Jakarta (Antara Kalbar) - Kementerian Kehutanan mendorong pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) penghasil bio energi seluas sedikitnya 400.000 hektare untuk membantu mengatasi krisis energi nasional.
"Kami targetkan dalam lima tahun ke depan ada 50 perusahaan HTI yang bergerak memproduksi bio energi dengan luas setidaknya 400.000 hektare," kata Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan Bambang Hendroyono di Jakarta, Jumat.
Langkah yang diambil Kemenhut tersebut merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman tentang Pengembangan Bioenergi Berbasis Hutan Tanaman yang diteken Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan Bambang Hendroyono dengan Dirjen energi Baru Terbarukan dan Konservasi energi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Rida Mulyana di Jakarta (24/7).
Saat ini, Kemenhut telah mengeluarkan 254 unit izin HTI dengan luas areal pengelolaan 10,3 juta hektare bagi perusahaan yang tertarik untuk terlibat dalam program pengembangan hutan energi bisa melakukan perubahan rencana kerja usahanya.
Bambang mengungkapkan berdasarkan kajian Badan Litbang Kehutanan ada empat jenis tanaman yang potensial untuk dikembangkan pada hutan tanaman energi, yaitu Nyamplung, Bintaro, Kamelina, dan Kaliandra.
Menurut dia, jenis tersebut adalah tanaman yang termasuk kategori cepat tumbuh dan bisa menghasilkan kalori energi yang tinggi.
"Nyamplung dan Bintaro dimanfatkan buahnya untuk menghasilkan biofuel, sementara Kamelina dan Kaliandra bisa dimanfaatkan sebagai energi biomassa," katanya.
Dia menambahkan program pengembangan hutan tanaman energi menegaskan bahwa pengembangan hutan tanaman bukan hanya fokus pada penyediaan bahan baku bagi industri perkayuan tapi juga untuk mendukung ketahanan energi dan pangan.
Menurut Rida Mulyana, pengembangan hutan tanaman energi memastikan keberlanjutan pasokan demi tercapainya program pemerintah untuk mendorong penggunaan energi terbarukan.
Saat ini, pemerintah menjalankan program pencampuran bahan bakar nabati sebesar 10 persen pada bahan bakar minyak (BBM) atau B10.
Persentase bahan bakar nabati akan ditingkatkan menjadi 20 persen pada tahun 2016 yang diperkirakan mencapai 8 juta kiloliter.
"Pengembangan hutan energi adalah solusi energi untuk saat ini dan masa yang akan datang," kata Rida.
Dia menuturkan saat ini krisis energi sudah terjadi pada sejumlah wilayah Indonesia, karena itu jika terus bergantung kepada bahan bakar fosil, maka krisis bisa meluas ke seluruh Tanah Air.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin menyatakan pihaknya telah berhasil mengembangkan HTI sebagai sumber bahan baku pulp dan sumber energi terbarukan.
"85 persen bahan bakar pembangkit listrik RAPP berasal dari energi terbarukan sehingga hal itu berdampak pada pengurangan pemakaian bahan bakar fosil dan pengurangan emisi karbon ke atmosfer," katanya
(S025/E.M. Yacub)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Kami targetkan dalam lima tahun ke depan ada 50 perusahaan HTI yang bergerak memproduksi bio energi dengan luas setidaknya 400.000 hektare," kata Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan Bambang Hendroyono di Jakarta, Jumat.
Langkah yang diambil Kemenhut tersebut merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman tentang Pengembangan Bioenergi Berbasis Hutan Tanaman yang diteken Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan Bambang Hendroyono dengan Dirjen energi Baru Terbarukan dan Konservasi energi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Rida Mulyana di Jakarta (24/7).
Saat ini, Kemenhut telah mengeluarkan 254 unit izin HTI dengan luas areal pengelolaan 10,3 juta hektare bagi perusahaan yang tertarik untuk terlibat dalam program pengembangan hutan energi bisa melakukan perubahan rencana kerja usahanya.
Bambang mengungkapkan berdasarkan kajian Badan Litbang Kehutanan ada empat jenis tanaman yang potensial untuk dikembangkan pada hutan tanaman energi, yaitu Nyamplung, Bintaro, Kamelina, dan Kaliandra.
Menurut dia, jenis tersebut adalah tanaman yang termasuk kategori cepat tumbuh dan bisa menghasilkan kalori energi yang tinggi.
"Nyamplung dan Bintaro dimanfatkan buahnya untuk menghasilkan biofuel, sementara Kamelina dan Kaliandra bisa dimanfaatkan sebagai energi biomassa," katanya.
Dia menambahkan program pengembangan hutan tanaman energi menegaskan bahwa pengembangan hutan tanaman bukan hanya fokus pada penyediaan bahan baku bagi industri perkayuan tapi juga untuk mendukung ketahanan energi dan pangan.
Menurut Rida Mulyana, pengembangan hutan tanaman energi memastikan keberlanjutan pasokan demi tercapainya program pemerintah untuk mendorong penggunaan energi terbarukan.
Saat ini, pemerintah menjalankan program pencampuran bahan bakar nabati sebesar 10 persen pada bahan bakar minyak (BBM) atau B10.
Persentase bahan bakar nabati akan ditingkatkan menjadi 20 persen pada tahun 2016 yang diperkirakan mencapai 8 juta kiloliter.
"Pengembangan hutan energi adalah solusi energi untuk saat ini dan masa yang akan datang," kata Rida.
Dia menuturkan saat ini krisis energi sudah terjadi pada sejumlah wilayah Indonesia, karena itu jika terus bergantung kepada bahan bakar fosil, maka krisis bisa meluas ke seluruh Tanah Air.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin menyatakan pihaknya telah berhasil mengembangkan HTI sebagai sumber bahan baku pulp dan sumber energi terbarukan.
"85 persen bahan bakar pembangkit listrik RAPP berasal dari energi terbarukan sehingga hal itu berdampak pada pengurangan pemakaian bahan bakar fosil dan pengurangan emisi karbon ke atmosfer," katanya
(S025/E.M. Yacub)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014