPK untuk pengawalan pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD).

Faktor lain, kata dia, penetapan alokasi dana trasper Dana Alokasi Khusus (DAK) dan petunjuk teknis pelaksanaannya baik dari kementerian maupun lembaga terkait terlambat dan ditambah kelemahan teknis SKDP dalam penyusunan dokumen penganggaran.

Binzar pada kesempatan itu, juga mengungkapkan penyerapan APBD belum optimal terlihat secara nasional tren Silpa sejak 2006-2012 cenderung naik. Kemudian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada 2011 hanya 67 atau 12,15 persen dari 524 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

Sedangkan target mengacu pada RPJM 2014 sudah mencapai 60 persen daerah yang mendapatkan penilai opini WTP, sementara hasil penilaian dari BPK pada 2012 baru 117 Pemda yang dapat WTP dari 431 Pemda.

Menurut dia, dalam potret akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah masih lemah sistem pengendalian internal dan keterbatasan SMD peran audit internal atau (APIP).

Selain itu, masih adanya ruang atau indikasi penyimpangan pada pengadaraan barang/jasa, serta porsi belanja modal masih rendah atau rata-rata 20 persen.

Kemudian dalam akuntabilitas kinerja antara rencana kerja (Renja) danRencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) belum menjadi dasar penyusuran Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan penyusunan Penetapan Kinerja (Tapkin).

Selanjutnya, kata dia, indikator kinerja dalam DPA belum rasional dan objektif, dan perlu peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan untuk pemerintah daerah kategori penilaian sedang dan rendah.

Pewarta: Siri Antoni

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013