Jakarta (Antara Kalbar) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengutuk keras tindakan penganiayaan terhadap dokter tentara, Kapten Achmad Arief Fatoni yang dilakukan oknum TNI Angkatan Udara di Yogyakarta pada 13 Maret 2014.
"IDI mengutuk keras tindakan brutal yang dilakukan oknum TNI-AU kepada sejawat kami dr Achmad Arief Datoni maupun tindakan brutal yang dilakukan oleh siapapun kepada dokter Indonesia di seluruh tanah air," kata Ketua Umum PB IDI, dr Zaenal Abidin MH dalam keterangan pers di Jakarta, Senin.
Penganiayaan tersebut dilakukan terhadap dokter Arief yang berstatus sebagai dokter tentara di Skuadron Pendidikan 102 Komando Pendidikan TNI-AU Yogyakarta oleh sedikitnya sembilan oknum siswa calon Instruktur Penerbang.
Zaenal juga mengatakan pihaknya akan mengawal proses hukum terhadap oknum TNI-AU pelaku penganiayaan dr. Arief.
"Kami juga mengajak semua pihak untuk mengawal proses hukum dari oknum yang melakukan penyiksaan terhadap dr. Arief maupun terhadap sejawat lain di seluruh tanah air," ujarnya.
Ia juga meminta semua pihak untuk menghormati segala bentuk pelayanan profesi kedokteran dan apabila memiliki aduan atau keluhan dapat melalui IDI, perhimpunan profesi maupun komite medis di institusi pelayanan terkait.
Berdasarkan kronologi kejadian yang disampaikan Anggota Bidang Legislasi dan Advokasi Kebijakan PB IDI, dr. Warsito, disebutkan bahwa kejadian penganiayaan tersebut terjadi pada 13 Maret 2014 sekira pukul 10:00 WIB.
Sejumlah kejadian yang mendahuluinya adalah serangkaian hasil pemeriksaan pada 4, 5 dan 6 Maret 2014 Letnan Satu D selaku siswa calon Instruktur Penerbangan yang menyatakan bahwa ia memiliki kelainan pada jantung.
"Lettu D tidak percaya dengan hasil pemeriksaan karena merasa tidak memiliki keluhan, sehingga disarankan untuk melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta, dengan pertimbangan alat pemeriksaan yang lebih modern dan lengkap," katanya.
"Akan tetapi pemeriksaan lanjutan dijadwalkan 17 Maret, yang bertepatan dengan kegiatan terbang Lettu D. Itu tidak bisa diterima yang bersangkutan karena apabila pada tanggal tersebut tidak melaksanakan terbang Lettu D akan dikeluarkan dari pendidikan, sebab ada aturan apabila siswa tidak terbang sedikitnya 10 persen dari waktu pendidikan akan dikeluarkan," ujar dia melanjutkan.
Setelah dianiaya oleh Lettu D dan sejumlah rekannya, Kapten dr. Arief dilarikan ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Dr. Hardjolukito dan dirawat di ICU selama tujuh hari kemudian dipindah ke Bangsal Merak Lantai 3 RSPAU sampai dengan 31 Maret 2014.
Sikap menyayangkan kejadian tersebut juga datang dari Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penerbangan Indonesia (Persdopi) dr. Soemardoko Tjokrowidigdo, SpM, SpKP.
"Semoga tidak ada upaya untuk memasukkan kasus ini ke peti es," katanya.
Sebab menurut Soemardoko, kasus penganiayaan semacam itu bukan kali pertama terjadi di lingkup TNI-AU, meskipun ia menolak mengelaborasi lebih lanjut terkait preseden serupa.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"IDI mengutuk keras tindakan brutal yang dilakukan oknum TNI-AU kepada sejawat kami dr Achmad Arief Datoni maupun tindakan brutal yang dilakukan oleh siapapun kepada dokter Indonesia di seluruh tanah air," kata Ketua Umum PB IDI, dr Zaenal Abidin MH dalam keterangan pers di Jakarta, Senin.
Penganiayaan tersebut dilakukan terhadap dokter Arief yang berstatus sebagai dokter tentara di Skuadron Pendidikan 102 Komando Pendidikan TNI-AU Yogyakarta oleh sedikitnya sembilan oknum siswa calon Instruktur Penerbang.
Zaenal juga mengatakan pihaknya akan mengawal proses hukum terhadap oknum TNI-AU pelaku penganiayaan dr. Arief.
"Kami juga mengajak semua pihak untuk mengawal proses hukum dari oknum yang melakukan penyiksaan terhadap dr. Arief maupun terhadap sejawat lain di seluruh tanah air," ujarnya.
Ia juga meminta semua pihak untuk menghormati segala bentuk pelayanan profesi kedokteran dan apabila memiliki aduan atau keluhan dapat melalui IDI, perhimpunan profesi maupun komite medis di institusi pelayanan terkait.
Berdasarkan kronologi kejadian yang disampaikan Anggota Bidang Legislasi dan Advokasi Kebijakan PB IDI, dr. Warsito, disebutkan bahwa kejadian penganiayaan tersebut terjadi pada 13 Maret 2014 sekira pukul 10:00 WIB.
Sejumlah kejadian yang mendahuluinya adalah serangkaian hasil pemeriksaan pada 4, 5 dan 6 Maret 2014 Letnan Satu D selaku siswa calon Instruktur Penerbangan yang menyatakan bahwa ia memiliki kelainan pada jantung.
"Lettu D tidak percaya dengan hasil pemeriksaan karena merasa tidak memiliki keluhan, sehingga disarankan untuk melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta, dengan pertimbangan alat pemeriksaan yang lebih modern dan lengkap," katanya.
"Akan tetapi pemeriksaan lanjutan dijadwalkan 17 Maret, yang bertepatan dengan kegiatan terbang Lettu D. Itu tidak bisa diterima yang bersangkutan karena apabila pada tanggal tersebut tidak melaksanakan terbang Lettu D akan dikeluarkan dari pendidikan, sebab ada aturan apabila siswa tidak terbang sedikitnya 10 persen dari waktu pendidikan akan dikeluarkan," ujar dia melanjutkan.
Setelah dianiaya oleh Lettu D dan sejumlah rekannya, Kapten dr. Arief dilarikan ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Dr. Hardjolukito dan dirawat di ICU selama tujuh hari kemudian dipindah ke Bangsal Merak Lantai 3 RSPAU sampai dengan 31 Maret 2014.
Sikap menyayangkan kejadian tersebut juga datang dari Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penerbangan Indonesia (Persdopi) dr. Soemardoko Tjokrowidigdo, SpM, SpKP.
"Semoga tidak ada upaya untuk memasukkan kasus ini ke peti es," katanya.
Sebab menurut Soemardoko, kasus penganiayaan semacam itu bukan kali pertama terjadi di lingkup TNI-AU, meskipun ia menolak mengelaborasi lebih lanjut terkait preseden serupa.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014