Pontianak (Antara Kalbar) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menggelar pertemuan koordinasi dan fasilitasi pembinaan dan penanganan gelandangan pengemis dengan melibatkan 14 kabupaten/kota di Pontianak, Senin.
Asisten II Setda Kalbar Lensus Kandry menuturkan, dibutuhkan partisipasi lebih aktif dari perseorangan, keluarga, lembaga keagamaan, organisasi sosial, maupun LSM sebagaimana yang diamatkan Undang-Undang Nomo 11 tahun 2009, tentang kesejahteraan sosial.
"Di pasal 38 disebutkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial," kata dia.
Ia melanjutkan, sesuai dengan kemajuan dan perkembangan pembangunan bidang kesejahteraan sosial, menunjukkan bahwa kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat semakin meningkat.
Sehingga, kata dia, peran serta dalam menangani masalah kesejahteraan sosial semakin meningkat pula. "Namun pengelolaan dan penanganannya belum semua dilaksanakan secara profesional, karena sejalan dengan permasalahan tersebut perlu adanya semacam pelayanan rehabilitasi sosial yang tepat sebagai solusi dalam pembinaan dan penanganan gelandangan dan pengemis," katanya.
Untuk itu, ia menambahkan, perlu dirumuskan aturan yang tepat dalam bentuk kebijakan pemerintah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yang bersentuhan langsung dengan para gelandangan dan pengemis daerah masing-masing.
Saat ini, ujar dia, gelandangan dan pengemis telah menjadi permasalahan nasional yang dihadapi di banyak kota di Indonesia. Bahkan, ungkap dia, tak terkecuali di negara maju, permasalahan tersebut telah cukup lama telah menjadi perhatian serius baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Ada yang secara ekstrim mengibaratkan gelandangan sebagai penyakit kanker yang diderita kota, sebab keberadaannya cukup mengganggu keindahan dan kenyamanan kota, namun begitu susah dan kompleks dalam penanggulangannya," ujar Lensus yang mewakili Gubernur Kalbar Cornelis itu.
Gelandangan dan pengemis umumnya beroperasi tersebar di berbagai wilayah dengan konsentrasi utama di perkotaan. Pola hidup mereka umumnya tidak teratur dan sehat serta mengelompok di kantong-kantong kemiskinan. Misalnya di kolong jembatan, pinggir kali, lokasi pembuangan sampah, emperan toko, taman-taman, pinggiran rel kereta api bagi wilayah Jawa dan Sumatera.
"Bahkan ada yang tidur di gerobak bersama anak dan istrinya, dan kondisi ini tentunya tidak sesuai dengan norma agama dan menunjukkan derajat kesejahteraan yang rendah," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Asisten II Setda Kalbar Lensus Kandry menuturkan, dibutuhkan partisipasi lebih aktif dari perseorangan, keluarga, lembaga keagamaan, organisasi sosial, maupun LSM sebagaimana yang diamatkan Undang-Undang Nomo 11 tahun 2009, tentang kesejahteraan sosial.
"Di pasal 38 disebutkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial," kata dia.
Ia melanjutkan, sesuai dengan kemajuan dan perkembangan pembangunan bidang kesejahteraan sosial, menunjukkan bahwa kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat semakin meningkat.
Sehingga, kata dia, peran serta dalam menangani masalah kesejahteraan sosial semakin meningkat pula. "Namun pengelolaan dan penanganannya belum semua dilaksanakan secara profesional, karena sejalan dengan permasalahan tersebut perlu adanya semacam pelayanan rehabilitasi sosial yang tepat sebagai solusi dalam pembinaan dan penanganan gelandangan dan pengemis," katanya.
Untuk itu, ia menambahkan, perlu dirumuskan aturan yang tepat dalam bentuk kebijakan pemerintah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yang bersentuhan langsung dengan para gelandangan dan pengemis daerah masing-masing.
Saat ini, ujar dia, gelandangan dan pengemis telah menjadi permasalahan nasional yang dihadapi di banyak kota di Indonesia. Bahkan, ungkap dia, tak terkecuali di negara maju, permasalahan tersebut telah cukup lama telah menjadi perhatian serius baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Ada yang secara ekstrim mengibaratkan gelandangan sebagai penyakit kanker yang diderita kota, sebab keberadaannya cukup mengganggu keindahan dan kenyamanan kota, namun begitu susah dan kompleks dalam penanggulangannya," ujar Lensus yang mewakili Gubernur Kalbar Cornelis itu.
Gelandangan dan pengemis umumnya beroperasi tersebar di berbagai wilayah dengan konsentrasi utama di perkotaan. Pola hidup mereka umumnya tidak teratur dan sehat serta mengelompok di kantong-kantong kemiskinan. Misalnya di kolong jembatan, pinggir kali, lokasi pembuangan sampah, emperan toko, taman-taman, pinggiran rel kereta api bagi wilayah Jawa dan Sumatera.
"Bahkan ada yang tidur di gerobak bersama anak dan istrinya, dan kondisi ini tentunya tidak sesuai dengan norma agama dan menunjukkan derajat kesejahteraan yang rendah," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013