Sungai Raya (Antara Kalbar) - Belum genap dua bulan menjabat sebagai Bupati Kubu Raya, Rusman Ali telah melakukan mutasi sejumlah pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di kabupatennya secara bergelombang.
   
Hanya berselang empat hari setelah pelantikan Rusman Ali sebagai Bupati pada 17 Februari 2014, sejumlah pejabat eselon II harus menjalani mutasi.

Satu pekan berikutnya, juga ada mutasi sejumlah pejabat eselon II. Lalu, beberapa hari kemudian, kembali terjadi mutasi pejabat Eselon II, III dan IV di lingkungan Pemkab Kubu Raya, termasuk pergantian kepala Dinas Pendidikan Kubu Raya dan delapan bidang yang ada di dalam dinas tersebut.

Namun, sampai saat ini posisi kepala dinas pendidikan berikut delapan kepala bidang yang ada masih kosong.

Gelombang mutasi pejabat di Kabupaten termuda di Kalbar ini menimbulkan pertanyaan berbagai kalangan, baik tokoh masyarakat, anggota legislatif, akademisi dan  elemen masyarakat.

Bahkan ratusan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Kubu Raya menggelar aksi damai di halaman Kantor Bupati Kubu Raya.

Pengunjuk rasa menuntut Bupati Kubu Raya Rusman Ali menonaktifkan Sekda Kubu Raya Husien Syawik, karena dinilai sebagai dalang perombakan pimpinan SKPD secara besar-besaran tersebut.

Selain menuntut mundur Sekda Kubu Raya Husien Syawik, dalam aksi damai yang dilakukan PGRI Kubu Raya itu, para guru juga menilai perubahan yang dilakukan Bupati Kubu Raya Rusman Ali terhadap pejabat eselon II, III, dan IV dalam sebulan terakhir itu, termasuk Dinas Pendidikan, merupakan kebijakan yang keliru, tidak lazim, tidak objektif dan sangat kental dengan muatan politis.

Masdi, salah seorang guru yang tergabung dalam PGRI Kubu Raya, berpendapat, proses pergantian kepala SKPD dan pejabat eselon yang terjadi selama dua kali masa kepemimpinan Rusman Ali-Hermanus dilatarbelakangi oleh rasa suka dan tidak suka, dibanding melihat prestasi kerja dari aparatur yang diganti.

Ia menuturkan, pergantian kepala dinas ini berdampak pada pelayanan-pelayanan Dinas Pendidikan antara lain data pokok pendidikan (dapodik) tidak dapat dilanjutkan karena jangka waktu yang sudah stagnan.

"Akibatnya berimbas pada terhambatnya proses persiapan UN, pencairan dana BOS, tunjangan sertifikasi guru, baik yang sudah berjalan maupun yang baru diusulkan, tunjangan khusus terpencil, tunjangan kualifikasi (beasiswa) honor guru daerah terpencil dan pemberkasan guru honorer K2," ujarnya.

Menanggapi protes tersebut, Bupati Rusman Ali berkilah bahwa mutasi pejabat eselon di lingkungan Pemkab Kubu Raya itu dilakukan berdasarkan hasil rapat kerja antara dirinya sebagai Bupati, Wakil Bupati Kubu Raya Hermanus dan Sekda Kubu Raya Husein Sawiek.

Ia mengatakan, dirinya sangat memerlukan pendapat dan pandangan wakil bupati dan sekda Kubu Raya yang memang merupakan birokrat yang tentu sudah tahu dengan sistem kerja kepegawaian.

Wakil Bupati Kubu Raya Hermanus mengapresiasi aksi damai para guru tersebut dan menilainya sebagai hal yang wajar.

Hermanus menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Kubu Raya juga segera mencari pengganti Kepala Dinas yang saat ini masih kosong.

Terkait kebijakan, kata dia, Pemkab tetap membuka diri untuk penyempurnaan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

"Kebijakan tentunya diharapkan mampu menghadirkan perubahan-perubahan untuk melayani masyarakat dan menyelesaikan persoalan yang ada. Kami baru sebulan memimpin, kiranya ada yang tidak sesuai undang-undang tentu akan dikoreksi," tuturnya.

    
Harus profesional
Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kubu Raya, Jupri, juga mengkhawatirkan mutasi para pejabat tidak menempatkan pejabat yang profesional dan menyalahi prosedur kepegawaian.

"Ini merupakan hak prerogatif dari Bupati dan Wakil Bupati Kubu Raya terpilih. Namun, kita mengharapkan agar penggantian dan penempatan pejabat yang mengisi posisi kepala SKPD itu adalah benar-benar orang yang profesional dan memiliki kinerja yang baik," kata Jupri.

Dia menyarankan, dalam menempatkan pejabat pada posisi kepala SKPD, bupati agar tidak asal menunjuk tanpa mengikuti prosedur yang ada, seperti melalui Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

"Sebagai anggota DPRD yang mewakili masyarakat, tentu kita juga menginginkan pejabat yang ditempatkan pada suatu SKPD itu memiliki kompetensi yang baik dan mampu bekerja maksimal. Tujuan akhirnya, adalah bisa meningkatkan pelayanan kepada masyarakat," tuturnya.

Jupri juga memperingati bupati agar tidak membiarkan jabatan kepala SKPD kosong terlalu lama.

"Kalau ada kepala SKPD yang diganti, ya sebaiknya langsung dicari penggantinya, paling tidak Plt. Karena kalau terlalu lama kosong, tentu dinas tersebut tidak bisa bertugas sebagaimana mestinya dan artinya ada ketimpangan pada roda pemerintahan," katanya.

Senada dengan itu, pengamat pendidikan Kalimantan Barat, Prof Dr H Samion H AR MPd juga menyesalkan proses pergantian kepala SKPD di Kubu Raya, terutama kepala Dinas Pendidikan yang dilakukan oleh bupati setempat.

"Perombakan pada SKPD Kabupaten Kubu Raya yang dilakukan oleh Bupati Kubu Raya, wajar bila banyak menuai protes oleh sejumlah kalangan. Pergantian Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kubu Raya sampai saat ini masih menjadi perhatian serius, baik di kalangan PGRI maupun kalangan lainnya, yang ikut peduli terhadap nasib pendidikan di kabupaten itu," kata Samiun.

Secara pribadi, dia menyesalkan pergantian tersebut dilakukan menjelang Ujian Nasional yang akan dilaksanakan pada bulan April yang tinggal menghitung hari lagi.

"Momen pergantian untuk kepala Dinas Pendidikan Kubu Raya saya rasa tidaklah tepat, mengingat pelaksanaan ujian nasional yang kurang lebih tinggal satu bulan lagi terlaksana di seluruh pelosok negeri termasuk Kabupaten Kubu Raya," tuturnya.

Ia menjelaskan, menjelang pelaksanaan Ujian Nasional tentunya banyak kebijakan yang harus diambil oleh kepala dinas pendidikan, baik itu dalam proses pencairan anggaran, maupun kebijakan-kebijakan yang harus disahkan dan disetujui oleh pejabat dinas tersebut.

"Mengenai penggunaan anggaran, proses pencairan anggaran dan pastinya pergantian tersebut akan berpengaruh kepada daftar pokok pendidikan (Dapodik)," katanya.

Selain itu, dia mengatakan implikasi yang terjadi dalam pergantian itu tentunya berpengaruh terhadap kepengurusan tunjangan pokok guru dan kekurangan dalam pencairan sertifikasi guru-guru yang ada di Kubu Raya saat ini.

"Dengan adanya demo yang dilakukan oleh PGRI Kubu Raya, kalangan manapun tidak bisa menyalahkan aksi tersebut, dan pemerintah Kubu Raya seharusnya memahami betul aksi demo guru yang dilakukan itu," kata Samiun.

Pengamat Pendidikan Kalimantan Barat lainnya, Dr Aswandi menyarankan agar Pemkab Kubu Raya dapat segera menempatkan kepala dinas pendidikan yang definitif agar tidak menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan Ujian Nasional yang akan berlangsung pada pertengahan April 2014.

"Ada baiknya kekosongan kepala dinas pendidikan yang terjadi di Kubu Raya segera diisi agar tidak mengganggu proses UN yang segera berlangsung pada pertengahan bulan ini. Saya rasa wajar saja bila para guru yang tergabung dalam PGRI Kubu Raya menuntut agar segera kepala dinas pendidikan segera diisi oleh pejabat definitif, karena banyak kebijakan yang mesti dibuat oleh kepala dinas tersebut," kata Aswandi.

Dia menyatakan, apa yang dilakukan oleh Bupati Kubu Raya dalam memutasi kepala SKPD memang merupakan hak prerogratif bupati, namun penggantian kepala dinas pendidikan dinilai tidak tepat waktunya.

"Paling tidak biarkan terlebih dahulu kepala dinas yang lama menyelesaikan proses UN yang akan berlangsung bulan ini. Kalaupun mau diganti, ya bupati setidaknya sudah menyiapkan calon yang tepat dan tentu harus lebih baik dari pejabat sebelumnya. Kalau pejabat yang menggantikan itu tidak lebih baik, apalagi diambil dari pegawai yang bukan berasal dari guru dan tidak mengerti benar tentang pendidikan, jelas itu bisa fatal," tuturnya.

Aswandi mencontohkan, di luar negeri, setiap pergantian pada dinas atau badan yang menangani pendidikan, kepalanya akan dipilih dari latar belakang pendidik. Hal itu menjadi suatu keharusan karena yang seharusnya mengurus pendidikan adalah orang pendidikan itu sendiri.

"Kalau nantinya yang ditempatkan adalah kalangan non pendidik, jelas ini bisa merusak tatanan yang ada. Terlebih bisa menimbulkan kecemburuan dari tenaga pendidik yang akan ditangani oleh kepala SKPD terkait dan ini jelas bisa membuat bobrok pendidikan di suatu daerah," katanya. ***3***

(L.KR-RDO/A. Mujayatno)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014