Pontianak (Antara Kalbar) - Pengacara dua warga Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, Sulistiono menilai ada kriminalisasi warga pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Pontianak 2 Juli lalu, karena keduanya tanpa didampingi penasihat hukum akibat ketidakmengertian hukum.

"Jaksa tidak pernah memberitahu kepada terdakwa terkait jadwal persidangan, sehingga Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaan terhadap dua terdakwa tanpa didampingi penasihat hukum," kata Penasihat Hukum kedua terdakwa, Sulistiono di Pontianak, Selasa.

Dua warga Batu Daya, Yohanes dan Anyun dipidanakan karena dituding menganiaya anggota Brimob Polda Kalbar yang sedang bertugas. Semula polisi melakukan penahanan terhadap lima warga, namun tiga diantaranya dibebaskan.

Lima warga itu awalnya melakukan unjuk rasa terhadap perusahaan PT SMP (Swadaya Mukti Prakasa) sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Ketapang. Warga menyatakan PT SMP mencaplok hutan kelola masyarakat seluas 1.088,33 hektare.

Akibat aksi tersebut warga bentrok dengan polisi yang dalam hal itu diminta perusahaan untuk melakukan pengamanan.

Penasihat Hukum terdakwa menyayangkan hal itu sampai terjadi, sehingga dinilai merugikan kliennya. Akibatnya pada sidang lanjutkan kedua, Selasa (8/7) kedua terdakwa baru didampingi oleh penasihat hukum.

Menurut Sulistiono hak terdakwa untuk didampingi penasehat hukum, pada sidang pertama tersebut diabaikan.

"Kami mempertanyakan pengabaian hak terdakwa tersebut oleh JPU dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, padahal kasus ini sudah diekspos oleh berbagai media, bahwa kedua terdakwa akan diadvokasi oleh Gerakan Bantuan Hukum Rakyat Kalimantan Barat (GBHR Kalbar) yang memberikan bantuan hukum secara gratis," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia pihaknya minta penundaan untuk menyampaikan eksepsi, karena sangat esensial dalam penyampaian eksepsi tersebut.

Hingga saat ini, kedua terdakwa tidak mendapatkan penangguhan penahanan. Padahal beberapa organisasi masyarakat sipil menjamin dua terdakwa tersebut akan kooperatif.

Dalam kesempatan itu, Sulistiono menambahkan keberadaan persidangan di PN Pontianak sebenarnya menjadi permasalahan tersendiri. Terutama bagi saksi-saksi yang kebanyakan berdomisili di Kabupaten Ketapang, dan kebanyakan pekerjaannya petani.

Majelis Hakim yang memimpin sidang Sri Wanti Warni yang didampingi Erwin Djong dan Syofia sebagai hakim anggota mengabulkan penundaan penyampaian eksepsi dari penasihat hukum, sehingga sidang ditunda hingga pekan depan.

Namun, dalam persidangan Sri menolak bahwa ada pengabaian hak terdakwa. "Dalam persidangan sebelumnya, saya sudah tanyakan kepada dua tersangka, apakah didampingi kuasa hukum atau tidak. Terdakwa menyatakan tidak ada, sehingga sudah dibuka ruang untuk itu," kata Sri.

Dalam kesempatan itu, dia juga menyatakan tidak ada kewajiban dari JPU untuk memberitahukan kepada penasihat hukum terdakwa mengenai jadwal persidangan.

"Penasihat hukum mempunyai hak untuk menyusun eksepsi, berhubung dakwaan baru diterima mereka tidak lama sebelum persidangan," katanya.

(A057/N005)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014